Pendidikan mempunyai banyak arti. Emil Durkheim
mendefinisikan pendidikan sebagai pengaruh yang dilaksanakan oleh orang dewasa
atas generasi yang belum matang untuk penghidupan sosial. Dictionary of
Education menyatakan bahwa pendidikan merupakan proses dimana seseorang
mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk perilaku lainnya di dalam
masyarakat dimana yang bersangkutan hidup. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa pendidikan adalah proses timbal balik dari tiap pribadi manusia dalam
penyesuaian dirinya dengan lingkungan hidupnya. Sementara itu, keluarga adalah
kasatuan unit terkecil di dalam masyarakat. Jadi, pendidikan dalam keluarga
adalah proses pembentukan mental dan tingkah laku seorang anak manusia secara
berkesinambungan dalam unit terkecil di dalam masyarakat.
Sejatinya, pendidikan dimulai dari dalam keluarga
karena tidak ada orang yang tidak dilahirkan dalam keluarga. Jauh sebelum ada
lembaga pendidikan yang disebut sekolah, keluarga telah ada sebagai lembaga
yang memainkan peran penting dalam pendidikan yakni sebagai peletak dasar.
Dalam dan dari keluarga orang mempelajari banyak hal, dimulai dari bagaimana
berinteraksi dengan orang lain, menyatakan keinginan dan perasaan, menyampaikan
pendapat, bertutur kata, bersikap, berperilaku, hingga bagaimana menganut
nilai-nilai tertentu sebagai prinsip dalam hidup. Intinya, keluarga merupakan
basis pendidikan bagi setiap orang. Secara praktis, pendidikan dalam keluarga
tidak mempunyai suasana seperti pendidikan di sekolah. Kita tidak akan menemukan
ruangan yang dipenuhi fasilitas seperti bangku dan meja, papan tulis, dan media
pembelajaran lainnya. Kita juga tidak akan menemukan oknum pendidik yang
mengenakan uniform tertentu yang biasa dipanggil dengan sebutan ‘guru’ atau
‘dosen’. Pendidikan dalam keluarga memiliki ciri khas tersendiri. Hal ini
dimungkinkan karena pendidikan dalam keluarga bukanlah pendidikan yang
‘diorganisasikan’ melainkan pendidikan yang ‘organik’, yang didasarkan pada
spontanitas, intuisi, pembiasaan dan improvisasi. Meski demikian, dalam
pendidikan keluarga kita menemukan oknum yang fungsinya tidak jauh berbeda
dengan guru di sekolah atau dosen di perguruan tinggi yaitu mentransfer
pengetahuan. Oknum yang saya maksudkan adalah orang tua. Ya, dalam konteks
pendidikan dalam keluarga, orang tua bertugas mentransfer pengetahuan tetapi
bukan pengetahuan tentang mata pelajaran tertentu, melainkan pengetahuan
tentang kehidupan. Dengan kata lain, pendidikan dalam keluarga merupakan segala
usaha yang dilakukan oleh orang tua dengan pembiasaan dan improvisasi untuk
membantu perkembangan pribadi anggota keluarga yang disebut anak. Fungsi
Keluarga Berikut ini beberapa fungsi keluarga yang penting untuk diketahui,
yaitu:
1. Persekutuan
primer, yaitu relasi antara anggota keluarga yang bersifat mendasar dan
eksklusif karena faktor ikatan biologis, ikatan hukum dan karena adanya
kebersamaan dalam mempertahankan hidup. Sebagai kelompok primer, keluarga
berperan menciptakan persahabatan, kecintaan, rasa aman, dan hubungan
interpersonal yang bersifat kontinu. Semua ini merupakan fondasi perkembangan
kepribadian anak. Sangat tidak mungkin anak dapat bersahabat dengan orang lain
yang bukan anggota keluarganya, apabila ia tidak mendapat pendidikan dalam
keluarga tentang persahabatan. Demikian pula apabila kepada anak tidak
ditanamkan rasa aman ke dalam diri anak, ia cenderung berinteraksi penuh
kecurigaan terhadap orang yang bukan anggota keluarganya. Hubungan antar
pribadi yang continue juga perlu diajarkan kepada anak supaya ia mampu menjaga
relasi interpersonalnya dengan orang-orang di luar keluarga yang ditemuinya.
Disamping itu, sebagai kelompok primer, keluarga memberikan kesempatan secara
unik kepada anggotanya untuk menyadari dan memperkuat nilai kepribadian. Hanya
di dalam keluarga seorang individu secara bebas mengekspresikan kepribadiannya.
Dan kesempatan ini sangat penting sebab dari sinilah individu membangun harga
dirinya. Masih tentang keluarga sebagai persekutuan utama/primer, hubungan
anggota-anggota keluarga dengan dunia luar, diakui atau tidak, diatur oleh
keluarga. Menyangkut hal ini, corak keluarga dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu: a.Keluarga terbuka, yaitu keluarga yang mendorong anggota keluarga
membangun hubungan dengan dunia luar. Persahabatan, kasih sayang, dan hubungan
antar pribadi dapat dilakukan dengan semua orang. b.Keluarga tertutup,
merupakan keluarga yang menutup diri terhadap hubungan dengan dunia luar.
Hubungan kasih sayang, persahabatan, dan hubungan antar pribadi lainnya HANYA
dilakukan dengan anggota keluarga. Dalam hal pendidikan dalam keluarga, kita
dapat membagi keluarga menjadi tiga kelompok: a.Keluarga yang benar-benar
menerapkan pendidikan dalam keluarga secara ketat sebagai sesuatu yang penting
b.Keluarga yang acuh/santai. Segala sesuatu berjalan sesuai kelaziman.
c.Keluarga yang tidak terlalu mementingkan pendidikan dalam keluarga tetapi
juga tidak acuh/santai. Tipikalnya situasional.
2. Sumber Kasih
Sayang (affection) atas dasar ikatan biologis atau hukum secara bertanggung
jawab. Umumnya, sebuah keluarga terbentuk karena jalinan cinta kasih antara
ayah dan ibu. Kenyataan ini sudah lebih dari cukup untuk menyatakan bahwa
keluarga merupakan sumber kasih sayang. Maksud saya, di dalam keluargalah
seorang anak merasakan kasih sayang dan belajar bagaimana mengekspresikan/
menyatakan perasaan cinta kasih kepada orang lain, bahkan bagaimana mencitai
orang lain. Apabila keluarga gagal menjadi sumber kasih sayang, anak pun akan
mengalami kegagalan dalam hal mengasihi orang lain. Namun sebaliknya, apabila
keluarga mampu memenuhi kebutuhan anak akan kasih, anak tak akan mencari kasih
sayang di luar rumah yang bisa saja berpotensi menjerumuskan dirinya ke hal-hal
yang tidak diinginkan. Disamping itu, anak juga mampu menyayangi orang lain
dengan cinta kasih yang diperolehnya dalam keluarga.
3. Institusi
pembentukan anutan, keyakinan, agama, nilai-nilai budaya dan moralitas Tak bisa
dipungkiri, keluarga merupakan institusi pertama yang hampir seluruh
pergerakannya ditiru oleh anak. Memang, pada dasarnya, keluarga merupakan
sumber panutan bagi anak. Dari keluargalah anak belajar tentang keyakinan,
agama, nilai-nilai budaya dan moralitas.
4. Wadah
pemenuhan kebutuhan, baik materil maupun spiritual Institusi yang paling
bertanggung jawab terhadap kebutuhan jasmani dan rohani anak bukanlah institusi
pemerintahan, bukan pula institusi swasta, melainkan institusi keluarga. Itu
sebabnya, apabila ada anak yang kebutuhannya tidak tercukupi, maka pihak yang
paling bertanggung jawab terhadap situasi demikian adalah keluarga. Tentu ada
pengecualian terhadap situasi-situasi tertentu.
5. Lembaga
partisipasi dari kelompok masyarakat (interaksi sosial) Sebenarnya, cara
termudah untuk mengetahui tinggi atau rendahnya partisipasi seseorang dalam
masyarakat adalah dengan menelusuri partisipasinya dalam keluarganya sendiri.
Pentingnya Pendidikan dalam Keluarga Pendidikan dalam keluarga penting, sama
pentingnya dengan pendidikan di sekolah. Jika diibaratkan, pendidikan seperti
koin yang memiliki dua sisi dimana pada sisi yang satu terdapat pendidikan
dalam keluarga sedangkan pada sisi yang lain ada pendidikan di sekolah. Mengapa
pendidikan dalam keluarga penting?? Faktanya, setiap orang yang bersosialisasi
dalam masyarakat berasal dari keluarga. Kemampuan bersosialisasi tidak datang
secara tiba-tiba melainkan hasil dari suatu pembelajaran panjang dalam
keluarga. Sosialisasi dalam keluarga bertujuan membentuk: 1.Penguasaan Diri
Setiap anak perlu diajarkan tentang self controlled sebab masyarakat menuntut
hal ini. Orang tua perlu menanamkan kepada anak bahwa masyarakat umum memiliki
kepribadian berbeda-beda. Karena itu diperlukan cara yang berbeda pula untuk
mendekati atau membangun relasi sosial dengan mereka. Dan penguasaan diri
merupakan cara yang ampuh. Anak perlu diajar untuk menguasai diri ketika
berhadapan dengan orang lain. Tidak mungkin anak dapat menguasai diri apabila
tidak diajarkan dalam keluarga. Cara praktis yang bisa dilakukan adalah pada
waktu orang tua meminta anak untuk memelihara kebersihan dirinya. Memang, ini
bukanlah cara yang mudah. Tetapi justru karena itulah penguasaan diri anak
dapat terbentuk, baik secara emosional maupun secara fisik. 2.Nilai-nilai
Nilai-nilai yang bisa diajarkan kepada anak secara bersamaan dengan penguasaan
diri adalah mengajarkan anak untuk meminjamkan mainannya kepada temannya. Nilai
yang terkandung di sini adalah berbagi alias tidak pelit/kikir. Bisa juga,
mengajarkan anak kepada anak supaya tidak bermain sebelum pekerjaan rumahnya
selesai dikerjakan. Hal ini mengajarkan tentang disiplin dan kesuksesan. Usia 6
tahun merupakan usia yang paling baik untuk mengajarkan nilai-nilai kepada
anak. Dan keluarga bertanggung jawab penuh dalam usia ini. 3.Peran-peran Sosial
Interkasi dalam keluarga bermanfaat untuk pengenalan peran-peran sosial. Anak
dapat mengenali peran orang tua (ayah dan ibu), kakak, adik, dan perannya
sendiri. Dengan mengenali peran-peran sosial, anak dapat berinteraksi dengan
dunia luar tanpa mengesampingkan perannya tersebut. Yang Perlu Diperhatikan
Pendidikan dalam keluarga memang berlangsung secara spontanitas, namun ada
hal-hal penting yang perlu diperhatikan orang tua: 1.Tunjukan Teladan Anak-anak
suka meniru perilaku orang tua, baik perkataan, sikap maupun perbuatan.
Pendidikan dalam keluarga hanya akan berhasil manakala orang tua mendidik
dengan menunjukkan teladan. Pendidikan tentang penguasaan diri, nilai-nilai,
dan peran-peran sosial akan gagal apabila orang tua tidak mampu menguasai diri,
tidak memiliki nilai-nilai yang diajarkan, dan tidak melaksanakan peran
sosialnya. Dalam pendidikan keluarga, orang tua tidak hanya berperan sebagai
pendidik tetapi juga sebagai model tentang segala sesuatu yang diajarkan. Ada
ungkapan kuno: “orang mungkin ragu dengan apa yang Anda katakan, tetapi mereka
akan percaya dengan apa yang Anda lakukan“ Anak bisa saja ragu dengan apa yang
orang tua ajarkan apabila orang tua tidak menunjukkannya terlebih dahulu dalam
perilakunya. Namun sebaliknya anak tidak akan ragu dengan segala hal yang
diajarkan apabila orang tua mampu menunjukkannya dalam perbuatan. Bahkan tidak
tertutup kemungkinan, tanpa kata-kata pun suatu teladan dapat ditransfer kepada
anak. 2.Konsisten Hasil dari pendidikan dalam keluarga akan sesuai harapan
manakala dilakukan secara konsisten. Inkonsistensi sama sekali tidak
konstruktif terhadap pendidikan dalam keluarga. Sejatinya, sikap konsisten
tidak hanya baik bagi pendidikan dalam keluarga tetapi juga mengajarkan tentang
ketegasan, dan keteguhan dalam berprinsip. 3.Kesepahaman Pendapat Ayah dan Ibu
(0rang tua) Sudah menjadi rahasia umum, ayah dan ibu sering tidak sepaham dalam
pendidikan keluarga. Sebenarnya, realitas ini merupakan penyebab gagalnya
pendidikan dalam keluarga. Anak menjadi bingung dalam menentukan sikap. Ayah
dan ibu boleh saja tidak sepaham, namun hal itu tidak boleh ditunjukkan di
depan anak. Di depan anak, seharusnya, orang tua menunjukkan kekompakkan
sehingga pendidikan dalam keluarga mendatangkan hasil yang membanggakan.
Penutup Marilah kita tidak hanya terfokus pada pendidikan di luar keluarga.
Sebab pembentukan kepribadian seseorang dimulai dari dalam keluarga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar