a) Filsafat Pra Socrates
Filsafat Yunani Kuno – Zaman Yunani Kuno dipandang
sebagai zaman keemasan filsafat, karena pada zaman ini orang memiliki kebebasan
untuk berpendapat atau mengungkapkan ide-idenya. Pada masa itu, Yunani
dipandang sebagai gudang ilmu dan filsafat, karena bangsa Yunani sudah tidak
lagi mempercayai mitos-mitos. Bangsa Yunani juga tidak dapat menerima
pengalamanyang didasarkan pada sikap receptive attitude (sikap
menerima begitu saja) melainkan menumbuhkan sikap yang senang menyelidiki atau
kritis. Sikap kritis inilah yang menjadikan bangsa Yunani berada pada barisan
terdepan dalam ilmu pengetahuan.[3]
Filsafat zaman Yunani kuno mencakup zaman Pra Socrates
dan zaman keemasan filsafat. Tokoh-tokoh filosof pada masa itu adalah Thales,
Anaximandros, Anaximenes, Pythagoras, dan Heraklitos.Mereka dikenal dengan
filosof alam. Sedangkan masa keemasan filsafat dimeriahkan oleh tokoh-tokoh
seperti, Socrates, Plato dan Aristoteles. Pada masa inilah filsafat Yunani
menikmati masa keemasannya.
Filsafat pra-socrates ditandai oleh usaha mencari asal
(asas) segala sesuatu (“arche”). Tidakkah di balik keanekaragaman realitas di
alam semesta itu hanya ada satu azas? Thales mengusulkan: air, Anaximandros:
yang tak terbatas, Empedokles: api-udara-tanah-air. Herakleitos mengajar bahwa
segala sesuatu mengalir (“panta rei” = selalu berubah), sedang Parmenides
mengatakan bahwa kenyataan justru sama sekali tak berubah. Namun tetap menjadi
pertanyaan: bagaimana yang satu itu muncul dalam bentuk yang banyak, dan
bagaimana yang banyak itu sebenarnya hanya satu? Pythagoras (580-500 sM)
dikenal oleh sekolah yang didirikannya untuk merenungkan hal itu. Democritus
(460-370 sM) dikenal oleh konsepnya tentang atom sebagai basis untuk
menerangkannya juga. Zeno (lahir 490 sM) berhasil mengembangkan metode reductio
ad absurdum untuk meraih kesimpulan yang benar.
Secara umum dapat dikatakan, para filosof pra-Socrates
berusaha membebaskan diri dari belenggu mitos dan agama asalnya. Mereka mampu
melebur nilai-nilai agama dan moral tradisional tanpa menggantikannya dengan
sesuatu yang substansial.
- Aliran Miletos/Madzhab Milesian
Filsafat Yunani Kuno – Aliran ini disebut Aliran
Miletos karena tokoh-tokohnya merupakan warga asli Miletos, di Asia Kecil, yang
merupakan sebuah kota niaga yang maju. Berikut beberapa tokoh yang termasuk
kedalam Aliran Miletos atau dikenal pula dengan istilah Madzhab Milesian:
1) Thales
Filsafat Yunani Kuno hidup sekitar 624-546 SM. Ia
adalah seorang ahli ilmu termasuk ahli ilmu Astronomi. Ia berpendapat bahwa
hakikat alamini adalah air. Segala-galanya berasal dari air. Bumi sendiri
merupakan bahan yang sekaligus keluar dari air dan kemudian terapung-apung
diatasnya.
Pandangan yang demikian itu membawa kepada
penyesuaian-penyesuain lain yang lebih mendasar yaitu bahwa sesungguhnya
segalanya ini pada hakikatnya adalah satu. Bagi Thales, air adalah sebab utama
dari segala yang ada dan menjadi akhir dari segala-galanya.
Ajaran Thales yang lain adalah bahwa tiap benda
memiliki jiwa. Itulah sebabnya tiap benda dapat berubah, dapat bergerak atau
dapat hilang kodratnya masing-masing. Ajaran Thales tentang jiwa bukan hanya
meliputi benda-benda hidup tetapi meliputi benda-benda mati pula.
2) Anaximander
Filsafat Yunani Kuno – Anaximander adalah murid Thales
yang setia. Ia hidup sekitar 610-546 SM. Ia berpendapat bahwa hakikat dari
segala seuatu yang satu itu bukan air, tapi yang satu itu adalah yang tidak
terbatas dan tidak terhingga, tak berubah dan meliputi segala-galanya yang
disebut “Aperion”. Aperion bukanlah materi seperti yang dikemukakan oleh
Thales. Anaximander juga berpendapat bahwa dunia ini hanyalah salah satu bagian
dari banyak dunia lainnya.
3) Anaximenes
Anaximenes hidup sekitar 560-520 SM. Ia berpendapat
bahwa hakikat segala sesuatu yang satu itu adalah udara. Jiwa adalah udara; api
adalah udara yang encer; jika dipadatkan pertama-tama udara akan menjadi air,
dan jika dipadatkan lagi akan menjadi tanah, dan akhirnya menjadi batu. Ia
berpendapat bahwa bumi berbentuk seperti meja bundar.
- Aliran Pythagoras
Filsafat Yunani Kuno – Pythagoras lahir di Samos
sekitar 580-500 SM. Ia berpendapat bahwa semesta ini tak lain adalah bilangan.
Unsur bilangan merupakan prinsip unsur dari segala-galanya. Dengan kata lain,
bilangan genap dan ganjil sama dengan terbatas dan tak terbatas.
1) Xenophanes
Xenophanes merupakan pengikut Aliran Pythagoras yang
lahir di Kolophon, Asia Kecil, sekitar tahun 545 SM. Dalam filsafatnya ia
menegaskan bahwa Tuhan bersifat kekal, tidak mempunyai permulaan dan Tuhan itu
Esa bagi seluruhnya. Ke-Esaan Tuhan bagi semua merupakan sesuatu hal yang
logis. Hal itu karena kenyataan menunjukkan apabila semua orang memberikan
konsep ketuhanan sesuai dengan masing-masing orang, maka hasilnya akan
bertentangan dan kabur. Bahkan “kuda menggambarkan Tuhan menurut konsep kuda,
sapi demikian juga” kata Xenophanes. Jelas kiranya ide tentang Tuhan menurut
Xenophanes adalah Esa dan bersifat universal.
2) Heraklitus
(Herakleitos)
Heraklitus hidup antara tahun 560-470 SM di Italia
Selatan sekawan dengan Pythagoras dan Xenophanes. Ia berpendapat bahwa asal
segalanya adalah api dan api adalah lambang dari perubahan. Api yang selalu
bergerak dan berubah menunjukkan bahwa tidak ada yang tetap dan tidak ada yang
tenang.
- Aliran Elea
1) Parmenides
Filsafat Yunani Kuno – Lahir sekitar tahun 540-475 di
Italia Selatan. Ajarannya adalah kenyataan bukanlah gerak dan perubahan
melainkan keseluruhan yang bersatu. Dalam pandangan Pamenides ada dua jenis
pengetahuan yang disuguhkan yaitu pengetahuan inderawi dan pengetahuan
rasional. Apabila dua jenis pengetahuan ini bertentangan satu sama lain maka ia
memilih rasio. Dari pemikirannya itu membuka cabang ilmu baru dalam dunia
filsafat yaitu penemuannya tentang metafisika sebagai cabang filsafat yang
membahas tentang yang ada.
2) Zeno
Lahir di Elea sekitar 490 SM. Ajarannya yang penting
adalah pemikirannya tentang dialektika. Dialektika adalah satu cabang filsafat
yang mempelajari argumentasi.
3) Melissos
Lahir di Samos tanpa diketahui secara tepat tanggal
kelahirannya. Ia berpendapat bahwa “yang ada” itu tidak berhingga, menurut
waktu maupun ruang.
- Aliran Pluralis
1) Empedokles
Lahir di Akragas Sisislia awal abad ke-5 SM. ia
menulis buah pikirannya dalam bentuk puisi. Ia mengajarkan bahwa realitas
tersusun dari empat anasir yaitu api, udara, tanah, dan air.
2) Anaxagoras
Lahir di Ionia di Italia Selatan. Ia berpendapat bahwa
realitas seluruhnya bukan satu tetapi banyak. Yang banyak itu tidak dijadikan,
tidak berubah, dan tidak berada dalam satu ruang yang kosong. Anaxagoras
menyebut yang banyak itu dengan spermata (benih).
- Aliran Atomis
Pelopor atomisme ada dua yaitu Leukippos dan
Demokritos. Ajaran aliran filsafat ini ikut berusaha memecahkan masalah yang
pernah diajukan oleh aliran Elea. Aliran ini mengajukan konsep mereka dengan
menyatakan bahwa realitas seluruhnya bukan satu melainkan terdiri dari banyak
unsur. Dalam hal ini berbeda dengan aliran pluralisme maka aliran atomisme
berpendapat bahwa yang banyak itu adalah “atom” (a = tidak, tomos = terbagi).
6. Aliran Sofis
Sofisme berasal dari kata Yunani “sophos” yang berarti
cerdik atau pandai. Tokoh-tokoh kaum sofis adalah Protagoras, Grogias, Hippias,
Prodikos, dan Kritias.
Kesimpulannya, filsafat Pra Socrates adalah filsafat
yang dilahirkan karena kemenangan akal asas atas dongeng atau mite-mite yang
diterima dari agama yang memberitahukan tentang asal muasal segala sesuatu.
b) Zaman
Keemasan Filsafat: Socrates, Plato, Aristoteles
Filsafat Yunani Kuno – Puncak filsafat Yunani dicapai
pada Socrates, Plato dan Aristoteles. Filsafat dalam periode ini ditandai oleh
ajarannya yg “membumi” dibandingkan ajaran-ajaran filosof sebelumnya. Seperti
dikatakan Cicero (sastrawan Roma) bahwa Socrates telah memindahkan filsafat
dari langit keatas bumi. Maksudnya, filosof pra-Socrates mengkonsentrasikan
diri pada persoalan alam semesta sedangkan Socrates mengarahkan obyek
penelitiannya pada manusia diatas bumi. Hal ini juga diikuti oleh para sofis.
Seperti telah disebutkan didepan, sofis (sophistes) mengalami kemerosotan
makna. Shopistes digunakan untuk menyebut guru-guru yg berkeliling dari kota ke
kota dan memainkan peran penting dalam masyarakat. Dalam dialog Protagoras,
Plato mengatakan bahwa para sofis merupakan pemilik warung yg menjual barang
ruhani.
Tokoh-tokoh Zaman
Keemasan Filsafat
- Socrates (470-400 S.M)
Filsafat Yunani Kuno – Socrates guru Plato, mengajar
bahwa akal budi harus menjadi norma terpenting untuk tindakan kita. Sokrates
sendiri tidak menulis apa-apa. Pikiran-pikirannya hanya dapat diketahui secara
tidak langsung melalui tulisan-tulisan dari cukup banyak pemikir Yunani lain,
terutama melalui karya plato. Sebagaimana para sofis, Socrates memulai
filsafatnya dengan bertitik tolak dari pengalaman keseharian dan kehidupan
kongkret. Perbedaannya terletak pada penolakan Socrates terhadap relatifisme
(pandangan yg berpendapat bahwa kebenaran tergantung pada manusia) yg pada
umumnya dianut para sofis. Menurut Socrates tidak benar bahwa yg baik itu baik
bagi warga Athena dan lain bagi warga negara Sparta. Yang baik mempunyai nilai
yg sama bagi semua manusia dan harus dijunjung tinggi oleh semua orang.
Pendirinya yg terkenal adalah pandangannya yg menyatakan bahwa keutamaan
(arete) adalah pengetahuan, pandangan ini kadang-kadang disebut intelektualisme
etis. Dengan demikian Socrates menciptakan suatu etika yg berlaku bagi semua
manusia. Sedangkan ilmu pengetahuan Socrates menemukan metode induksi dan
memperkenalkan definisi-definisi umum. Akibat pandangannya ini Socrates dihukum
mati.
- Plato (428-348 S.M)
Filsafat Yunani Kuno – Hampir semua karya Plato
ditulis dalam bentuk dialog dan Socrates diberi peran yg dominan dalam dialog
tersebut. Sekurang-kurangnya ada dua alasan mengapa Plato memilih yg begitu.
Pertama, sifat karyanya Socratic (Socrates berperan sentral) dan diketahui
bahwa Socrates tidak mengajar tetapi mengadakan tanya jawab dg teman-temannya
di Athena. Dengan demikian, karya Plato dapat dipandang sebagai monumen bagi
sang guru yg dikaguminya. Kedua, berkaitan dengan anggapan Plato mengenai
filsafat. Menurutnya, filsafat pada intinya tidak lain daripada dialog dan
filsafat seolah-olah drama hidup yg tidak pernah selesai tetapi harus dimulai
kembali. Ada tiga ajaran pokok dari Plato yaitu tentang ide, jiwa dan proses
mengenal. Menurut Plato realitas terbagi menjadi dua yaitu inderawi yg selalu
berubah dan dunia ide yg tidak pernah berubah. Ide merupakan sesuatu yg
obyektif, tidak diciptakan oleh pikiran dan justru sebaliknya pikiran
tergantung pada ide-ide tersebut. Ide-ide berhubungan dengan dunia melalui tiga
cara; Ide hadir didalam benda, ide-ide berpartisipasi dalam konkret dan ide
merupakan model atau contoh (paradigma) bagi benda konkret. Pembagian dunia ini
pada gilirannya juga memberikan dua pengenalan. pertama pengenalan tentang ide;
inilah pengenalan yg sebenarnya. Pengenalan yg dapat dicapai oleh rasio ini
disebut episteme (pengetahuan) dan bersifat teguh, jelas, dan tidak berubah.
Dengan demikian Plato menolak relatifisme kaum sofis. Kedua, pengenalan tentang
benda-benda disebut doxa (pendapat) dan bersifat tidak tetap dan tidak pasti;
pengenalan ini dapat dicapai dg panca indera. Dengan dua dunianya ini juga
Plato bisa mendamaikan persoalan besar filsafat pra-socratic yaitu pandangan
panta rhei-nya Herakleitos dan pandangan yg ada-ada-nya Parmenides. Keduanya
benar, dunia inderawi memang selalu berubah sedangkan dunia ide tidak pernah
berubah dan abadi. Memang jiwa Plato berpendapat bahwa jiwa itu baka, lantaran
terdapat kesamaan antara jiwa dan ide. Lebih lanjut dikatakan bahwa jiwa sudah
ada sebelum hidup di bumi. Sebelum bersatu dg badan, jiwa sudah mengalami
pra-eksistensi dimana ia memandang ide-ide. Berdasarkan pandangannya ini, Plato
lebih lanjut berteori bahwa pengenalan pada dasarnya tidak lain adalah
pengingatan (anamnenis) terhadap ide-ide yg telah dilihat pada waktu
pra-eksistansi. Ajaran Plato tentang jiwa manusia ini bisa disebut penjara.
Plato juga mengatakan, sebagaimana manusia, jagad raya juga memiliki jiwa dan
jiwa dunia diciptakan sebelum jiwa-jiwa manusia. Plato juga membuat uraian
tentang negara. Tetapi jasa terbesarnya adalah usahanya membuka sekolah yg
bertujuan ilmiah. Sekolahnya diberi nama”Akademia”yg paling didedikasikan
kepada pahlawan yg bernama Akademos. Mata pelajaran yg paling diperhatikan
adalah ilmu pasti. Menurut cerita tradisi, di pintu masuk akademia terdapat
tulisan:”yg belum mempelajari matematika janganlah masuk disini”.
- Aristoteles ((384-322 S.M)
Filsafat Yunani Kuno – Ia adalah Pendidik Iskandar
Agung yg juga adalah murid Plato. tetapi dalam banyak hal ia tidak setuju
dengan Plato. Ide-ide menurut Aristoteles tidak terletak dalam suatu “surga”
diatas dunia ini, melainkan di dalam benda-benda sendiri. Setiap benda terdiri
dari dua unsur yang tak terpisahkan, yaitu materi (“hyle”) dan bentuk (“morfe”).
Bentuk-bentuk dapat dibandingkan dengan ide-ide dari Plato. Tetapi pada
Aristoteles ide-ide ini tidak dapat dipikirkan lagi lepas dari materi. Materi
tanpa bentuk tidak ada. Bentuk-bentuk “bertindak” di dalam materi.
Bentuk-bentuk memberi kenyataan kepada materi dan sekaligus merupakan tujuan
dari materi. Teori ini dikenal dengan sebutan Hylemorfisme.
Filsafat Aristoteles sangat sistematis. Sumbangannya
kepada perkembangan ilmu pengetahuan besar sekali. Tulisan-tulisan Aristoteles
meliputi bidang logika, etika, politik, metafisika, psikologi dan ilmu alam.
Pokok-pokok pikirannya antara lain bahwa ia berpendapat seseorang tidak dapat
mengetahui suatu obyek jika ia tidak dapat mengatakan pengetahuan itu pada
orang lain. Spektrum pengetahuan yg diminati oleh Aristoteles luas sekali,
barangkali seluas lapangan pengetahuan itu sendiri. Menurutnya pengetahuan
manusia dapat disistematiskan sebagai berikut; Pengetahuan,
Teoritis,prsktis,produktif,
teologi/metafisika,matematika,fisika,etika,politik,seni,ilmu hitung, ilmu ukur,
retorika
Aristoteles berpendapat bahwa logika tidak termasuk
ilmu pengetahuan tersendiri, tetapi mendahului ilmu pengetahuan sebagai
persiapan berfikir secara ilmiah. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, logika
diuraikan secara sistematis. Tidak dapat dibantah bahwa logika Aristoteles
memainkan peranan penting dalam sejarah intelektual manusia; tidaklah
berlebihan bila Immanuel Kant mengatakan bahwa sejak Aristoteles, logika tidak
maju selangkahpun. Mengenai pengetahuan, Aristoteles mengatakan bahwa
pengetahuan dapat dihasilkan melalui jalan induksi dan jalan deduksi, induksi
mengandalkan panca indera yang “lemah”, sedangkan deduksi lepas dari
pengetahuan inderawi. Karena itu dalam logikanya Aristoteles sangat banyak
memberi tempat pada deduksi yg dipandangnya sebagai jalan sempurna menuju
pengetahuan baru. Salah satu cara Aristoteles mempraktekkan deduksi adalah
Syllogismos (silogisme)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar