Minggu, 25 Desember 2016

Sistem Pendidikan Islami



Harus kita fahami dan yakini bahwa Islam bukan hanya suatu agama ruhiyah yang mengatur ibadah ritual belaka tapi merupakan suatu ideologi yang memiliki sistem aqidah dan syariat yang universal, mencakup seluruh aspek kehidupan dan mampu memecahkan segala problematika yang terjadi pada umat manusia. Allah menjelaskan dalam Surat An Nahl :89 bahwa Al Qur’an diturunkan untuk menjelaskan segala sesuatu, ini artinya tidak ada sesuatu pun kecuali ada aturan dan penjelasannya di dalam Islam, termasuk dalam hal pendidikan.
Masalah menuntut ilmu mendapat perhatian yang cukup besar dalam Islam karena pendidikan termasuk kebutuhan manusia yang paling mendasar, ilmulah yang menjadi ukuran kemuliaan manusia dibanding mahluk lain. Allah menjelaskan dalam Al Qur’an : “ Katakanlah (Muhammad) apakah sama orang-orang yang berpengetahuan dengan yang tidak (TQS. Az Aumar:9), atau dalam ayat lain : “ Allah mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (TQS. Al Mujadalah:11), dan diperkuat oleh sabda Rasulullah : “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap Muslim” (HR. Ibnu Adi dan Baihaqi ).
Keterangan-keterangan itu menegaskan bahwa menuntut ilmu adalah suatu kewajiban bagi seluruh kaum Muslimin  dan bukan untuk prestise belaka.
    Rasulullah telah mengajarkan hukum-hukum Islam kepada umat Islam secara keseluruhan tanpa membedakan martabat, usia maupun jenis kelamin. Imam Bukhori mengungkapkan “ Pengajaran Nabi SAW kepada umatnya, baik laki-laki maupun wanita tentang apa-apa yang telah diajarkan oleh Allah SWT kepada beliau bukanlah hasil dari suatu pendapat ataupun tiruan”.
    Perhatian yang diberikan oleh Rasulullah tidak hanya dalam ilmu agama tapi beliau pun telah mengizinkan untuk mempelajari ilmu pengetahuan yang bersifat umum, seperti ilmu teknik, enginering, pertanian, kedokteran dan sebagainya. Beliau pernah menyuruh dua orang shahabat ke Yaman untuk mempelajari teknik pembuatan senjata mutakhir saat itu yaitu dabbabah (sejenis tank). Beliau juga menganjurkan kaum wanita untuk mempelajari ilmu tenun, menulis dan merawat orang sakit (pengobatan) sebagaimana Asy Syifa’ bintii Abdullah yang diperintahkan untuk mengajari Hafshah menulis dan ilmu pengobatan. Selain itu beliau memerintahkan kepada para orang tua untuk mengajarkan anak-anaknya berenang, memanah, dan mengendarai kuda, yang diteruskan pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khathab (Tarbiyatul Aulad fil Islam : Abdullah Alwan).          
    Semua itu menunjukkan dibolehkannya mempelajari ilmu pengetahuan umum, bahkan termasuk fardhu kifayah bila sangat dibutuhkan oleh umat. Akan tetapi untuk mempelajari ilmu-ilmu tersebut disyaratkan agar mempelajari pengetahuan tentang Islam lebih dulu sebagai landasan karena Islam mengajarkan, ketika kaum Muslimin melakukan suatu aktivias adalah dalam kerangka ibadah kepada Allah sehingga tidak melanggar aturan yang telah ditetapkan-Nya.
    Secara pasti Islam menjadikan tujuan pendidikan adalah untuk melahirkan manusia-manusia yang berkepribadian Islam (berpola fikir dan berjiwa Islami) dan membekalinya dengan pengetahuan yang berkaitan dengan kehidupan (Nidzamul Islam: An Nabhaniy), sehingga metoda penyampaian pelajaran dirancang untuk menunjang tercapainya tujuan tersebut. Dengan demikian pendidikan dalam Islam tidak hanya bersifat ‘transfer of knowledge’ saja tanpa melihat pengaruh terhadap sikap dan tingkah lakunya.
    Untuk mencapai tujuan yang dimaksud, maka kurikulum yang merupakan dasar dari pendidikan haruslah mendapat perhatian yang serius dan pemikiran yang mendalam. Aqidah Islam adalah satu-satunya asas bagi kurikulum pendidikan, sehingga tidak dibenarkan memasukkan ajaran di luar kurikulum tersebut. Ajaran tentang tauhid dan syari’at Islam sebagai nidzamul hayat (aturan kehidupan) merupakan porsi utama yang diberikan sejak tingkat dasar, sedangkan ilmu-ilmu yang bermuatan ideologi asing baru diajarkan pada tingkat perguruan tinggi setelah Islam dipelajari secara utuh, itupun bukan untuk dilaksanakan, tapi untuk dikenali kerusakan dan kekeliruannya untuk selanjutnya dibantah. Sistem seperti itu tidak akan memberikan kesempatan kepada tsaqofah asing untuk meracuni pemikiran kaum Muslimin. Di perguruan tinggi pula akan dibuka berbagai jurusan, baik dalam cabang ilmu keislaman maupun ilmu-ilmu umum. Untuk ilmu terapan seperti teknik dan sejenisnya diajarkan sesuai kebutuhan dan tidak terikat oleh jenjang pendidikan tertentu.
    Bahasa yang digunakan sebagai pengantar pendidikan adalah bahasa Arab sehingga setiap Muslim harus mempelajarinya, bahkan Imam Syafii dalam kitab Ar Risalah fi Ilmi Ushul menyatakan “Allah SWT mewajibkan seluruh umat untuk mempelajari lisan Arab dengan tekun dan bersungguh-sungguh agar dapat memahami kandungan Al Qur’an dan untuk beribadah”.
Sistem pendidikan seperti ini akan menghasilkan intelektual yang tidak hanya ahli di bidangnya tapi juga faqih fiddiin dan berkepribadian Islam, tidak akan muncul pemisahan yang berarti antara ilmu agama dan duniawi sehingga akan terwujudlah suatu masyarakat Islam yang paripurna.
Selain menjadi kewajiban, pendidikan juga merupakan hak setiap warga negara dalam Daulah Islam-termasuk kafir dzimmy, maka pemerintah/khalifah harus memenuhi hak tersebut dan mewajibkan kemudahannya, yaitu dengan menekan biaya sekecil mungkin, bahkan kalau bisa bebas biaya karena negara adalah fihak yang paling bertanggung jawab mengurus kebutuhan rakyatnya. Rasulullah bersabda : “ Dan seorang imam adalah penggembala/pemimpin dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya.”(HR. Ahmad Syaikhan, Tirmidzi, Abu Dawud dari Ibnu Umar).
Rasulullah SAW-sebagai kepala negara-telah membuat strategi pendidikan dan mendorong kaum muslimin menuntut ilmu secara gratis. Pada awal pemerintahan Islam di Madinah beliau mewajibkan setiap tahanan perang Badar untuk mengajar 10 orang kaum Muslimin sebagai tebusannya. Dari sini dapat ditarik hukum bahwa biaya pendidikan dan pengajaran yang merupakan hak jamaah ditanggung oleh negara. Hal itu dilanjutkan oleh khalifah-khalifah sesudahnya yang memberi gaji kepada para pengajar dari baitul mal dengan jumlah tertentu, seperti Khalifah Umar bin Khathab yang memberi gaji 15 dinar (
± 63.75 gram emas) setiap bulan.
Negara juga berkewajiban untuk menyediakan segala sarana dan prasarana pendidikan, seperti perpustakaan, laboratorium, toko buku, media massa dsb. Kendatipun demikian, pihak swasta juga diperkenankan untuk menyediakan sarana pendidikan. Betapa banyak para ulama dari kaum Muslimin terdahulu yang berlomba-lomba membuka madrasah yang banyak dikunjungi para pelajar. Kesempatan ini tidak berlaku bagi orang asing yang bukan warga negara Islam. mereka dilarang membuka lembaga pendidikan, agar kemurnian aqidah, peradaban dan kebudayaan Islam tetap terjaga.
Khatimah
Sistem pendidikan Islam yang telah dijalankan selama berabad-abad sejak masa Rasulullah dan masa-masa khalifah sesudahnya terutama masa Khulafaur Rasyidin dan Khulafa  al Abbasiyah menjadi kunci keberhasilan yang menghantarkan kejayaan kaum Muslimin, menjadi pusat sains dan teknologi dunia.
Sesungguhnya masalah pendidikan hanyalah salah satu dari sekian banyak problematika umat sekarang, dan Islam telah memberikan jawaban yang begitu terperinci dan tuntas, namun bisakah sistem pendidikan yang telah teruji kehandalannya ini dapat diterapkan tanpa sistem Islami yang mendasarkan aturan kehidupap hanya kepada islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar