1. Hakekat
Ingatan
Segala macam belajar melibatkan
ingatan. Jika kita tidak dapat mengingat apapun mengenai pengalaman kita, kita
tidak akan dapat belajar apa-apa. Kehidupan hanya akan merupakan pengalaman
sementara yang sedikit berkaitan antar satu dengan yang lain. Kita bahkan tidak
dapat melakukan walau percakapan yang paling sederhana sekalipun. Untuk
berkomunikasi kita harus mengingat pikiran yang akan kita ungkapkan dan pikiran
yang baru disampaikan kepada kita. Tanpa ingatan kita tidak dapat merefleksikan
diri kita sendiri, karena pemahaman diri tergantung pada suatu kesadaran yang
berkesinambungan yang hanya dapat terlaksana (Atkinson, dkk. 1983).
Kenapa kita mesti memahami dan
mengetahui tentang ingatan? Cicarelli & Meyer dalam bukunya Pycchology menyatakan “without memory, how would we be able to
learn anything? The ability to learn is the key to our very survival, and we
cannot learn unless we can remember what happened the last time a particular
situation arose.” Tanpa memori bagaimana bisa kita mempelajari sesuatu?
Kemampuan untuk belajar merupakan kunci untuk kelangsungan hidup kita, dan kita
tidak bisa belajar kecuali kita bisa mengingat apa yang terjadi diwaktu
terakhir ketika situasi itu muncul kembali. Jadi kemampuan mengingat merupakan
sumber belajar kita, yang dengannya kita bisa survival dalam hidup kita.
Apa sebenarnya ingatan (memori)
itu? Menurut Cicarelli & Meyer, 2006), memberikan definisi tentang ingatan
(memori) yaitu “memory is an active
system that receives in information from the senses, organizes and alters it as
it stores it away, and then retrieves the information from storage”. Memori
(ingatan) merupakan sistem aktif yang menerima informasi dan indera, mengatur,
mengubah dn menyimpan, dan kemudian mengambil informasi dari penyimpanan.
Davidof (1981) menyatakan bahwa
kata ingatan sebenernya merupakan, kata yang dipergunakan oleh psikolog untuk
menggambarkan proses dan struktur yang terlibat dalam cara kita menyimpan
ataupun mengambil informasi dari penyimpanan ingatan kita.
Suryabrata (1989) menjelaskan bahwa
ingatan merupakan kecakapan untuk menerima, menyimpan dan memproduksi
kesan-kesan.
Sementara S. Lee (1951)
mengartikan, bahwa ingatan (memori) adalah has
to do with storage and the ability to retrieve this information. Bahwa
ingatan merupakan hal yang terkait dengan penyimpanan dan kemampuan untuk
mengulang kembali informasi.
Jadi bisa dipahami bahwa ingatan
merupakan proses yang
terkait dengan tiga hal yaitu; menerima informasi, mengolah, mengubah serta
menyimpannya, kemudian memproses untuk mengingat kembali jika dibutuhkan pada
waktunya.
2. Tahapan
Ingatan
Para ahli psikologi mempunyai
pandangan yang sama tentang proses ingatan. Cicarelli & Meyer (1006),
Atkinson, dkk (1983), Davidof (1981), dan lainnya dalam buku mereka tentang psychology membagi tahapan informasi
kedalam tiga tahapan yaitu, tahapan encoding,
tahapan storage, tahapan retrieval.
Pertama,
tahap encoding diartikan sebagai tahap pengubahan serta pengkodean informasi
yang telah diterima oleh indera. Cicarelli & Meyer (2006), menyatakan bahwa
Encoding is the set of mental operations
that people perform on sensory information to convert that information into a
form that is usable the brain’s storage. Encoding merupakan seperangkat proses
mental yang dilakukan orang pada sensor informasi untuk mengkonversi tersebut
menjadi bentuk informasi yang dapat digunakan dalam otak penyimpanan.
Contohnya, ketika anda diperkenalkan dengan sesuatu
cara anda memasukkan suatu nama orang atau nama lainnya seperti misalnya nama
orang yaitu Malika ke dalam ingatan. Ini adalah tahapan ‘Encoding’. Anda mengubah fenomena fisik (gelombang-gelombang
suara) yang sesuai nama yang diucapkan kedalam kode yang diterima ingatan dan
anda menempatkan kode tersebut dalam ingatan.
Kedua,
tahap storage merupakan the next step in
memory is to hold on to the information for sme periode of time (Cicarelli
& Meyer (2006)). Tahapan ini merupakan tahapan untuk menyimpan informasi
dalam beberapa saat.
Contohnya, anda mempertahankan atau menyimpan nama
itu selama waktu antara kedua pertemuan tadi.
Ketiga,
tahapan retrieval. Ini merupakan tahap yang terakhir. Retrieval dipahami
sebagai tahapan untuk mengingat kembali (retrieval
stage) informasi yang sudah ada (Davidof, 1981). Cicarelli & Meyer
(2006) menyatakan bahwa tahap yang ketiga ini merupakan tahap yang menjadi
problem besar banyak orang.
Contohnya, anda dapat mendapatkan kembali nama itu
dari penyimpanan pada waktu pertemuan kedua. Ini adalah tahapan mengingat
kembali (retrieval stage).
Secara jelas bisa dipahami juga dari gambar dibawah :
Gambar
1
Tiga tahapan
ingatan (Davidof, 1981; terjemahan Dharma).
Ingatan dapat gagal
pada salah satu dari ketiga tahapan tersebut. Jika anda tidak dapat mengingat
nama Malika pada pertemuan kedua, dalam hal ini mencerminkan adanya kegagalan
dalam tahapan pemasukan pesan, penyimpanan atau pengingatan kembali.
3.
Jenis Ingatan
Ada dua jenis
ingatan (memory) yang sudah dipahami yaitu, pertama ingatan jangka
pendek (short-term memory) dan kedua, ingatan jangka panjang (long
term memory). Sebelum memahami jenis ingatan ini kita mesti tahu dahulu
bagaimana informasi pertama kali masuk kedalam ingatan kita.
Informasi yang
datang pada indera kita pertama kali akan masuk melalui sensory memory
(ingatan sensorik) atau penyimpanan sensorik. Ingatan sensorik adalah (senosry
memory) adalah langkah pertama dari memori, ini awal atau titik dimana
informasi masuk melalui sistem sensorik (Cicarelli & Meyer 2006).
a. Ingatan Jangka Pendek (Short-Term Memory)
Ingatan jangka
pendek (Short-Term Memory) secara kasar dapat disamakan dengan
kesadaran. Artinya, apa yang kita sadari pada suatu waktu, dikatakan terdapat
pada memori-jangka pendek kita. Memori ini disebut ‘jangka pendek’, sebab
informasi keluar dari ingatan jangka pendek dalam waktu kira-kira 10 detik,
kecuali kalau informasi itu diulang-ulang.
Cicarelli &
Meyer (1006) menyatakan bahwa setiap informasi yang pindah dari ingatan
sensorik (sensory memory) ke penyimpanan selanjutnya disebut dengan ingatan-jangka
pendek. Lebih lanjut beliau menyatakan ingatan jangka pendek merupakan
sistem ingatan dimana informasi diselenggarakan untuk periode singkat ketika
sedang digunakan.
Untuk memudahkan
memahami ingatan jangka pendek, ini adalah salah satu contoh memahami ingatan
jangka pendek. Anda
diperkenalkan oleh teman Anda dengan seorang yang bernama Ahmad. Saat nama
Ahmad disebut, kemudian datanglah teman Anda yang bernama Andi. Anda langsung
berkata “Andi, kamu kenal dengan Ahmad?”
b. Ingatan Jangka Panjang (Long-Term Memory)
Atkinson &
Hilgard (1987), menjelaskan bahwa, ingatan jangka panjang meliputi informasi
yang telah disimpan dalam ingatan dengan rentang waktu beberapa menit atau
sepanjang hidup.
Informasi yang
sudah masuk kedalam ingatan jangka panjang sebenarnya sudah tetap, dan
informasi itu ada dalam ingatan. Akan tetapi di lain waktu saat informasi itu
dibutuhkan kadang lupa (lupa akan dibahas secara khusus). Menurut Atkinson
& Hilgard (1987), ingatan yang lemah dapat mencerminkan kegagalan
pengingatan (pemanggilan) kembali dan bukan merupakan kegagalan penyimpanan
informasi. Sebagai contoh, mungkin anda pernah bertemu dengan seseorang, tetapi
anda lupa namanya. Setelah merenung sambil berjalan kemudian anda ingat
kembali.
B.
DEFINISI,
FAKTOR PENYEBAB LUPA DAN KIAT MENGURANGINYA
1.
Hakekat Lupa
Sebenarnya lupa
sudah merupakan fitrah. Dalam bahasa Arab padanan kata “manusia” salah satunya
adalah “Al-Insan”. Al-Insan dalam lisan Al-Arab diambil dari tiga akar kata,
salah satunya adalah “nasiya” yang diartikan dengan lupa. Maka pada dasarnya
manusia merupakan makhluk yang lupa. Akan tetapi kita tidak selalu bisa
berlindung dibalik kata itu.
Lupa (forgetting)
ialah hilangnya kemampuan untuk menyebut atau memproduksi kembali apa-apa yang
sebelumnya telah kita pelajari. Dalam kajian psikologi lupa bukanlah hilangnya
informasi dalam kotak penyimpanan kita. Akan tetapi adanya kesulitan dalam
memanggil kembali informasi itu.
2.
Faktor Penyebab
Lupa
Banyak faktor yang
dapat menyebabkan lupa, dikemukakan oleh beberapa ahli
:
a.
Organsasi
Lupa dapat terjadi
karena faktor organisasi. Lupa bisa terjadi karena ketidakmampuan dalam
mengorganisasi informasi yang ada. Semakin baik pengorganisasian materi yang
kita simpan semakin mudah mengingatnya kembali. Misalnya, kita berada dalam
suatu pertemuan dengan para ahli dari berbagai bidang yaitu dokter, ahli hukum,
guru dan wartawan. Jika kemudian kita mencoba mengingat nama mereka kita akan
lebih berhasil jika kita mengorganisasi ingatan dengan menggolongkannya dalam
profesi. Siapa saja dokter yang ditemui siapa ahli hukumnya? Dan sebagainya.
Daftar nama atau kata jauh lebih mudah untuk diingat jika kata-kata itu kita
masukkan dalam kategori dan kemudian mengingat kata-kata itu berdasarkan
kategori (Atkinson & Hilgard, 1987).
b.
Konteks
Lupa terjadi karena
konteks; ingatan sebagian tergantung pada keadaan internal selama masa belajar.
Terdapat banyak penelitian mengenai belajar yang tergantung pada keadaan dan
meskipun buktinya bersifat kontroversial, tetap menunjukkan bahwa ingatan
memang bertambah baik jika keadaan internal kita sewaktu pengingatan kembali
sesuai dengan keadaan pada waktu menyusun informasi dalam ingatan (Atkinson
& Hilgard, 1987; Eich, dkk. 1975).
Senada dengan ini,
dalam konteks pembelajaran Anderson (Syah, 2010) menytakan bahwa lupa dapat
terjadi pada siswa karena perubahan situasi lingkungan antara waktu belajar
dengan waktu mengingat kembali. Jika seorang siswa hanya mengenal atau
mempelajari jerapah atau kuda nil hanya lewat gambar-gambar yang ada disekolah
misalnya, maka kemungkinan ia akan lupa menyebut nama-nama hewan tadi ketika
melihatnya dikebun binatang.
c.
Interferensi
Interferensi bisa
dipahami sebagai bercampurnya atau terganggunya beberapa item informasi dalam
ingatan (memori). Atkinson & Hilgard memberikan contoh nyata tentang hal
ini. Misalnya, jika kawan kita, ‘dan’, pindah rumah dan pada akhirnya kita
dapat menghafal nomor telepon barunya, akan sulit bagi kita untuk mengingat
kembali nomor teleponnya yang lama. Mengapa? Kita menggunakan isyarat “nomor
telepon Dan” untuk mengingat kembali nomornya yang lama, tetapi yang terjadi
isyarat ini mengaktifkan nomor baru yang mengganggu penemuan nomor lama.
Gangguan konflik
antara item-item informasi atau materi yang ada dalam memori siswa. Gangguan
konflik ini terbagi menjadi dua macam, yaitu: 1) Proactive interference; 2)
retroactive interference. Disertai dengan berbagai pikiran yang tidak
ada hubungannya, “saya akan gagal dalam ujian ini” atau “setiap orang yang akan
tahu betapa bodohnya saya”. Pikiran ini kemudian mengganggu upaya mengingat
kembali informasi yang relevan dalam pertanyaan itu, dan mungkin hal itulah
yang menyebabkan mengapa ingatan gagal sama sekali. Menurut pandangan ini,
secara tidak langsung kecemasan merupakan sebab gagalnya ingatan, tetapi
kecemasan itu menyebabkan atau diasosiasikan dengan pikiran yang bukan-bukan
dan pikiran inilah yang menyebabkan kegagalan ingatan dengan cara mengganggu
pengingatan kembali (Holmes, 1975; Atkinson & Hilgard, 1987).
d. Represi
Repsesi atau tekanan dapat
dikenal dengan repression theori. Dalam teori ini dijelaskan bahwa lupa
dapat terjadi pada seorang siswa karena adanya tekanan terhadap item yang telah
ada, baik sengaja ataupun tidak. Penekanan ini terjadi karena beberapa
kemungkinan:
1.
Karena item
informasi (berupa pengetahuan, tanggapan, kesan, dan sebagainya) yang diterima
siswa kurang menyenangkan, sehingga ia dengan sengaja menekannya hingga kealam
ketidaksadarannya.
2.
Karena item
informasi yang baru secara otomatis menekan item informasi yang telah ada, jadi
sama dengan fenomena retroaktif.
3.
Karena item informasi
yang akan direproduksi (diingat kembali) itu tertekan ke alam bawah sadar
sendirinya lantaran tidak pernah digunakan.
Sebagai tambahan
istilah “alam ketidaksadaraan” dan “alam bawah sadar” seperti disebutkan diatas
merupakan gagasan simun Freud (baca: sigmen froid), bapak psikologi analisis
yang banyak mendapatkan tantangan, baik dari lawan maupun kawannya.
e. Kesalahan Dalam Pengkodean (encoding Failure)
Salah satu penyebab
kenapa orang bisa lupa, menurut Cicarelli & Meyer dalam bukunya pychology
adalah encoding failure, yaitu kesalahan dalam pengodean informasi, atau
informasi itu belum mendapatkan tepat atau kode saat itu infoormasi itu masuk.
Misalnya, temanmu berdiri diluar pintu dan telah mengatakan sesuatu kepadamu,
dan kamu telah mendengarkannya. Akan tetapi kamu tidak memberikan perhatian
kepada apa yang dia katakan. Maka informasi itu gagal masuk kedalam ingatan
atau memori.
f. Materi Tidak Pernah Dihafalkan
Menurut law of
disuse (Hilgard & Brower 1975), lupa dapat terjadi karena materi pelajaran
yang telah dikuasai tidak pernah digunakan atau dihafalkan siswa. Menurut
asumsi sebagian ahli, materi yang diperlakukan demikian dengan sendirinya akan
masuk ke alam bawah sadar atau mungkin juga bercampur aduk dengan materi
pelajaran baru (Syah, 2010).
g.
Perubahan Sikap Dan
Minat
Menurut Syah
(2010), lupa bisa terjadi karena perubahan sikap dan minat siswa terhadap
proses dan situasi belajar tertentu. Jadi meskipun seorang siswa telah
mengikuti proses belajar-mengajar dengan tekun dan serius, tetapi karena sesuatu
hal sikap dan minat siswa tersebut menjadi sebaliknya (seperti ketidaksenangan
pada guru) maka materi pelajaran itu akan mudah terlupakan.
h.
Perubahan Urat
Syaraf Otak
Lupa juga bisa
terjadi karena perubahan urat syaraf otak. Misalnya, ketika ada yang keracunan,
pengaruh alkohol, dan gegar otak akan kehilangan ingatan atas item informasi
yang ada dalam memori permanennya (Syah, 1995).
3.
Cara Mengatasi Lupa
Sebenarnya untuk
mengatasi lupa, pada prinsipnya bisa dilakukan dengan meminimalisir faktor yang
menyebabkan lupa itu sendiri.
Dafidoff (1987)
dalam bukunya Psikologi Suatu Pengantar terjemahan Mari Juniati,
menjelaskan bahwa untuk meningkatkan daya ingat bisa melakukan beberapa hal
sebagai berikut:
a.
Perhatian
Beberapa siswa atau
mahasiswa bila sedang mempelajari sesuatu melakukannya sambil mendengar radio,
atau berbicara dengan teman, atau mengkhayalkan liburan akhir pekannya. Mereka
ini mempunyai asumsi bahwa belajar hanya memerlukan sedikit perhatian saja.
Memasukkan informasi kedalam penyimpanan ingatan jangka panjang menuntut
pemahaman akan makna dan harus menggunakan strategi pengolahan yang dalam.
Orang tidak mungkin akan dapat mengerjakan sesuatu secara efisien bila dia
tidak memberikan perhatiannya. Untuk dapat berhasil mempelajari satu hal yang
rumit, maka para mahasiswa/siswa sebaiknya menggunakan segala daya dan tenaga
untuk hal itu.
b.
Mnemonik
Mnemonik
diistilahkan juga dengan muslihat memori, atau kiat khusus sebagai pengait
untuk meningkatkan ingatan. Adapun bentuk yang sering digunakan adalah dalam
mnemonik ini adalah:
Rhyme (sajak), merupakan teknik untuk menguatkan daya ingat.
Materi pelajaran bisa diberikan dalam bentuk-bentuk sajak. Ketika sajak-sajak
itu diulang-ulang maka lama kelamaan akan dikuasai
oleh siswa.
Imagery (bayangan), yakni membayangkan sesuatu kedalam bentuk
yang lain. Bisa kesamaan dalam karakter atau lainnya.
Recording (pemberian kode ulang), istilah ini juga disebutkan
dengan “singkatan” memahami sesuatu dengan singkatan. Bila kita menginginkan
agar item verbal yang belum punya makna dapat lebih bermakna, maka daya simpan
terhadap kata tersebut akan lebih menetap. Misalnya, dalam menghafal warna
dalam bahasa inggris disingkat dengan Roy G.Viv. red/merah, orange/jingga,
yellow/kuning, green/hijau, blue/biru, indigo/ungu tua, violet/ungu muda. Atau
contoh yang sering dipakai dalam menghafal nama-nama nabi, ANIM. Nabi Adam,
Nuh, Isa, dan Nabi Muhammad.
Recording dibuat sedemikian rupa agar menarik sehingga meninggalkan
kesan sendiri bagi siswa.
Bentuk teknik lain
dari mnemonik adalah keyword system (sistem kata kunci). Kiat ini
dikembangkan oleh Raugh dan Atkinson (Barlow, 1985; Syah, 2009). Sistem kata
kunci ini biasanya direkayasa secara khusus untuk mempelajari kata dan istilah
asing, dan konon cukup efektif untuk pengajaran bahasa asing, inggris misalnya.
Langkah-langkahnya 1) kata-kata asing, 2) daftar kata bahasa lokal yang suka
kata pertamanya memiliki suara/lafal yang mirip dengan kata yang dipelajari,
dan 3) arti kata-kata tersebut. Misalnya Challenge/celeng/tantangan.
c.
Keterlibatan secara
aktif
Banyak sekali yang
beranggapan bahwa dengan membaca bahan pelajaran satu kali saja sudah cukup
untuk mengerti isinya. Dari banyak penelitian pendapat itu kurang pada
tempatnya. Perlu keterlibatan secara aktif untuk memperoleh hasil yang bagus
dalam pembelajaran. Salah satu bentuk dari ini adalah istilah SQ3R. Istilah
SQ3R (juga sebagai cara mnemonik) adalah singkatan dari 5 langkah teknik: (S)
survey (menyelidiki), (Q) question (bertanya), (R) read (membaca), (R) recite
(menceritakan kembali), dan (R) review (mengulang kembali).
Dengan menggunakan
SQ3R ini dimungkinkan materi akan terkuasai dengan baik. Dan ingatan siswa akan
materi akan bertahan dengan baik, dan mudah untuk dipanggil kembali.
d.
Latihan terkumpul
atau latihan yang terbagi
Latihan terkumpul,
dipergunakan untuk menunjukan belajar dalam waktu yang singkat tanpa istirahat,
sedangkan latihan terbagi adalah cara belajar dengan beberapa kali istirahat.
Latihan secara menumpuk ini masih berguna bila kita mempelajari bahan yang
tidak terlalu banyak. Misalnya menghafal sebuah cerita pendek, dll. Latihan
terbagi juga bagus untuk membahas materi yang saling berhubungan, akan tetapi
dalam bab yang terpisah-pisah.
Berdasarkan hasil
penelitian (Dafidoff, 1987), jika dipadukan kedua ini maka hasilnya sangat
bagus dalam pembelajaran dan persiapan diri dalam ujian. Misalnya, diawali oleh
latihan yang terbagi-bagi jauh sebelum berlangsungnya ujian, pada masa ini
semua informasi (materi) sudah dikode dan diorganisasi, kemudian sehari
menjelang ujian diulang kembali secara utuh dari awal, maka hasilnya akan lebih
baik.
e.
Belajar berlebihan
Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Krueger (Dafidoff, 1987), bahwa belajar secara
berlebihan (overlearning) akan berbuah positif terhadap daya simpan (ingat)
anak terhadap materi.
f. Memanfaatkan penguatan positif
Pemberian penguatan
(reiforcement) yang efektif akan berpengaruh positif terhadap peningkatan motivasi
belajar siswa. Dan ketika motivasi kuat, maka akan berbanding lurus dengan
hasil belajar siswa.
Wenger (2000),
dalam bukunya Beyond Teaching & Learning yang diterjemahkan oleh
Sirait & Purwanto, diperoleh beberapa kiat atau cara untuk memperoleh
kecakapan dalam belajar, sehingga nantinya apa yang dipelajari mudah untuk di recall
kembali. Diantaranya adalah:
a) Tingkatan Atensi
Untuk memudahkan
ingatan terhadap apa yang dipelajari bisa dilakukan dengan meningkatkan atensi.
Bentuk dari atensi ini adalah adanya respon dan tindakan positif kita terhadap
materi itu.
Kalau kita telaah
berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan tentang pembahasan
“ingatan” sebenarnya sudah dipahami bahwa “setiap pengalaman dan pengetahuan
yang kita miliki sebenarnya ada bersama kita, meskipun kita tidak mengingatnya”.
b) Ubah “fakta kering” menjadi pengalaman yang tidak terlupakan
Sebagai contoh,
ubahlah “fakta-fakta kering” tentang kejadian bersejarah dalam perang
Diponegoro, misalnya, menjadi: anda adalah salah seorang pengikut pangeran yang
duduk diatas kuda di belakang beliau seraya menghunus keris, kehujanan,
kecapaian dan dihujani tembakan kompeni. Kemudian anda mencari pohon atau batu
untuk mencari tempat berlindung, ketika anda mendapatkan tempat, sementara anda
melihat teman anda belum sempat berlindung dan terluka ditembaki musuh.
c) Bereksperimenlah dan Buatlah Catatan
Jika suatu masalah
tampak sulit, bereksperimenlah agar masalah itu dapat diubah ke dalam bentuk
lain lalu coba pecahkan, kemudian kembali kemasalah utama. Juga bereksperimenlah dengan
membayangkan apa saja yang terkait dengan masalah itu.
Aber Einstein yang
dipandang sebagai seorang jenius terbesar abad 20, melakukan “eksperimen
pikiran” yang sederhana dalam perjalanannya menemukan teori Relativitas─bukan
hanya sebagai cara memahami teori tersebut, tapi juga dalam mengajarkan teori
tersebut pada orang lain.
C.
KEJENUHAN
DALAM BELAJAR
Secara harfiah,
arti kejenuhan adalah padat atau penuh sehingga tidak mampu lagi memuat apapun. Selain itu jenuh juga
dapat berarti jemu atau bosan. Dalam bahasa psikologi lazim disebut dengan learning plateu, yakni,
periode waktu di mana tidak ada tidak ada bukti kemajuan belajar.
Reber, (Syah, 2009)
menyatakan bahwa kejenuhan dalam belajar merupakan rentang waktu tertentu yang
digunakan waktu belajar, tetapi tidak mendatangkan hasil. Seorang siswa yang
mengalami kejenuhan belajar merasa seakan-akan pengetahuan dan kecakapan yang
diperoleh dari belajar tidak ada kemajuan.
Kejenuhan dalam
belajar bisa disebabkan oleh hilangnya motivasi siswa dalam belajar. Kondisi
ini bisa berlangsung beberapa hari, bisa berkepanjangan. Akan tetapi menurut
Syah (2009), kejenuhan secara umum disebabkan oleh adanya keletihan.
Menurut Cross (1974)
dalam bukunnya the psychology of learning keletihan siswa dapat
dikategorikan menjadi tiga macam, yakni: 1) keletihan indera siswa, 2) keletihan fisik siswa, 3) keletihan mental.
Keletihan fisik dan indera dapat dikurangi dan dihilangkan lebih mudah setelah
siswa beristirahat cukup terutama tidur nyenyak dan mengkonsumsi makanan dan
minuman yang bergizi. Akan tetapi dalam keletihan mental tidak sesederhana
keletihan fisik. Berikut upaya untuk mengatasi keletihan mental:
1)
Melakukan istirahat
dan mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi dengan takaran yang cukup
2)
Pengubahan atau
penjadwalan kembali jam-jam dari hari-hari belajar yang dianggap lebh
memungkinkan siswa belajar dengan giat
3)
Pengubahan kembali
lingkungan belajar siswa yang meliputi pengubahan posisi meja tulis, lemari,
rak buku, alat-alat perlengkapan belajar dan sebagainya sampaikan memungkinkan
siswa merasa berada di sebuah kamar baru yang lebih menyenangkan untuk belajar
4)
Memberikan motivasi
dan stimulasi baru agar siswa merasa terdorong untuk belajar lebih giat dari
sebelumnya
5)
Siswa harus berbuat
nyata (tidak tinggal diam) dengan mencoba belajar lagi dan lagi, (Syah, 2009).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar