Kedua bentuk supervisi di atas bertumpu pada
pengawasan seseorang oleh orang lain, baik oleh atasan maupun teman sejawat.
Dalam kasus-kasus tertentu pengawasan oleh orang lain seperti ini mungkin dapat
menimbulkan ketidaknyamanan psikologis. Misalnya, merasa menjadi tertekan dan
risi, seolah-olah kehidupan kerjanya diambil alih dan dikendalikan
oleh orang lain.
Belakangan ini muncul istilah Supervisi Diri (Self
Supervision), yaitu salah satu model supervisi yang memungkinkan pihak yang
disupervisi (supervisee) memiliki independensi dalam bekerja, dapat
mengelola diri dan bertanggung atas pertumbuhan profesionalismenya
sendiri.
Supervisi diri dapat diartikan sebagai kemampuan
seorang guru untuk memahami kemampuan diri, mengatur diri dan
mengevaluasi dirinya sendiri dalam rangka beradaptasi dan menyesuaikan diri
dengan situasi lingkungan kerjanya, sehingga pada gilirannya dia dapat
bekerja secara efektif, efisien dan produktif.
Supervisi diri harus dapat memandu seseorang dalam mengelola
berbagai kegiatan dan pekerjaannya. Beberapa contoh hasil dari praktik
supervisi diri yang dilakukan guru:
- Guru dapat melakukan tugas tanpa terus-menerus harus diingatkan oleh atasan
- Guru membuat program dan rencana kerja tertulis secara benar dan tepat.
- Guru mampu mencurahkan segenap pikirannya dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan tanpa gagal dan tepat waktu.
- Guru membuat laporan tugas yang telah diselesaikannya secara tertulis
Supervisi diri memiliki aspek penting yaitu kemampuan
merefleksi atas tugas-tugas yang dilakukannya, didalamnya terdiri dari 2 (dua)
komponen penting, yaitu: (1) observasi diri (self-observation) dan (2)
penilaian diri (self-assessment).
Observasi diri yaitu senantiasa memperhatikan dan waspada atas apa
yang Anda lakukan saat ini, di dalamnya mencakup pikiran, perasaan dan tindakan
Anda sebagai guru. Sedangkan penilaian diri adalah mengevaluasi kinerja
sendiri, mengukur proses dan hasil kegiatan dan tugas-tugas yang dilakukan,
termasuk di dalamnya mempertanyakan kembali dampak dan efektivitas dari
supervisi diri yang sedang dikembangkannya.
Supervisi diri bukan berarti menjadikan Anda sebagai
boss yang dapat bertindak semena-mena atas diri Anda sendiri (apalagi terhadap
orang lain), terkait dengan pekerjaan, tetapi lebih mengarah dan menekankan
pada pembentukan kesadaran dan tanggung jawab atas tugas-tugas keseharian Anda
sebagai guru.
Terdapat tiga kemungkinan hasil supervisi diri: (1)
hasil yang obyektif, menggambarkan keadaan dan ukuran nyata; (2) hasil yang under-estimate,
menggambarkan keadaan dan ukuran di bawah kondisi nyata, dan (3)
hasil yang over-estimate, menggambarkan keadaan dan ukuran di atas
kondisi nyata. Tentu, yang terbaik adalah supervisi yang dapat
menggambarkan keadaan dan ukuran nyata dan sedapat mungkin menghindari
terjadinya under-estimate atau over-estimate.
Beberapa pendekatan dan teknik yang dapat digunakan
dalam supervisi diri:
- Mengkondisikan pikiran secara tepat dan memadai. Bila Anda ingin belajar bagaimana mengatur kehidupan dan tindakan Anda sendiri, Anda harus memiliki pola pikir yang tepat. Ini berarti bahwa Anda harus yakin pada pikiran dan hati nurani Anda sendiri bahwa Anda bisa menjadi seseorang yang mampu bekerja secara mandiri. Salah satu cara untuk mengkondisikan pikiran adalah dengan berusaha menempatkan diri Anda pada posisi sebagai orang lain. Misalnya sebagai atasan Anda, melalui cara ini, Anda bisa membayangkan dan memikirkan apa sebenarnya yang diharapkan dan dikehendaki atasan terhadap Anda dalam bekerja. Bagi guru, hal penting adalah berusaha memposisikan diri sebagai siswa yang merupakan user Anda, sehingga Anda bisa menemukan apa yang dibutuhkan dan dikehendaki siswa terhadap Anda sebagai gurunya.
- Membuat Checklist Keterampilan. Menyusun dan mengisi checklist atau instrumen pengumpul data akan sangat berguna untuk mengidentifikasi kelemahan dan keunggulan diri Anda, khususnya tentang keterampilan Anda dalam melaksanakan tugas-tugas keseharian Anda. Misalnya, ketika Anda hendak melihat sejauhmana keterampilan menerapkan pendekatan saintifik dalam melaksanakan pembelajaran. Dengan menggunakan Checklist atau instrumen lainnya yang sesuai, maka Anda akan dapat menemukan kelemahan-kelemahan spesifik yang masih perlu ditingkatkan. Idealnya, Checklist (instrumen) didesain dan dikonstruksi sendiri sehingga bisa menentukan hal-hal spesifik apa yang ingin diungkap dan ditingkatkan. Tetapi jika Anda belum mampu mengkonstruksi sendiri, Anda bisa memanfaatkan Checklist (instrumen) buatan orang lain, misalnya menggunakan instrumen yang biasa digunakan oleh kepala sekolah atau pengawas sekolah dalam melakukan supervisi, Anda juga bisa mencari sendiri di Internet melalui bantuan Google untuk menemukan instrumen yang bisa digunakan untuk kepentingan kegiatan supervisi diri Anda.
- Membuat daftar tugas (to do list). Mencatat agenda rangkaian aktivitas Anda yang isinya memuat jawaban dari pertanyaan apa yang harus saya lakukan pada hari ini? Ini adalah proses pengambilan keputusan yang tidak hanya berkaitan dengan pelaksanaan tugas sehari-hari yang bersifat rutin tetapi di dalamnya terkandung proses perbaikan, mengacu pada data yang diperoleh berdasarkan hasil kegiatan instrumentasi (Checklist).
- Teknik Bercermin (mirroring technique). Anda mungkin punya idola atau mengagumi seseorang, baik tokoh dunia, tokoh nasional atau bahkan orang-orang di sekitar Anda, seperti: orang tua, teman sejawat, atau atasan Anda yang dianggap sukses. Anda bisa bercermin dan belajar dari mereka tentang bagaimana cara dan gaya mereka dalam menghadapi hidup dan tantangan hidup, termasuk dalam bekerja. Tidak ada salahnya jika Anda meniru mereka dan menjadikan mereka sebagai inspirasi bagi Anda dalam bekerja. Kendati demikian, dalam proses selanjutnya, Anda perlu mengembangkan cara dan gaya Anda sendiri yang paling sesuai dan Anda merasa nyaman melakukannya.
Sumber ; akhmadsudrajat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar