Pendidikan
merupakan fenomena manusia yang fundamental, untuk meningkatkan mutu pendidikan
yang maksimal sesuai dengan yang diharapkan tidaklah semudah membalik telapak
tangan. Banyak masalah yang menjadi hambatan dalam proses pendidikan, oleh
karena itu diharapkan adanya dukungan kerjasama yang baik dari semua pihak dari
pihak sekolah, orang tua dan masyarakat. Meningkatkan mutu pendidikan adalah
menjadi tanggungjawab semua pihak yang terlibat dalam pendidikan dan yang
merupakan ujung tombak dalam pendidikan adalah seorang guru yang paling
berperan dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas yang dapat
bersaing di jaman pesatnya perkembangan teknologi.
Pendidikan
dalam lingkungan sekolah pada hakikatnya dimaksudkan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional, ditegaskan bahwa : Fungsi pendidikan nasional yaitu
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Dalam rangka mengimplementasikan fungsi dan tujuan pendidikan nasional
di atas, berbagai komponen pendidikan harus saling mendukung, antara lain :
guru, kurikulum, sumber belajar, dan media pembelajaran. Murid sebagai sasaran
pembelajaran, dituntut untuk meningkatkan kemampuan belajarnya sehingga dapat
memiliki prestasi belajar yang baik, diantaranya melaliu penggunaan media dalam
pembelajaran.
Pembelajaran
yang mengutamakan penguasaan kompetensi harus berpusat pada siswa, memberikan
pembelajaran dan pengalaman belajar yang relevan dan kontekstual dalam
kehidupan nyata dan mengembangkan mental yang kaya dan kuat pada siswa.
Disinilah guru dituntut untuk merancang kegiatan pembelajaran yang mampu
mengembangkan kompetensi, baik dalam ranah kognitif, ranah afektif maupun
psikomotorik siswa. Strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa dan
peciptaan suasana yang menyenangkan sangat diperlukan untuk meningkatkan
prestasi hasil belajar siswa. Guru menerapkan berbagai model pembelajaran yang
disesuaikan dengan kondisi riel di lingkungan sekolah diantaranya model
pembelajaran Interaktif yang merupakan suatu cara atau teknik pembelajaran yang
digunakan guru pada saat menyajikan bahan pelajaran dimana guru pemeran utama
dalam menciptakan situasi interaktif yang edukatif, yakni interaksi antara guru
dengan siswa, siswa dengan siswa dan dengan sumber pembelajaran dalam menunjang
tercapainya tujuan belajar. Proses belajar mengajar keterlibatan siswa harus
secara totalitas, artinya melibatkan pikiran, penglihatan, pendengaran dan
psikomotor (keterampilan, salah satunya sambil menulis). Dalam proses belajar
mengajar seorang guru harus mengajak siswa. Melalui pembelajaran interaktif
sering dikenal dengan nama pendekatan pertanyaan anak. Model ini dirancang agar
siswa akan bertanya dan kemudian menemukan jawaban pertanyaan mereka sendiri. Meskipun
anak-anak mengajukan pertanyaan dalam kegiatan bebas, pertanyaan-pertanyaan
tersebut akan terlalu melebar dan seringkali kabur sehingga kurang terfokus.
Guru perlu mengambil langkah khusus untuk mengumpulkan, memilah, dan mengubah
pertanyaan-pertanyaan tersebut ke dalam kegiatan khusus. Pembelajaran
interaktif merinci langkah-langkah ini dan menampilkan suatu struktur untuk
suatu pelajaran yang melibatkan pengumpulan dan pertimbangan terhadap
pertanyaan-pertanyaan siswa sebagai pusatnya. Guru adalah pendidik professional
yang mempunyai tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik atau siswa. Dalam konteks
pencapaian tujuan pendidikan karakter, Guru menjadi ujung tombak keberhasilan
tersebut.
Guru,
sebagai sosok yang digugu dan ditiru, mempunyai peran penting dalam aplikasi
pendidikan karakter di sekolah maupun di luar sekolah. Sebagai seorang
pendidik, guru menjadi sosok figur dalam pandangan anak, guru akan menjadi
patokan bagi sikap anak didik. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
diamanatkan bahwa seorang guru harus memiliki kompetensi kepribadian yang baik.
Kompetensi kepribadian tersebut menggambarkan sifat pribadi dari seorang guru.
Satu yang penting dimiliki oleh seorang guru dalam rangka pengambangan karakter
anak didik adalah guru harus mempunyai kepribadian yang baik dan terintegrasi
dan mempunyai mental yang sehat.image Profesi guru mempunyai 2 (dua) tugas
penting, yaitu mengajar dan mendidik. Kedua tugas tersebut selalu mengiringi
langkah sang guru baik pada saat menjalankan tugas maupun diluar tugas
(mengajar). Mengajar adalah tugas membantu dan melatih anak didik dalam
memahami sesuatu dan mengembangkan pengetahuan. Sedangkan mendidik adalah
mendorong dan membimbing anak didik agar maju menuju kedewasaan secara utuh.
Kedewasaan
yang mencakup kedewasaan intelektual, emosional, sosial, fisik, seni spiritual,
dan moral. Pendidikan karakter dewasa ini menjadi solusi alternatif bagi
perkembangan siswa mejadi insan ideal. Pendidikan karakter diarahkan untuk
menanamkan karakter bangsa secara menyeluruh, baik pengetahuan (kognitif),
nilai hidup (afektif), maupun tindakan terpuji (psikomotor). Tujuannya adalah
membentuk siswa supaya mereka mampu menjadi insan kamil. Pelaksanaan pendidikan
karakter diprioritaskan pada penanaman nilai-nilai transeden yang dipercayai
sebagai motor penggerak sejarah (Koesoema, 2007). Tujuannya adalah meningkatkan
mutu pendidikan yang menekankan kepada pembentukan karakter dan akhlak mulia
para siswa secara utuh dan seimbang sesuai dengan SKL yang ditentukan. Dengan
pendidikan karakter diharapkan lahir manusia Indonesia yang ideal seperti yang
dirumuskan dalam UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. UU
Sisdiknas tersebut menyatakan bahwa fungsi pendidikan Indonesia adalah
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sedangkan tujuan
pendidikan Indonesia adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Tujuan dan fungsi pendidikan nasional tersebut mengandung
makna secara substansi bahwa pendidikan kita diarahkan kepada pendidikan
berbasis pembangunan karakter.
Oleh karena
itu Pendidikan di sekolah harus diselenggarakan dengan sistematis sehingga bisa
melahirkan siswa yang kompetitif, bertika, bermoral, sopan santun dan
interaktif dengan masyarakat. Pendidikan tidak hanya difokuskan pada aspek
kognitif yang bersifat teknis, tetapi harus mampu menyentuh kemampuan soft
skill seperti aspek spiritual, emosional, social, fisik, dan seni. Yang lebih
utama adalah membantu anak-anak berkembang dan menguasai ilmu pengetahuan yang
diberikannya. Berdasarkan penelitian Harvard University AS (Sudrajat, 2010)
mengungkapkan bahwa kesuksesan seseorang (siswa) 80% ditentukan oleh kemampuan
mengelola diri (soft skill) dan 20% ditentukan oleh kemampuan teknis (hard
skill). Dalam konteks pendidikan karakter, pendidikan dilaksanakan untuk
mendidik siswa menjadi manusia ihsan, yang berbuat baik dengan tindakan yang
baik berdasarkan ketaqwaan kepada Tuhan semata. Dalam konsep ulul albab
(Rahmat, 2007), pendidikan bertujuan untuk mendorong siswa menjadi manusia
pembelajar, manusia aktif yaitu menyampaikan ilmu kepada orang lain, membeir
peringatan, dan untuk memperbaiki ketidakberesan di masyarakat. Presiden SBY
mengharapkan bahwa pendidikan karakter ini akan menciptakan manusia Indonesia
yang unggul dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Presiden SBY
mencanangkan 5 dasar yang menjadi tujuan Gerakan Nasional Pendidikan Karakter,
yaitu: 1. Manusia Indonesia harus bermoral, akhlak mulia dan berperilaku yang baik.
2. Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang cerdas dan rasional. 3. Bangsa
Indonesia menjadi bangsa yang inovatif, bergerak maju dan mau bekerja keras. 4.
Membangun semangat harus bisa 5. Menjadi patriot sejati yang mencitai bangsa,
Negara, dan tanah air Indonesia. Oleh karena itu, Konsep keteladanan dalam
pendidikan sangat penting dan bisa berpengaruh terhadap proses pendidikan,
khususnya dalam membentuk aspek moral, spiritual, dan etos sosial anak. Dalam
pandangan Islam, keteladanan merupakan metode pendidikan yang terbaik dan yang
paling membekas. (Mualiffah, 2009).
Prinsip
tersebut sejalan dengan metode pendidikan karakter di atas. Selain dengan
prinsip keteladanan, metode yang juga bisa diterapkan adalah metode dialog
partisipatif. Metode ini akan mampu menstimulus siswa untuk lebih kreatif,
kritis, mandiri, dan komunikatif. Sebagai pendidik, guru bisa menjadi mitra
siswa dalam berkembang maupun dalam menilai perkembangan siswa tersebut. Untuk
itu, guru harus terlebih dahulu mengenal siswa secara pribadi. Hal ini bisa
ditempuh dengan cara, pertama, guru harus mengenali dan memperhatikan
pengertian-pengertian yang dibawa siswa pada awal proses pembelajaran. Kedua,
guru harus mengetahui kemampuan, pendapat, dan pengalaman siswa. Ketiga,
pengenalan dan pemahaman konteks nyata para siswa sebagai dasar dalam
merumuskan tujuan, sasaran, metode, dan sarana pembelajaran. Menurut Q-Anees,
syarat utama bagi guru adalah guru harus mengetahui dan mempraktekkan karakter
yang hendak diajarkan kepada siswa. Syarat kedua adalah guru harus memahami dan
menguasai seluruh materi yang akan diajarkan. Peran Guru di Sekolah Di sekolah,
Pendidikan karakter dikaitkan dengan manajemen sekolah. Kepala sekolah dan guru
memegang peranan penting dalam merancang, merencanakan, melaksanakan, dan
mengontrol kegiatan di sekolah. Situasi ini bisa dijadikan sebagai potensi
untuk bisa merancang tujuan pendidikan jangka panjang di sekolah tersebut.
Sudah saatnya setiap satuan pendidikan di Indonesia melaksanakan pendidikan
karakter di sekolah masing-masing.
Guru harus
mampu mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam setiap mata pelajaran,
termasuk kegiatan ekstrakurikuler. Dengan demikian setiap satuan pendidikan
telah proaktif dalam proses internalisasi dan pengamalan nilai dan norma dalam
kehidupan nyata. Pendidikan karakter dikembangkan dan dilaksanakan di sekolah
dengan harapan mampu membentuk karakter ideal dalam diri siswa. Namun, sekolah
harus menyadari bahwa idealism tersebut akan terhalang oleh sifat bawaan
seseorang maupun lingkungan mereka. Berdasarkan prinsip dasar pendidikan
karakter, siswa adalah manusia atau makhluk yang dipengaruhi oleh sumber
kebenaran dari dalam diri (intern) dan dorongan dari luar yang mempengaruhinya
(Q-anees, 2009). Oleh karena itu, pengembangan dan implementasi pendidikan
karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada grand design yang merupakan
konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan
sosial-kultural, meliputi Olah Hati (Spiritual and emotional development), Olah
Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and
kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity
development) (Sudrajat, 2010). Kurikulum yang mulai diberlakukan di sekolah
bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang kompeten dan cerdas sehingga dapat
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Hal ini hanya dapat
tercapai apabila proses pembelajaran yang berlangsung mampu mengembangkan
seluruh potensi yang dimiliki siswa, dan siswa terlibat langsung dalam pembelajaran.
Untuk itu guru perlu meningkatkan mutu pembelajarannya, dimulai dengan
rancangan pembelajaran yang baik dengan memperhatikan tujuan, karakteristik
siswa, materi yang diajarkan, dan sumber belajar yang tersedia. Kenyataannya
masih banyak ditemui proses pembelajaran yang kurang berkualitas, tidak efisien
dan kurang mempunyai daya tarik, bahkan cenderung membosankan, sehingga hasil
belajar yang dicapai tidak optimal. Tahap awalnya dimulai dari proses
penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Disinilah peran guru
diperlukan. Kepala sekolah dan guru harus mampu menentukan visi dan misi
sekolah yang diarahkan untuk membentuk manusia yang utuh. Penentuan visi dan
misi sekolah harus terpola dengan baik sehingga mampu mendeskripsikan hasil
pembelajaran secara utuh. Visi dan misi tersebut diimplementasikan dalam
perumusan tujuan sekolah, baik tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun
jangka panjang.
Hal ini
sejalan dengan Anzizhan (2004) yang menyatakan bahwa pengambilan keputusan pada
kegaitan perencanaan dimulai dengan penentuan visi, misi, strategi, tujuan
dalam sasaran strategic. Oleh karena itu, kepala sekolah harus mampu membentuk
struktrur organisasi dengan job description yang jelas dan terarah antar
personil yang ada. Q-Anees mengutip pendapat Doni A Koesoma, ada lima metode
pendidikan karakter yang diterapkan di sekolah, yaitu: 1. Mengajarkan, yakni
mengajar dengan melibatkan siswa. Dengan kata lain, pembelajaran yang
dilaksanakan tidak bersifat monolog. 2. Keteladanan, baik dari guru maupun dari
seluruh warga sekolah. 3. Menentukan prioritas. 4. Praksis prioritas, yaitu
melakukan verifikasi sejauh mana realisasi terhadap prioritas yang ditentukan.
5. Refleksi. Akhirnya, dengan diterapkannya sistem pendidikan yang ideal maka
bangsa Indonesia ini akan terbentuk menjadi sebuah bangsa yang besar. Bangsa
yang mampu menterjemahkan sebuah perbedaan menjadi rahmat. Selain itu,
sinergitas antara idealisme sistem pendidikan dengan profesionalitas guru akan
mampu menelorkan siswa-siswa yang ideal pula, yakni menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis
serta bertanggung jawab. Sehingga ke depan, tidak ada lagi pelaku-pelaku bom
bunuh diri yang dilakukan oleh para pemuda belia. Dengan kata lain, pendidikan
yang ideal akan mengikis akar-akar terorisme yang ada di Indonesia.
Sumber ; Ashari, Kompasiana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar