A.
Sistem Organisasi Sosial Suku Baduy
Masyarakat Baduy mengenal dua sistem
pemerintahan, yaitu sistem nasional, yang mengikuti aturan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, dan sistem adat yang mengikuti adat istiadat yang dipercaya
masyarakat. Kedua sistem tersebut digabung atau diakulturasikan sedemikian rupa
sehingga tidak terjadi perbenturan. Secara nasional penduduk Baduy dipimpin
oleh kepala desa yang disebut sebagai Jaro pamarentah, yang ada di bawah
camat, sedangkan secara adat tunduk pada pimpinan adat Kanekes yang
tertinggi, yaitu Pu’un.
Pelaksana sehari-hari pemerintahan adat
kapuunan (kepuunan) dilaksanakan oleh Jaro, yang dibagi ke dalam empat jabatan,
yaitu jaro tangtu, jaro dangka, jaro tanggungan, dan jaro pamarentah. Jaro
tangtu bertanggung jawab pada pelaksanaan hukum adat pada warga tangtu
dan berbagai macam urusan lainnya. Jaro tangtu adalah satu-satunya warga
suku Baduy
yang memiliki kewenangan bertemu Pu’un.
Jaro
dangka, bertugas menjaga, mengurus, dan memelihara tanah titipan leluhur
yang ada di dalam dan di luar Kanekes. Jaro dangka berjumlah 9 orang, yang
apabila ditambah dengan 3 orang jaro tangtu disebut sebagai jaro duabelas.
Pimpinan dari jaro duabelas ini disebut sebagai jaro tanggungan. Adapun jaro
pamarentah secara adat bertugas sebagai penghubung antara masyarakat adat
Kanekes dengan pemerintah nasional, yang dalam tugasnya dibantu oleh pangiwa,
carik, dan kokolot lembur atau tetua kampung. Masyarakat Baduy sejak dahulu
memang selalu berpegang teguh kepada seluruh ketentuan maupun aturan-aturan
yang telah ditetapkan oleh Pu’un mereka. Kepatuhan kepada
ketentuan-ketentuan tersebut menjadi pegangan mutlak untuk menjalani kehidupan
bersama. Selain itu, didorong oleh keyakinan yang kuat, hampir keseluruhan
masyarakat Baduy Luar maupun Baduy Dalam tidak pernah ada yang menentang atau
menolak aturan yang diterapkan sang Pu’un.
Walaupun
demikian ada sedikit warga yang kadang tidak menaati peraturan atau cecok
dengan warga Baduy lain. Dr. Nasikun mengatakan bahwa konflik pada
hakikatnya merupakan suatu gejala sosial yang melekat di dalam kehidupan setiap
masyarakat
masyarakat
Baduy sendiri disesuaikan dengan kategori pelanggaran, yang terdiri atas
pelanggaran berat dan pelanggaran ringan. Hukuman ringan biasanya dalam bentuk
pemanggilan si pelanggar oleh Pu’un
untuk
diberikan peringatan. Yang termasuk ke dalam jenis pelanggaran ringan antara
lain cekcok atau beradu mulut antara dua atau lebih warga Baduy. Sedangkan
hukuman berat diperuntukkan bagi mereka yang melakukan pelanggaran berat. Pelaku
pelanggaran yang mendapatkan hukuman ini dipanggil oleh Jaro setempat dan
diberi peringatan. Menariknya, yang namanya hukuman berat disini adalah jika
ada seseorang warga yang sampai mengeluarkan darah setetes pun sudah dianggap
berat. Selain itu berzinah dan berpakaian ala orang kota juga termasuk
pelanggaran berat. Banyak larangan yang diatur dalam hukum adat Baduy, di
antaranya tidak boleh bersekolah, dilarang memelihara ternak berkaki
empat, tidak dibenarkan bepergian dengan naik kendaraan, dilarang memanfaatkan alat
eletronik, dilarang memiliki alat rumah tangga mewah dan beristri lebih dari
satu.
B.
Sistem Religi Suku Baduy
yang merupakan suku tradisional di
Provinsi Banten hampir mayoritasnya mengakui kepercayaan sunda wiwitan. Yang
mana
kepercayaan ini meyakini akan adanya Allah sebagai
“Guriang Mangtua”
atau disebut
pencipta alam semesta dan melaksanakan kehidupan sesuai ajaran Nabi Adam
sebagai leluhur yang mewarisi kepercayaan turunan ini.
Kepercayaan sunda wiwitan berorientasi pada bagaimana menjalani kehidupan yang mengandung ibadah dalam berperilaku,
pola kehidupan sehari-hari, langkah dan
ucapan, dengan melalui hidup yang mengagungkan
kesederhanaan (tidak bermewah-mewahan)
C.
Bahasa
Bahasa yang mereka gunakan adalah Bahasa Sunda dialek
Sunda Banten. Untuk berkomunikasi dengan penduduk luar mereka lancar
menggunakan Bahasa Indonesia, walaupun mereka tidak mendapatkan pengetahuan
tersebut dari sekolah. Orang Baduy Dalam tidak mengenal budaya tulis, sehingga
adat istiadat, kepercayaan/agama, dan cerita nenek moyang hanya tersimpan di
dalam tuturan lisan saja. D. Mata Pencaharian Mata pencarian masyarakat Baduy
yang paling utama adalah bercocok tanam padi huma dan berkebun serta
membuat kerajinan koja atau tas dari kulit kayu, mengolah gula aren, tenun dan
sebagian kecil telah mengenal berdagang. Selain itu mereka juga mendapatkan
penghasilan tambahan dari menjual buah-buahan yang mereka dapatkan di
hutan sepert durian dan asam keranji serta
madu hutan. Kehidupan orang Baduy berpenghasilan dari pertanian, dimulai
pada bulan keempat kalender Baduy yang dimulai dengan kegiatan nyacar yakni
membersihkan semua belukar untuk menyiapkan ladang.
D.
Teknologi
Peralatan dan teknologi kehidupan
orang Baduy berpusat pada daur pertanian yang diolah dengan menggunakan
peralatan yang masih sangat sederhana. Dalam adapt Baduy terutama Baduy Dalam,
masyarakat tidak boleh menggunakan peralatan yang sudah modern. Mereka mengandalkan
peralatan yang masih sangat primitive seperti bedog, kampak, cangkul, dan
lain-lain. F. Pakaian Malcolm Bernard mengatakan pakaian atau fashion digunakan
untuk menunjukkan atau mendefinisikan peran sosial yang dimiliki seseorang.
Perbedaan antara Baduy Dalam dan Baduy Luar dapat dilihat dari cara busananya
berdasarkan status sosial, tingkat umur maupun fungsinya. Perbedaan busana
didasarkan pada jenis kelamin dan tingkat kepatuhan pada adat saja, yaitu Baduy
Dalam dan Baduy Luar. Untuk Baduy Dalam, para pria memakai baju lengan panjang
yang disebut jamang sangsang, serba putih polos itu dapat mengandung
makna suci bersih karena cara memakainya hanya disangsangkan atau
dilekatkan di badan. Bahan dasarnya harus terbuat dari benang kapas asli
yang ditenun. Bagi suku Baduy Luar, busana yang mereka pakai adalah baju
kampret berwarna hitam. Ikat kepalanya juga berwarna biru tua dengan
corak batik. Desain bajunya terbelah dua sampai ke bawah, seperti baju
yang biasa dipakai khalayak ramai. Sedangkan potongan bajunya mengunakan
kantong, kancing dan bahan dasarnya tidak diharuskan dari benang kapas murni.
Perbedaan suku Baduy Dalam dan Baduy
Luar
Sistem pelapisan sosial yang terdapat pada
setiap masyarakat di dunia ini timbul karena di dalam masyarakat itu terdapat
perbedaan status atau tingkat sosial yang dimiliki oleh setiap individu. Pada
suku Baduy dikenal dua pelapisan sosial, yaitu Baduy Dalam dan Baduy Luar.
Baduy Dalam Kanekes Tangtu ( Baduy Dalam ) adalah
bagian dari keseluruhan orang Kanekes. Tidak seperti Kanekes Luar, warga
Kanekes Dalam masih memegang teguh adat istiadat nenek moyang mereka.Sebagian
peraturan yang dianut oleh suku Kanekes Dalam antara lain:
1. Tidak diperkenankan menggunakan kendaraan untuk
sarana transportasi
2. Tidak diperkenankan menggunakan alas kaki
3. Pintu rumah harus menghadap ke utara/selatan
(kecuali rumah sang Pu'un atau ketua adat)
4. Larangan
menggunakan alat elektronik (samasekali tak tersentuh teknologi) 5. Menggunakan
kain berwarna hitam/putih sebagai pakaian yang ditenun dan dijahit sendiri
serta tidak diperbolehkan menggunakan pakaian modern. B. Baduy Luar Kanekes
Panamping (Baduy Luar), yang tinggal di berbagai kampung yang tersebar
mengelilingi wilayah Kanekes Dalam, seperti Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot,
Gajeboh, Cisagu, dan lain sebagainya. Masyarakat Kanekes Luar berciri khas
mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna hitam. Kanekes Luar merupakan
orang-orang yang telah keluar dari adat dan wilayah Kanekes Dalam. Ada beberapa
hal yang menyebabkan dikeluarkannya warga Kanekes Dalam ke Kanekes Luar:
1. Mereka telah melanggar adat masyarakat
Kanekes Dalam
2. Berkeinginan untuk keluar dari Kanekes
Dalam
3. Menikah dengan anggota Kanekes Luar
Ciri-ciri
masyarakat orang Kanekes Luar:
1.
Mereka telah mengenal teknologi, seperti peralatan
elektronik, meskipun penggunaannya tetap merupakan larangan untuk setiap warga
Kanekes, termasuk warga Kanekes Luar. Mereka menggunakan peralatan tersebut
dengan cara sembunyi- sembunyi agar tidak ketahuan pengawas dari Kanekes Dalam.
Dalam hal ini konsep HAM tidak tercetus sebagai suatu konsep mandiri dengan
definisi yang jelas, karena masing-masing anggota kelompok berpandangan, bersikap,
dan berperilaku sesuai dengan kedudukan dan posisinya dalam struktur adat yang
sudah mapan. 2.
2.
Proses
pembangunan rumah penduduk Kanekes Luar telah menggunakan alat-alat bantu,
seperti gergaji, palu, paku, dll, yang sebelumnya dilarang oleh adat Kanekes
Dalam.
3.
Menggunakan pakaian
adat dengan warna hitam atau biru tua (untuk laki-laki), yang menandakan bahwa
mereka tidak suci. Kadang menggunakan pakaian modern seperti kaos oblong dan
celana jeans.
4.
Menggunakan peralatan
rumah tangga modern, seperti kasur, bantal, piring & gelas kaca &
plastik.
5.
Mereka tinggal
di luar wilayah Kanekes Dalam
Pernikahan adat Baduy
Di dalam
proses pernikahan yang dilakukan oleh masyarakat Baduy hampir serupa dengan
masyarakat lainnya. Namun, pasangan yang akan menikah selalu dijodohkan dan
tidak ada yang namanya pacaran. Orang tua laki-laki akan bersilaturahmi
kepada orang tua perempuan dan memperkenalkan kedua anak mereka
masing-masing. Setelah mendapatkan kesepakatan, kemudian dilanjutkan dengan
proses 3 kali pelamaran. Tahap pertama, orang tua laki-laki harus melapor ke
Jaro (Kepala Kampung) dengan membawa daun sirih, buah pinang dan gambir
secukupnya. Thomas Wiyasa Bratawidjaja dalam bukunya mengatakan bahwa
perkawinan dalam suku Baduy tidak perlu
melapor ke
pihak berwajib, hal ini sudah berlaku sejak zaman pemerintahan Belanda.
Tahap kedua, selain membawa sirih, pinang, dan gambir, pelamaran kali ini
dilengkapi dengan cincin yang terbuat dari baja putih sebagai mas
kawinnya. Tahap ketiga, mempersiapkan alat-alat kebutuhan rumah tangga, baju
serta seserahan pernikahan untuk pihak perempuan. Pelaksanaan akad nikah
dan resepsi dilakukan di Balai Adat yang dipimpin langsung
oleh Pu’un
untuk mensahkan pernikahan
tersebut.
Uniknya, dalam ketentuan adat, Orang Baduy tidak mengenal poligami dan
perceraian. Mereka hanya diperbolehkan untuk menikah kembali jika salah satu
dari mereka telah meninggal. Jika setiap manusia melaksanakan hal tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar