Rabu, 28 Desember 2016

Manusia Menurut pandangan Filsafat Islam



Manusia adalah makhluk yang luar biasa. Karenanya, tidak mengherankan makhluk tersebut (baca: manusia) telah dijadikan objek studi dari semenjak awal kemunculannya hingga kini dan sangat mungkin berlangsung demikian sampai seterusnya. Dapat dilihat hampir semua lembaga pendidikan tinggi mengkaji manusia, karya dan dampak daripada karyanya terhadap masyarakat dan lingkungan hidupnya.
Para ahli telah mengkaji manusia menurut bidang studinya masing-masing. Ini terbukti dari banyaknya penamaan atau pengistilahan kepada ‘manusia’, Thomas Hobbes, seorang filsuf Inggris, menyatakan the whole of man in mechanical terms, Hobbes cenderung memandang manusia sebagai seperangkat mekanik atau mesin, yang tunduk pada lingkungan alam. Berbeda misalnya dengan penyebutan manusia sebagai homo sapien (manusia berakal), Homo Economices (manusia ekonomi) yang kadangkala disebut Economical Animal (Binatang ekonomi). Dan, bila dilihat dari kapasitas dasar  kemampuan pendidikan (paedagogis), manusia disitilahkan sebagai Homo Edukandum (mahluk yang harus dididik) atau juga Animal Educabil (mahluk sejenis hewan yang dapat dididik).
Dalam konteks filsafat pendidikan Islam, kedudukan manusia sebagaimana posisinya sebagai bagian integral kosmos (alam semesta), maka ia (manusia) pun tidak berbeda jauh dari cakupan lingkup ruang kajian seperti halnya, antologi, epistimologi, dan aksiologis yang pada gilirannya menjadi pengukuh bahwa keseluruhannya –tanpa terkecuali manusia- adalah sebagai mahluk ciptaan  Allah SWT. 
Perkembangan Manusia dalam korelasi tentang Manusia dan pendidikan
Dalam perkembangannya, manusia dalam hal memperoleh pengetahuan itu berjalan secara berjenjang dan bertahap (proses) melalui pengembangan potensinya, pengalaman dengan lingkungan serta bimbingan, didikan dari Tuhan (epistimologi), oleh karena itu hubungan antara alam lingkungan, manusia, semua makhluk ciptaan Allah dan hubungan dengan Allah sebagai pencipta seluruh alam raya itu harus berjalan bersama dan tidak bisa dipisahkan. Adapun manusia sebagai makhluk dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya insaninya itu, manusia diikat oleh nilai-nilai illahi (aksiologi), sehingga dalam pandangan filsafat pendidikan islam, manusia merupakan makhluk alternatif (dapat memilih), tetapi ditawarkan kepadanya sebuah pilihan-pilihan yang terbaik yakni nilai illahiyat. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa manusia itu adalah mahluk alternatif (bebas) tetapi sekaligus terikat (tidak bebas nilai). 
Manusia adalah subyek pendidikan, sekaligus juga sebagai obyek pendidikan. Dalam kemunculan awalnya –kelahiran- manusia diringi dengan potensi kodratnya berupa cipta, rasa, dan karsa. Ketiga kodrat manusia tersebut secara linier terkonstruk dan membentuk manusia dalam kapasitasnya untuk menjalani kehidupan sebagai khalifah, yang mana esensi seorang khalifah adalah kebebasan dan kreatifitas, yang dengan bekal kodratnya tersebut seseorang rentan mengalami suatu keadaan tertentu, semisal, kebenaran, keindahan, dan kebaikan. 
Kemampuan Belajar Manusia dalam korelasi tentang Manusia dan pendidikan
Ada yang mengistilahkan manusia sebagai mahluk sosial (Homo Sosius), yang telah dibekali Tuhan, Allah SWT. dengan akal, di mana akal akan menjadikan manusia mengetahui segala sesuatu. Jika ditinjau secara filosofis, hal demikian akan menjadi fondasi untuk  membangun  kesadaran intelektual. Maka tidak berlebihan jika manusia seharusnya memahami hakikat diri dan lingkungan dalam proses perubahan dalam kerangka sebagai peneguh atas kemampuan belajar manusia.
Kemampuan belajar manusia sangat berkaitan dengan kemampuan manusia untuk mengetahui dan mengenal objek-objek pengamatan melalui pancaindranya. Pengetahuan manusia terbentuk karena adanya realita sebagai objek pengamatan indra. Realita di sini tidak ada pembatasan, ia bisa datang dari manapun sejauh indra yang dimiliki seseorang dapat mengcover keseluruhannya. 
Manusia dengan ragam kemampuan dasar (fitrah) sebagaimana telah disinggung dalam pembahasan sebelumnya, seperti kemampuan dalam berfikir, berkreasi, beragama, beradaptasi dengan lingkungannya dan sebagainya. Dalam pengembangan potensi-potensi tersebut manusia membutuhkan adanya pihak luar –bantuan- dalam kerangka untuk membimbing, mendorong dan mengarahkan agar berbagai potensi tersebut dapat bertumbuh dan berkembang secara wajar dan secara optimal, sehingga kehidupan masa depanya bisa membawah kegunaan dan keberhasilan. M. Arifin berpendapat, bahwa proses pendidikan pada akhirnya berlangsung pada titik kemampuan berkembangnya tiga hal: yaitu mencerdaskan otak yang ada dalam kepala (head); kedua, mendidik akhlak atau moralitas yang berkembang dalam hati (heart); dan ketiga, adalah mendidik kecakapan/ ketrampilan yang pada prinsipnya terletak pada kemampuan tangan (hand) selanjutnya populer dengan istilah 3 H’s. Manusia memang makhluk yang misterius, karena ia adalah gabungan antara jasad dan ruh, entitas dipahami sebagai jati diri manusia itu sendiri. Hal-hal potensial demikian ini tidak menutup kemungkinan pada masa selanjutnya, sasaran pokok proses kependidikan tersebut masih mengalami perubahan atau penanaman lagi. 
Dengan demikian menurut Sunnatullah manusia sangat terbuka kemungkinannya untuk mengembangkan segala potensi yang dia miliki melalui bimbingan dan tuntunan yang tearah, teratur serta berkesinambungan  yang semuanya merupakan proses dalam rangka penyempurnaan manusia (insan kamil) yang nantinya dapat memenuhi tugas dari kejadiannya yaitu sebagai khalifah Allah. 
Fungsi Pendidikan dalam Kehidupan Manusia ( manusia dan pendidikan )
Pendidikan merupakan sistem untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspek kehidupan. Pendidikan dibutuhkan untuk menyiapkan generasi demi menunjang perannya di masa datang. Peranan pendidikan dalam hidup dan kehidupan manusia diakui sebagai satu kesatuan yang sangat penting. Selain itu, hubungan dan interaksi sosial yang terjadi dalam proses pendidikan di masyarakat juga turut mempengaruhi perkembangan kepribadian manusia. 
Pendidikan berkenaan dengan fungsi yang luas mengenai peliharaan dan perbaikan kehidupan masyarakat, terutama menyangkut masalah tanggung jawab bersama di dalam masyarakat. Pendidikan adalah proses yang lebih luas  dibanding yang berlangsung di dalam sekolah. Pendidikan adalah suatu aktifitas sosial yang memungkinkan masyarakat tetap ada dan berkembang. Di dalam masyarakat yang kompleks, fungsi pendidikan mengalami proses spesialisasi dan melembaga dalam pendidikan formal, yang senantiasa tetap berhubungan dengan proses pendidikan informal di luar sekolah.Selain itu, pendidikan dibatasi pada fungsi tertentu dalam masyarakat yang terdiri atas penyerahan adat istiadat (tradisi) dengan latar belakang sosialnya dengan pandangan hidupnya dari masyarakat ke generasi berikutnya, dan demikian seterusnya. Selanjutnya, dalam praktiknya “pendidikan” identik dengan sekolah yaitu pengajaran formal dalam kondisi dan situasi yang diatur, yang hanya menyangkut pribadi yang secara suka rela mengikutinnya. Pendidikan dalam konteks budaya, merupakan proses untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia yang berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan selalu berkembang, dan selalu dihadapkan pada perubahan zaman. Untuk itu, mau tak mau pendidikan harus didisain mengikuti irama perubahan tersebut, apabila pendidikan tidak didisain mengikuti irama perubahan, maka pendidikan akan ketinggalan dengan lajunya perkembangan zaman itu sendiri. 
Bagi perkembangan manusia pendidikan dapat dipahami dalam beberapa hal: Pertama, transformasi budaya dari generasi ke generasi, mempertahankan unsur-unsur esensi dari kebudayaan dengan membuka diri pada usur positif dari luar. Kedua, pendidikan bertanggung jawab terhadap generasi masa kini, artinya pendidikan tidak boleh menutup mata terhadap pengangguran dan harus mewujudkan kesejahteraan dalam kehidupan. Ketiga, dalam tugas yang paling berat pendidikan adalah menyiapkan generasi masa depan dalam perkembangan kehidupan, yang dulu hidup dalam keadaan tradisional harus mempersiapkan generasi yang mampu menerobos kehidupan modern dan berperan aktif. 

Sumber : Ramayulis, Samsul Nizar, Filsafat
                pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar