Minggu, 25 Desember 2016

Hakikat Ingatan dan Jenis Ingatan



A.    INGATAN
1.      Hakekat Ingatan
Segala macam belajar melibatkan ingatan. Jika kita tidak dapat mengingat apapun mengenai pengalaman kita, kita tidak akan dapat belajar apa-apa. Kehidupan hanya akan merupakan pengalaman sementara yang sedikit berkaitan antar satu dengan yang lain. Kita bahkan tidak dapat melakukan walau percakapan yang paling sederhana sekalipun. Untuk berkomunikasi kita harus mengingat pikiran yang akan kita ungkapkan dan pikiran yang baru disampaikan kepada kita. Tanpa ingatan kita tidak dapat merefleksikan diri kita sendiri, karena pemahaman diri tergantung pada suatu kesadaran yang berkesinambungan yang hanya dapat terlaksana (Atkinson, dkk. 1983).
Kenapa kita mesti memahami dan mengetahui tentang ingatan? Cicarelli & Meyer dalam bukunya Pycchology menyatakan “without memory, how would we be able to learn anything? The ability to learn is the key to our very survival, and we cannot learn unless we can remember what happened the last time a particular situation arose.” Tanpa memori bagaimana bisa kita mempelajari sesuatu? Kemampuan untuk belajar merupakan kunci untuk kelangsungan hidup kita, dan kita tidak bisa belajar kecuali kita bisa mengingat apa yang terjadi diwaktu terakhir ketika situasi itu muncul kembali. Jadi kemampuan mengingat merupakan sumber belajar kita, yang dengannya kita bisa survival dalam hidup kita.
Apa sebenarnya ingatan (memori) itu? Menurut Cicarelli & Meyer, 2006), memberikan definisi tentang ingatan (memori) yaitu “memory is an active system that receives in information from the senses, organizes and alters it as it stores it away, and then retrieves the information from storage”. Memori (ingatan) merupakan sistem aktif yang menerima informasi dan indera, mengatur, mengubah dn menyimpan, dan kemudian mengambil informasi dari penyimpanan.
Davidof (1981) menyatakan bahwa kata ingatan sebenernya merupakan, kata yang dipergunakan oleh psikolog untuk menggambarkan proses dan struktur yang terlibat dalam cara kita menyimpan ataupun mengambil informasi dari penyimpanan ingatan kita.
Suryabrata (1989) menjelaskan bahwa ingatan merupakan kecakapan untuk menerima, menyimpan dan memproduksi kesan-kesan.
Sementara S. Lee (1951) mengartikan, bahwa ingatan (memori) adalah has to do with storage and the ability to retrieve this information. Bahwa ingatan merupakan hal yang terkait dengan penyimpanan dan kemampuan untuk mengulang kembali informasi.
Jadi bisa dipahami bahwa ingatan merupakan proses yang terkait dengan tiga hal yaitu; menerima informasi, mengolah, mengubah serta menyimpannya, kemudian memproses untuk mengingat kembali jika dibutuhkan pada waktunya.
2.      Tahapan Ingatan
Para ahli psikologi mempunyai pandangan yang sama tentang proses ingatan. Cicarelli & Meyer (1006), Atkinson, dkk (1983), Davidof (1981), dan lainnya dalam buku mereka tentang psychology membagi tahapan informasi kedalam tiga tahapan yaitu, tahapan encoding, tahapan storage, tahapan retrieval.
Pertama, tahap encoding diartikan sebagai tahap pengubahan serta pengkodean informasi yang telah diterima oleh indera. Cicarelli & Meyer (2006), menyatakan bahwa Encoding is the set of mental operations that people perform on sensory information to convert that information into a form that is usable the brain’s storage. Encoding merupakan seperangkat proses mental yang dilakukan orang pada sensor informasi untuk mengkonversi tersebut menjadi bentuk informasi yang dapat digunakan dalam otak penyimpanan.
Contohnya, ketika anda diperkenalkan dengan sesuatu cara anda memasukkan suatu nama orang atau nama lainnya seperti misalnya nama orang yaitu Malika ke dalam ingatan. Ini adalah tahapan ‘Encoding’. Anda mengubah fenomena fisik (gelombang-gelombang suara) yang sesuai nama yang diucapkan kedalam kode yang diterima ingatan dan anda menempatkan kode tersebut dalam ingatan.
Kedua, tahap storage merupakan the next step in memory is to hold on to the information for sme periode of time (Cicarelli & Meyer (2006)). Tahapan ini merupakan tahapan untuk menyimpan informasi dalam beberapa saat.
Contohnya, anda mempertahankan atau menyimpan nama itu selama waktu antara kedua pertemuan tadi.
Ketiga, tahapan retrieval. Ini merupakan tahap yang terakhir. Retrieval dipahami sebagai tahapan untuk mengingat kembali (retrieval stage) informasi yang sudah ada (Davidof, 1981). Cicarelli & Meyer (2006) menyatakan bahwa tahap yang ketiga ini merupakan tahap yang menjadi problem besar banyak orang.
Contohnya, anda dapat mendapatkan kembali nama itu dari penyimpanan pada waktu pertemuan kedua. Ini adalah tahapan mengingat kembali (retrieval stage).
Secara jelas bisa dipahami juga dari gambar dibawah :


 


                                                                  
                                                                    Gambar 1  
Tiga tahapan  ingatan (Davidof, 1981; terjemahan Dharma).
Ingatan dapat gagal pada salah satu dari ketiga tahapan tersebut. Jika anda tidak dapat mengingat nama Malika pada pertemuan kedua, dalam hal ini mencerminkan adanya kegagalan dalam tahapan pemasukan pesan, penyimpanan atau pengingatan kembali.
3.      Jenis Ingatan
Ada dua jenis ingatan (memory) yang sudah dipahami yaitu, pertama ingatan jangka pendek (short-term memory) dan kedua, ingatan jangka panjang (long term memory). Sebelum memahami jenis ingatan ini kita mesti tahu dahulu bagaimana informasi pertama kali masuk kedalam ingatan kita.

Informasi yang datang pada indera kita pertama kali akan masuk melalui sensory memory (ingatan sensorik) atau penyimpanan sensorik. Ingatan sensorik adalah (senosry memory) adalah langkah pertama dari memori, ini awal atau titik dimana informasi masuk melalui sistem sensorik (Cicarelli & Meyer 2006).
a.       Ingatan Jangka Pendek (Short-Term Memory)
Ingatan jangka pendek (Short-Term Memory) secara kasar dapat disamakan dengan kesadaran. Artinya, apa yang kita sadari pada suatu waktu, dikatakan terdapat pada memori-jangka pendek kita. Memori ini disebut ‘jangka pendek’, sebab informasi keluar dari ingatan jangka pendek dalam waktu kira-kira 10 detik, kecuali kalau informasi itu diulang-ulang.
Cicarelli & Meyer (1006) menyatakan bahwa setiap informasi yang pindah dari ingatan sensorik (sensory memory) ke penyimpanan selanjutnya disebut dengan ingatan-jangka pendek. Lebih lanjut beliau menyatakan ingatan jangka pendek merupakan sistem ingatan dimana informasi diselenggarakan untuk periode singkat ketika sedang digunakan.
Untuk memudahkan memahami ingatan jangka pendek, ini adalah salah satu contoh memahami ingatan jangka pendek. Anda diperkenalkan oleh teman Anda dengan seorang yang bernama Ahmad. Saat nama Ahmad disebut, kemudian datanglah teman Anda yang bernama Andi. Anda langsung berkata “Andi, kamu kenal dengan Ahmad?”
b.      Ingatan Jangka Panjang (Long-Term Memory)
Atkinson & Hilgard (1987), menjelaskan bahwa, ingatan jangka panjang meliputi informasi yang telah disimpan dalam ingatan dengan rentang waktu beberapa menit atau sepanjang hidup.
Informasi yang sudah masuk kedalam ingatan jangka panjang sebenarnya sudah tetap, dan informasi itu ada dalam ingatan. Akan tetapi di lain waktu saat informasi itu dibutuhkan kadang lupa (lupa akan dibahas secara khusus). Menurut Atkinson & Hilgard (1987), ingatan yang lemah dapat mencerminkan kegagalan pengingatan (pemanggilan) kembali dan bukan merupakan kegagalan penyimpanan informasi. Sebagai contoh, mungkin anda pernah bertemu dengan seseorang, tetapi anda lupa namanya. Setelah merenung sambil berjalan kemudian anda ingat kembali.
B.     DEFINISI, FAKTOR PENYEBAB LUPA DAN KIAT MENGURANGINYA
1.      Hakekat Lupa
Sebenarnya lupa sudah merupakan fitrah. Dalam bahasa Arab padanan kata “manusia” salah satunya adalah “Al-Insan”. Al-Insan dalam lisan Al-Arab diambil dari tiga akar kata, salah satunya adalah “nasiya” yang diartikan dengan lupa. Maka pada dasarnya manusia merupakan makhluk yang lupa. Akan tetapi kita tidak selalu bisa berlindung dibalik kata itu.
Lupa (forgetting) ialah hilangnya kemampuan untuk menyebut atau memproduksi kembali apa-apa yang sebelumnya telah kita pelajari. Dalam kajian psikologi lupa bukanlah hilangnya informasi dalam kotak penyimpanan kita. Akan tetapi adanya kesulitan dalam memanggil kembali informasi itu.
2.      Faktor Penyebab Lupa
Banyak faktor yang dapat menyebabkan lupa, dikemukakan oleh beberapa ahli :
a.       Organsasi
Lupa dapat terjadi karena faktor organisasi. Lupa bisa terjadi karena ketidakmampuan dalam mengorganisasi informasi yang ada. Semakin baik pengorganisasian materi yang kita simpan semakin mudah mengingatnya kembali. Misalnya, kita berada dalam suatu pertemuan dengan para ahli dari berbagai bidang yaitu dokter, ahli hukum, guru dan wartawan. Jika kemudian kita mencoba mengingat nama mereka kita akan lebih berhasil jika kita mengorganisasi ingatan dengan menggolongkannya dalam profesi. Siapa saja dokter yang ditemui siapa ahli hukumnya? Dan sebagainya. Daftar nama atau kata jauh lebih mudah untuk diingat jika kata-kata itu kita masukkan dalam kategori dan kemudian mengingat kata-kata itu berdasarkan kategori (Atkinson & Hilgard, 1987).
b.      Konteks
Lupa terjadi karena konteks; ingatan sebagian tergantung pada keadaan internal selama masa belajar. Terdapat banyak penelitian mengenai belajar yang tergantung pada keadaan dan meskipun buktinya bersifat kontroversial, tetap menunjukkan bahwa ingatan memang bertambah baik jika keadaan internal kita sewaktu pengingatan kembali sesuai dengan keadaan pada waktu menyusun informasi dalam ingatan (Atkinson & Hilgard, 1987; Eich, dkk. 1975).
Senada dengan ini, dalam konteks pembelajaran Anderson (Syah, 2010) menytakan bahwa lupa dapat terjadi pada siswa karena perubahan situasi lingkungan antara waktu belajar dengan waktu mengingat kembali. Jika seorang siswa hanya mengenal atau mempelajari jerapah atau kuda nil hanya lewat gambar-gambar yang ada disekolah misalnya, maka kemungkinan ia akan lupa menyebut nama-nama hewan tadi ketika melihatnya dikebun binatang.
c.       Interferensi
Interferensi bisa dipahami sebagai bercampurnya atau terganggunya beberapa item informasi dalam ingatan (memori). Atkinson & Hilgard memberikan contoh nyata tentang hal ini. Misalnya, jika kawan kita, ‘dan’, pindah rumah dan pada akhirnya kita dapat menghafal nomor telepon barunya, akan sulit bagi kita untuk mengingat kembali nomor teleponnya yang lama. Mengapa? Kita menggunakan isyarat “nomor telepon Dan” untuk mengingat kembali nomornya yang lama, tetapi yang terjadi isyarat ini mengaktifkan nomor baru yang mengganggu penemuan nomor lama.
Gangguan konflik antara item-item informasi atau materi yang ada dalam memori siswa. Gangguan konflik ini terbagi menjadi dua macam, yaitu: 1) Proactive interference; 2) retroactive interference. Disertai dengan berbagai pikiran yang tidak ada hubungannya, “saya akan gagal dalam ujian ini” atau “setiap orang yang akan tahu betapa bodohnya saya”. Pikiran ini kemudian mengganggu upaya mengingat kembali informasi yang relevan dalam pertanyaan itu, dan mungkin hal itulah yang menyebabkan mengapa ingatan gagal sama sekali. Menurut pandangan ini, secara tidak langsung kecemasan merupakan sebab gagalnya ingatan, tetapi kecemasan itu menyebabkan atau diasosiasikan dengan pikiran yang bukan-bukan dan pikiran inilah yang menyebabkan kegagalan ingatan dengan cara mengganggu pengingatan kembali (Holmes, 1975; Atkinson & Hilgard, 1987).
d.      Represi
Repsesi atau tekanan dapat dikenal dengan repression theori. Dalam teori ini dijelaskan bahwa lupa dapat terjadi pada seorang siswa karena adanya tekanan terhadap item yang telah ada, baik sengaja ataupun tidak. Penekanan ini terjadi karena beberapa kemungkinan:
1.      Karena item informasi (berupa pengetahuan, tanggapan, kesan, dan sebagainya) yang diterima siswa kurang menyenangkan, sehingga ia dengan sengaja menekannya hingga kealam ketidaksadarannya.
2.      Karena item informasi yang baru secara otomatis menekan item informasi yang telah ada, jadi sama dengan fenomena retroaktif.
3.      Karena item informasi yang akan direproduksi (diingat kembali) itu tertekan ke alam bawah sadar sendirinya lantaran tidak pernah digunakan.
Sebagai tambahan istilah “alam ketidaksadaraan” dan “alam bawah sadar” seperti disebutkan diatas merupakan gagasan simun Freud (baca: sigmen froid), bapak psikologi analisis yang banyak mendapatkan tantangan, baik dari lawan maupun kawannya.
e.       Kesalahan Dalam Pengkodean (encoding Failure)
Salah satu penyebab kenapa orang bisa lupa, menurut Cicarelli & Meyer dalam bukunya pychology adalah encoding failure, yaitu kesalahan dalam pengodean informasi, atau informasi itu belum mendapatkan tepat atau kode saat itu infoormasi itu masuk. Misalnya, temanmu berdiri diluar pintu dan telah mengatakan sesuatu kepadamu, dan kamu telah mendengarkannya. Akan tetapi kamu tidak memberikan perhatian kepada apa yang dia katakan. Maka informasi itu gagal masuk kedalam ingatan atau memori.
f.       Materi Tidak Pernah Dihafalkan
Menurut law of disuse (Hilgard & Brower 1975), lupa dapat terjadi karena materi pelajaran yang telah dikuasai tidak pernah digunakan atau dihafalkan siswa. Menurut asumsi sebagian ahli, materi yang diperlakukan demikian dengan sendirinya akan masuk ke alam bawah sadar atau mungkin juga bercampur aduk dengan materi pelajaran baru (Syah, 2010).
g.      Perubahan Sikap Dan Minat
Menurut Syah (2010), lupa bisa terjadi karena perubahan sikap dan minat siswa terhadap proses dan situasi belajar tertentu. Jadi meskipun seorang siswa telah mengikuti proses belajar-mengajar dengan tekun dan serius, tetapi karena sesuatu hal sikap dan minat siswa tersebut menjadi sebaliknya (seperti ketidaksenangan pada guru) maka materi pelajaran itu akan mudah terlupakan.
h.      Perubahan Urat Syaraf Otak
Lupa juga bisa terjadi karena perubahan urat syaraf otak. Misalnya, ketika ada yang keracunan, pengaruh alkohol, dan gegar otak akan kehilangan ingatan atas item informasi yang ada dalam memori permanennya (Syah, 1995).
3.      Cara Mengatasi Lupa
Sebenarnya untuk mengatasi lupa, pada prinsipnya bisa dilakukan dengan meminimalisir faktor yang menyebabkan lupa itu sendiri.
Dafidoff (1987) dalam bukunya Psikologi Suatu Pengantar terjemahan Mari Juniati, menjelaskan bahwa untuk meningkatkan daya ingat bisa melakukan beberapa hal sebagai berikut:
a.       Perhatian
Beberapa siswa atau mahasiswa bila sedang mempelajari sesuatu melakukannya sambil mendengar radio, atau berbicara dengan teman, atau mengkhayalkan liburan akhir pekannya. Mereka ini mempunyai asumsi bahwa belajar hanya memerlukan sedikit perhatian saja. Memasukkan informasi kedalam penyimpanan ingatan jangka panjang menuntut pemahaman akan makna dan harus menggunakan strategi pengolahan yang dalam. Orang tidak mungkin akan dapat mengerjakan sesuatu secara efisien bila dia tidak memberikan perhatiannya. Untuk dapat berhasil mempelajari satu hal yang rumit, maka para mahasiswa/siswa sebaiknya menggunakan segala daya dan tenaga untuk hal itu.

b.      Mnemonik
Mnemonik diistilahkan juga dengan muslihat memori, atau kiat khusus sebagai pengait untuk meningkatkan ingatan. Adapun bentuk yang sering digunakan adalah dalam mnemonik ini adalah:
Rhyme (sajak), merupakan teknik untuk menguatkan daya ingat. Materi pelajaran bisa diberikan dalam bentuk-bentuk sajak. Ketika sajak-sajak itu diulang-ulang maka lama kelamaan akan dikuasai oleh siswa.
Imagery (bayangan), yakni membayangkan sesuatu kedalam bentuk yang lain. Bisa kesamaan dalam karakter atau lainnya.
Recording (pemberian kode ulang), istilah ini juga disebutkan dengan “singkatan” memahami sesuatu dengan singkatan. Bila kita menginginkan agar item verbal yang belum punya makna dapat lebih bermakna, maka daya simpan terhadap kata tersebut akan lebih menetap. Misalnya, dalam menghafal warna dalam bahasa inggris disingkat dengan Roy G.Viv. red/merah, orange/jingga, yellow/kuning, green/hijau, blue/biru, indigo/ungu tua, violet/ungu muda. Atau contoh yang sering dipakai dalam menghafal nama-nama nabi, ANIM. Nabi Adam, Nuh, Isa, dan Nabi Muhammad.
Recording dibuat sedemikian rupa agar menarik sehingga meninggalkan kesan sendiri bagi siswa.
Bentuk teknik lain dari mnemonik adalah keyword system (sistem kata kunci). Kiat ini dikembangkan oleh Raugh dan Atkinson (Barlow, 1985; Syah, 2009). Sistem kata kunci ini biasanya direkayasa secara khusus untuk mempelajari kata dan istilah asing, dan konon cukup efektif untuk pengajaran bahasa asing, inggris misalnya. Langkah-langkahnya 1) kata-kata asing, 2) daftar kata bahasa lokal yang suka kata pertamanya memiliki suara/lafal yang mirip dengan kata yang dipelajari, dan 3) arti kata-kata tersebut. Misalnya Challenge/celeng/tantangan.


c.       Keterlibatan secara aktif
Banyak sekali yang beranggapan bahwa dengan membaca bahan pelajaran satu kali saja sudah cukup untuk mengerti isinya. Dari banyak penelitian pendapat itu kurang pada tempatnya. Perlu keterlibatan secara aktif untuk memperoleh hasil yang bagus dalam pembelajaran. Salah satu bentuk dari ini adalah istilah SQ3R. Istilah SQ3R (juga sebagai cara mnemonik) adalah singkatan dari 5 langkah teknik: (S) survey (menyelidiki), (Q) question (bertanya), (R) read (membaca), (R) recite (menceritakan kembali), dan (R) review (mengulang kembali).
Dengan menggunakan SQ3R ini dimungkinkan materi akan terkuasai dengan baik. Dan ingatan siswa akan materi akan bertahan dengan baik, dan mudah untuk dipanggil kembali.
d.      Latihan terkumpul atau latihan yang terbagi
Latihan terkumpul, dipergunakan untuk menunjukan belajar dalam waktu yang singkat tanpa istirahat, sedangkan latihan terbagi adalah cara belajar dengan beberapa kali istirahat. Latihan secara menumpuk ini masih berguna bila kita mempelajari bahan yang tidak terlalu banyak. Misalnya menghafal sebuah cerita pendek, dll. Latihan terbagi juga bagus untuk membahas materi yang saling berhubungan, akan tetapi dalam bab yang terpisah-pisah.
Berdasarkan hasil penelitian (Dafidoff, 1987), jika dipadukan kedua ini maka hasilnya sangat bagus dalam pembelajaran dan persiapan diri dalam ujian. Misalnya, diawali oleh latihan yang terbagi-bagi jauh sebelum berlangsungnya ujian, pada masa ini semua informasi (materi) sudah dikode dan diorganisasi, kemudian sehari menjelang ujian diulang kembali secara utuh dari awal, maka hasilnya akan lebih baik.
e.       Belajar berlebihan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Krueger (Dafidoff, 1987), bahwa belajar secara berlebihan (overlearning) akan berbuah positif terhadap daya simpan (ingat) anak terhadap materi.
f.       Memanfaatkan penguatan positif
Pemberian penguatan (reiforcement) yang efektif akan berpengaruh positif terhadap peningkatan motivasi belajar siswa. Dan ketika motivasi kuat, maka akan berbanding lurus dengan hasil belajar siswa.
Wenger (2000), dalam bukunya Beyond Teaching & Learning yang diterjemahkan oleh Sirait & Purwanto, diperoleh beberapa kiat atau cara untuk memperoleh kecakapan dalam belajar, sehingga nantinya apa yang dipelajari mudah untuk di recall kembali. Diantaranya adalah:
a)      Tingkatan Atensi
Untuk memudahkan ingatan terhadap apa yang dipelajari bisa dilakukan dengan meningkatkan atensi. Bentuk dari atensi ini adalah adanya respon dan tindakan positif kita terhadap materi itu.
Kalau kita telaah berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan tentang pembahasan “ingatan” sebenarnya sudah dipahami bahwa “setiap pengalaman dan pengetahuan yang kita miliki sebenarnya ada bersama kita, meskipun kita tidak mengingatnya”.
b)      Ubah “fakta kering” menjadi pengalaman yang tidak terlupakan
Sebagai contoh, ubahlah “fakta-fakta kering” tentang kejadian bersejarah dalam perang Diponegoro, misalnya, menjadi: anda adalah salah seorang pengikut pangeran yang duduk diatas kuda di belakang beliau seraya menghunus keris, kehujanan, kecapaian dan dihujani tembakan kompeni. Kemudian anda mencari pohon atau batu untuk mencari tempat berlindung, ketika anda mendapatkan tempat, sementara anda melihat teman anda belum sempat berlindung dan terluka ditembaki musuh.
c)      Bereksperimenlah dan Buatlah Catatan
Jika suatu masalah tampak sulit, bereksperimenlah agar masalah itu dapat diubah ke dalam bentuk lain lalu coba pecahkan, kemudian kembali kemasalah utama. Juga bereksperimenlah dengan membayangkan apa saja yang terkait dengan masalah itu.
Aber Einstein yang dipandang sebagai seorang jenius terbesar abad 20, melakukan “eksperimen pikiran” yang sederhana dalam perjalanannya menemukan teori Relativitas─bukan hanya sebagai cara memahami teori tersebut, tapi juga dalam mengajarkan teori tersebut pada orang lain.

C.       KEJENUHAN DALAM BELAJAR
Secara harfiah, arti kejenuhan adalah padat atau penuh sehingga tidak mampu lagi memuat apapun. Selain itu jenuh juga dapat berarti jemu atau bosan. Dalam bahasa psikologi lazim disebut dengan learning plateu, yakni, periode waktu di mana tidak ada tidak ada bukti kemajuan belajar.
Reber, (Syah, 2009) menyatakan bahwa kejenuhan dalam belajar merupakan rentang waktu tertentu yang digunakan waktu belajar, tetapi tidak mendatangkan hasil. Seorang siswa yang mengalami kejenuhan belajar merasa seakan-akan pengetahuan dan kecakapan yang diperoleh dari belajar tidak ada kemajuan.
Kejenuhan dalam belajar bisa disebabkan oleh hilangnya motivasi siswa dalam belajar. Kondisi ini bisa berlangsung beberapa hari, bisa berkepanjangan. Akan tetapi menurut Syah (2009), kejenuhan secara umum disebabkan oleh adanya keletihan.
Menurut Cross (1974) dalam bukunnya the psychology of learning keletihan siswa dapat dikategorikan menjadi tiga macam, yakni: 1) keletihan indera siswa, 2) keletihan fisik siswa, 3) keletihan mental. Keletihan fisik dan indera dapat dikurangi dan dihilangkan lebih mudah setelah siswa beristirahat cukup terutama tidur nyenyak dan mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi. Akan tetapi dalam keletihan mental tidak sesederhana keletihan fisik. Berikut upaya untuk mengatasi keletihan mental:
1)      Melakukan istirahat dan mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi dengan takaran yang cukup
2)      Pengubahan atau penjadwalan kembali jam-jam dari hari-hari belajar yang dianggap lebh memungkinkan siswa belajar dengan giat
3)      Pengubahan kembali lingkungan belajar siswa yang meliputi pengubahan posisi meja tulis, lemari, rak buku, alat-alat perlengkapan belajar dan sebagainya sampaikan memungkinkan siswa merasa berada di sebuah kamar baru yang lebih menyenangkan untuk belajar
4)      Memberikan motivasi dan stimulasi baru agar siswa merasa terdorong untuk belajar lebih giat dari sebelumnya
5)      Siswa harus berbuat nyata (tidak tinggal diam) dengan mencoba belajar lagi dan lagi, (Syah, 2009).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar