Pendidikan
karakter kini menjadi suatu wacana utama dalam kebijakan nasional di bidang
pendidikan. Seluruh kegiatan belajar dan mengajar yang ada di negara indonesia
harus mengacu pada pelaksanaan pendidikan karakter. Ini juga tersirat dalam
Naskah Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter yang diterbitkan oleh
Kementerian Pendidikan Nasional pada tahun 2010.
Pada naskah
tersebut dinyatakan bahwa pendidikan karakter menjadi unsur utama dalam pencapaian
visi dan misi pembangunan nasional yang termasuk di dalam RPJP 2005-2025.
Seringkali Kita dituntut untuk menerapkan pendidikan karakter dan
menumbuhkembangkan karakter dalam pendidikan Kita, namun pemahaman mengenai
karakter secara mendasar belum Kita kupas dan Kita cerna dengan matang-matang.
Oleh sebab itu sebelum menerapkan pendidikan karakter ini, marilah Kita kupas
apakah yang sebenarnya menjadi makna karakter ini.
Mengupas Makna Karakter
Karakter
merupakan suatu dimensi psikososial dari diri Individu yang mana bisa dibentuk
dengan tata cara yang bertahap dalam jangka waktu yang panjang. Seringkali
pembentukan karakter dimulai sejak dalam kandungan hingga dirinya dewasa dengan
keterlibatan peran keluarga dalam pembentukan kepribadian. Karakter ini merupakan
suatu keadaan yang berinteraksi secara internal dalam diri Individu dan
memiliki keterkaitan yang erat dalam konteks lingkungan tempat Individu berada.
Karakter merupakan suatu keadaan somatopsikis yang dimiliki seseorang sejak
dirinya berinteraksi dengan lingkungannya dari dalam kandungan.
Menurut
(King, 2012) Pembentukan karakter ini merujuk pada bawaan individu serta
merujuk pula pada pengalaman individu ketika berada di lingkungannya baik
secara subyektif maupun obyektif. Interaksi antara bawaan dan lingkungan ini
akan saling mempengaruhi hingga pada kadar tertentu membentuk suatu perilaku
yang menetap. Terdapat beberapa wujud dari interaksi antara bawaan dan
pengalaman dari individu sebagai berikut :
- Pikiran : Organisasi informasi yang Kita terima dari lingkungan secara mental, biasanya berwujud evaluasi terhadap keadaan yang ada di lingkungan Kita. Pikiran membantu Kita mengingat, memahami, dan mengetahui tentang lingkungan Kita.
- Perilaku : Tindakan individu yang bisa diamati oleh kasat mata yang diberikannya untuk beradaptasi atas stimulus yang diberikan lingkungan kepadanya.
- Perasaan : Ketergugahan fisiologis terhadap pengalaman yang mengakibatkan ekspresi tertentu pada suatu kejadian.
- Kebiasaan : Kecenderungan individu untuk mengulangi perilaku tertentu ketika ada suatu stimulus dari lingkungan di situasi tertentu.
- Kepribadian : Kestabilan perilaku individu di berbagai situasi dan berbagai waktu, dan biasanya berbeda dari satu individu dengan individu lain.
- Karakter : Karakter merupakan kualitas kepribadian secara individual maupun kelompok yang menggambarkan identitas dari suatu kelompok.
Interaksi
antara bawaan dan pengalaman yang disebutkan di atas ini akan membentuk suatu
keterkaitan sebagai berikut :
Untuk membentuk
suatu karakter dibutuhkan membentuk pikiran, perasaan, dan perilaku dari
Individu terlebih dahulu. Pembentukan ini bisa dilakukan dengan pembiasaan.
Penanaman kebiasaan dalam berinteraksi dengan lingkungannya biasanya diawali
dengan peran orangtua dalam mendidik anak di rumah. Inilah yang juga menjadikan
pentingnya pendidikan anak di usai dini, karena di usia dini inilah kebiasaan
mendasar yang baik akan dipupuk dan ditanam sebagai landasan pembelajaran
kebiasaan baik berikutnya.
Cara
pembentukan karakter
Kebiasaan
inipun haruslah kebiasaan yang baik saja yang dipupuk dan dipertahankan
sementara kebiasaan yang buruk harus ditinggalkan. Kebiasaan ini belumlah
menjadi suatu perilaku yang menetap, bila menginginkan kebiasaan baik ini
menetap maka kebiasaan ini harus dirubah menjadi suatu kepribadian pada diri
Individu. Kepribadian yang baik dan menetap inilah yang nantinya bisa menjadi
karakter apabila kepribadian ini diwariskan. Pendidikan kepribadian ini baru
bisa disebut pewarisan karakter apabila dilakukan tidak hanya dari seorang
pendidik ke muridnya, namun juga dari setiap insan yang ada dalam suatu bangsa
ke insan yang lainnya dari generasi ke generasi selanjutnya tanpa melihat
perbedaan kelas ataupun tingkatan.
Suatu
karakter yang bermula dari kepribadian yang baik yang tercermin dalam identitas
bangsa hanya bisa menjadi karakter ketika bisa menunjukan kebiasaan yang
terpuji yang bisa dipertahankan dalam berbagai kondisi secara menetap. Bahkan
sifat dari perwujudan karakter secara menetap ini dilakukan secara preventif
dan represif.
Preventif
ialah melalui pengasuhan dan pembelajaran pada Individu yang belum memiliki
karakter yang bermoral. Kemudian secara represif ialah dengan cara mengingatkan
dan memberi hukuman bila nilai-nlai pendidikan karakter ini ada yang dilanggar.
Menjadi hal yang sulit untuk mempertahankan suatu karakter, namun bukan menjadi
hal yang juga mudah untuk membentuk suatu karakter. Setelah terlebih dahulu
memahami makna dari karakter lantas yang menjadi pertanyaan selanjutnya ialah
tata cara apa yang sesuai untuk membentuk karakter bangsa ini?
Membentuk Karakter Bangsa
Dari
pemahaman mengenai karakter di atas, dapat disimpulkan terdapat tiga sifat
utama dari bentuk karakter
- Memiliki Sifat Menetap
- Butuh waktu yang lama dan bertahap untuk membentuknya
- Dibentuk melalui penguatan
Bila setiap
karakter yang ingin diwujudkan ini berbentuk seperangkat nilai-nilai, maka
satu-satunya cara mewariskan nilai ialah melalui pembelajaran. Belajar ini
sendiri dalam Hergenhahn dan Olson (2014) dinyatakan sebagai perubahan yang
realtif permanen sebagai hasil dari proses penguatan secara praktis dan
berulang.
Penguatan
merupakan kunci dari suksesnya pendidikan karakter. Penguatan yang diberikan
dalam pendidikan karakter bangsa Kita haruslah bukan sekedar berbentuk
pemberian reward dan punishment bagi peserta didik. Proses
penguatan dalam pendidikan ini juga harus mampu memberikan kesadaran makna akan
pentingnya pendidikan bagi manuisa yang berkarakter. Serta pemberian nilai yang
diperkuat harus menekankan pada peran akhlak dalam pembentukan karakter.
Selayaknya penguatan ini haruslah berbentuk penguatan yang manusiawi dan bisa
memberi makna mendalam bagi peserta didik. Indonesia pada dasarnya sudah
memiliki kunci-kunci penerapan penguatan dalam pendidikan yang sesuai dengan
teori-teori pembelajaran dalam psikologi. Ini dibuktikan dengan konsep yang
dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara ini sesuai dengan teori pembelajaran milik
Albert Bandura.
Niteni,
Neroke, Nambahi
Ki Hajar
Dewantara mencontohkan dalam konsep “niteni” yang bermakna individu
harus memperhatikan gurunya untuk bisa belajar dengan baik, ia harus “neroke”
atau mencontoh perilaku yang patut diteladani dari gurunya dan ketika Ia
semakin beranjak dewasa, Individu harus “nambahi” atau menambahkan dan
memperbaiki ajaran gurunya bila ada hal yang kurang dengan hal yang baik.
Ini sesuai
dengan pemahaman Bandura yang seorang tokoh psikologi yang mencetuskan teori
mengenai belajar. Individu menurut Bandura mengalami modelling dalam setiap
aspek yang Ia pelajari dalam beradaptasi dengan lingkungannya. Individu
menggunakan atensi/perhatiannya secara penuh terhadap lingkungan dan kemudian
menirukan teladan yang paling baik yang menurutnya paling mampu beradaptasi
dengan lingkungan. Hal yang ditiru oleh Individu inipun belum tentu diambil
seluruhnya secara keseluruhan, akan ada hal yang diambil dan akan ada hal yang
dibuang tergantung dari seberapa tingkat bergunanya hal yang dipelajari
tersebut untuk beradaptasi dengan lingkungan.
Penguatan Karakter Bangsa
Dewasa ini
ciri-ciri globalisasi dan pengaruhnya telah bermunculan dengan bebas hampir di
seluruh media massa dan memberikan penguatan-penguatan pada diri anak-anak
hingga remaja. Bahkan tidak hanya di media massa, peran globalisasi diindonesia
juga bisa Kita temui mulai dari gaya berpakaian, kebudayaan, perdagangan,
hingga pendidikan sekalipun. Pengaruh dari berbagai macam ideologi didunia pun
semakin menguat karena intensitas penguatan nilai-nilai yang sesuai karakter
bangsa mulai berkurang.
Dibutuhkan
penguatan yang bisa secara terencana dan tersistem dengan baik dalam
mengajarkan mengenainilai-nilai pendidikan karakter. Di sinilah pendidikan
berperan penting dalam penguatan karakter bangsa indonesia. Bangsa indonesia
telah memiliki karakter yang bernilai luhur dan diwariskan secara
turun-temurun. Akan tetapi pewarisan dengan cara yang konservatif saja tidaklah
cukup. Perlu dilakukan pewarisan dan pembentukan karakter bangsa yang bisa
mencetak generasi penerus berkarakter dan bermartabat dan mencerdaskan
kehidupan bangsa. Oleh sebab itulah dilakukan pendidikan yang didasarkan pada
nilai-nilai pendidikan karakter Pendidikan karakter ini sendiri menurut desain
induk pendidikan karakter yang diterbitkan oleh kemendiknas pada tahun 2010,
merupakan pendidikan yang berfokus pada “moral absolute”. Pendidikan
karakter menekankan pada suatu nilai moral yang universal yang bisa diterima
baik oleh berbagai kalangan di seluruh kelompok sosial. Pendidikan karakter
berfokus bukan lagi pada sesuatu yang salah dan benar saja tapi sudah pada
tingkat baik dan buruk hal yang diajarkan. Tujuan dari pendidikan karakter ini
ialah mencetak Individu yang berkarakter. Individu baru bisa dikatakan
berkarakter apabila dirinya sudah mampu melaksanakan segala keputusan yang
diambilnya dengan pertimbangan moral.
Individu Berkarakter
Seperti
diterangkan di atas bahwa dalam diri individu terdapat perasaan, pikiran dan
perilaku, sama halnya dalam desain induk milik kemendiknas ini yang menyebutkan
ciri Individu yang berkarakter ialah :
- Moral Knowing, Ialah memahami dan mengetahui hal yang baik dan buruk sesuai dengan kaidah moral. Penerapan dari hal ini ialah memahami bahaya narkoba bagi generasi muda dan mengerti dampak korupsi bagi negara Individu yang bermoral akan memahami dengan baik konsekuensi dari contoh kedua kasus tadi bagi dirinya, keluarga, dan lingkungannya.
- Moral Feeling, atau disebut juga “loving the good”, yakni menyukai hal-hal yang bersifat baik dan cenderung menarik diri menuju kebaikan. Semisal memiliki keinginan kuat untuk mempelajari cara melestarikan budayalokal ditengah gempuran invasi budaya asing atau semisal memiliki perasaan ingin senantiasa menaati peraturan yang berlaku karena dirinya takut bila peraturan tidak ditaati dengan baik maka akan timbul bahaya akibat jika tidak ada keadilan di masyarakat Moral Action, Pada tahap ini perasaan dan pikiran yang baik akan mewujudkan perilaku yang baik di dalam diri individu. Ketika menangkap realita yang ada individu akan bergerak dan memberikan respons yang baik terhadap permasalahan yang ada. Ini terjadi semisal pada individu yang tidak hanya menyadari kemajemukan di lingkungan sosialnya tapi juga mengupayakan untuk merawatnya Integrasi antara pikiran dan perasaan serta perilaku yang diwujudkan ini bahkan tidak hanya berada pada tahap mengupayakan pemecahan masalah, Individu dengan moral action juga akan memikirkan dengan matang berbagai potensi faktor penyebab konflik sosial dan cara penyelesaiannya.
Sumber ; Kutipan Buku Psikologi Pendidikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar