Rabu, 28 Desember 2016

Peranan Guru di Sekolah dan di Masyarakat



A. Guru Berkedudukan sebagai Profesional
Dalam ilmu sosiologi kita biasa menemukan dua istilah yangakan selalu berkaitan, yakni status (kedudukan) dan peran social di dalam masyarakat. Status biasanya didefinisikan sebagai suatu peringkat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok atau posisi suatu kelompok dalam hubungannya dengan kelompok lain. Sedangkan peran merupakan sebuah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang memiliki suatu status tertentu tersebut. Status sebagai guru dapat dipandangan sebagai yang tinggi atau rendah, tergantung di mana ia berada. Sedangkan perannya yang berkedudukan sebagai pendidik seharusnya menunjukkan kelakuan yang layak sesuai harapan masyarakat, dan guru diharapkan berperan sebagai teladan dan rujukan dalam masyarakat dan khususnya anak didik yang dia ajar. Guru tidak hanya memiliki satu peran saja, ia bisa berperan sebagai orang yang dewasa, sebagai seorang pengajar dan sebagai seorang pendidik, sebagai pemberi contoh dan sebagainya. Apabila kita cermati, sebenarnya status dan peran guru tidak lah selalu seragam dan bersifat konsisten sebagaimana tersirat di atas. Ini sesuai dengan standar apa dan mana yang dipakai dalam menentukan keduanya. Penilaian status dan peran pada seorang guru di pedesaan tidaklah sama dengan penilaian status dan peran terhadap seorang guru di perkotaan. Dalam masyarakat industrial dan materialis status dan peran seorang guru tidaklah se-urgen pada masyarakat sederhana atau masyarakat pertanian. Salah satu peran guru adalah sebagai profesional. Jabatan guru sebagai profesional menuntut peningkatan kecakapan dan mutu keguruan secara berkesinambungan. Guru yang berkuali- fikasi profesional, yaitu guru yang tahu secara mendalam tentang apa yang diajarkannya, cakap dalam cara mengajarkannya secara efektif serta efisien, dan guru tersebut punya kepribadian yang mantap Selain itu integritas diri serta kecakapan keguruannya juga perlu ditumbuhkan serta dikembangkan. Setelah kita menganggap bahwa status guru merupakan sebuah jabatan yang profesional, menurut Semana (1994), ia pun dituntut untuk bisa berperan dan menunjukkan citra guru yang ideal dalam masyarakatnya. Dalam hal ini J. Sudarminto, 1990 (dalam Semana, 1994) berpendapat bahwa citra guru yang ideal adalah sadar dan tanggap akan perubahan zaman, pola tindak keguruannya tidak rutin, guru tersebut maju dalam penguasaan dasar keilmuan dan perangkat instrumentalnya (misalnya sistem berpikir, membaca keilmuan, kecakapan problem solving, seminar dan sejenisnya) yang diperlukannya untuk belajar lebih lanjut atau berkesinambungan. Selain itu, guru hendaknya bermoral yang tinggi dan beriman yang mendalam, seluruh tingkah lakunya (baik yang berhubungan dengan tugas keguruannya ataupun sisialitasnya sehari-hari digerakkan oleh nilai-nilai luhur dan taqwanya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Secara nyata guru ter- sebut harus bertindak jujur, disiplin, adil, setia, susila dan menghayati iman yang hidup. Guru juga harus memiliki kecakapan kerja yang baik dan kedewasaan berpikir yang tinggi sebab guru sebagai pemangku jabatan yang profesional merupakan posisi yang bersifat strategis dalam kehidupan dan pembangunan masyarakat. Guru juga harus terus bisa memantapkan posisi dan perannya lewat usaha- usaha mengembangkan kemampuan diri secara maksimal dan berkesinambungan dalam belajar lebih lanjut. Salah satu yang melandasi pentingnya guru harus terus berusaha mengembang- kan diri karena pendidikan berlangsung sepenjang hayat. Hal ini berlaku untuk diri guru dan siswa di mana usaha seseorang untuk mencapai perkembangan diri serta karyanya tidak pernah selesai (hasilnya tidak pernah mencapai taraf sempurna mutlak). Selainitu bahwa sistem pengajaran, materi pengajaran dan penyam-paiannya kepada siswa selalu perlu dikembangkan. Hal ini meru- pakan dampak dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Upaya pengembangan sistem pengajaran, pembenahan isi serta teknologi organisasi materi pengajaran dan pencarian pendekatan strategi, metode, teknik pengajaran (perkembangan diri siswa) selalu perlu dikaji dan atau dikembangkan demi efektivitas dan efisiensi kerja kependidikan.
B. Peranan guru terhadap anak didik
Peranan guru terhadap murid-muridnya merupakan peran vital dari sekian banyak peran yang harus ia jalani. Hal ini dika- renakan komunitas utama yang menjadi wilayah tugas guru adalah di dalam kelas untuk memberikan keteladanan, pengalaman serta ilmu pengetahuan kepada mereka. Begitupun peranan guru atas murid-muridnya tadi bisa dibagi menjadi dua jenis menurut situasi interaksi sosial yang mereka hadapi, yakni situasi formal dalam proses belajar mengajar di kelas dan dalam situasi informal di luar kelas. Dalam situasi formal, seorang guru harus bisa menempatkan dirinya sebagai seorang yang mempunyai kewibawaan dan otoritas tinggi, guru harus bisa menguasai kelas dan bisa mengontrol anak didiknya. Hal ini sangat perlu guna menunjang keberhasilan dari tugas-tugas guru yang bersangkutan yakni mengajar dan mendidik murid-muridnya. Hal-hal yang bersifat pemaksaan pun kadang perlu digunakan demi tujuan di atas. Misalkan pada saat guru menyampaikan materi belajar padahal waktu ujian sangat mendesak, pada saat bersamaan ada seorang murid ramai sendiri sehingga menganggu suasana belajar mengajar di kelas, maka guru yang bersangkutan memaksa anak tadi untuk diam sejenak sampai pelajaran selesai dengan cara-cara tertentu. Tentunya hal di atas juga harus disertai dengan adanya keteladanan dan kewibawaan yang tinggi pada seorang guru. Keteladanan sangatlah penting. Hal ini sejalan dengan teori “Mekanisme Belajar” yang disampaikan David O Sears (1985) bahwa ada tiga mekanisme umum yang terjadi dalam proses belajar anak. Yang pertama adalah asosiasi atau classical condotioning ini berdasarkan dari percobaan yang dilakukan Pavlov pada seekor anjing. Anjing tersebut belajar mengeluarkan air liur pada saat bel berbunyi karena sebelumnya disajikan daging setiap saat terdengar bel. Setelah beberapa saat, anjing itu akan mengeluarkan air liur bila terdengar bunyi bel meskipun tidak disajikan daging, karena anjing tadi mengasosiasikan bel dengan daging. Kita juga belajar berperilaku dengan asosiasi. Misalnya, kata “Nazi” biasanya diasosiasikan dengan kejahatan yang mengerikan. Kita belajar bahwa Nazi adalah jahat karena kita telah belajar mengasosiasikannya dengan hal yang mengerikan. Mekanisme belajar yang kedua adalah reinforcement, orang belajar menampilkan perilaku tertentu karena perilaku itu disertai dengan sesuatu yang menyenangkan dan dapat memuaskan kebutuhan (atau mereka belajar menghindari perilaku yang disertai akibat-akibat yang tidak menyenangkan). Seorang anak mungkin belajar membalas penghinaan yang diterimanya di sekolah dengan mengajak berkelahi si pengejek karena ayahnya selalu memberikan pujian bila dia membela hak-haknya. Seorang mahasiswa juga mungkin belajar untuk tidak menentang sang profesor di kelas karena setiap kali dia melakukan hal itu, sang profesor selalu mengerutkan dahi, tampak marah dan membentaknya kembali.
Mekanisme belajar utama yang ketiga adalah imitasi. Seringkali orang mempelajari sikap dan perilaku sosial dengan meniru sikap dan perilaku yang menjadi model. Seorang anak kecil dapat belajar bagaimana menyalakan perapian dengan meniru bagaimana ibunya melakukan hal itu. Anak-anak remaja mungkin menentukan sikap politik mereka dengan meniru pembicaraan orang tua mereka selama kampanye pemilihan umum. Imitasi ini bisa terjadi tanpa adanya reinforcement eksternal dan hanya melalui observasi biasa terhadap model. Di antara ketiga macam mekanisme belajar di atas, imitasi adalah mekanisme yang paling kuat. Dalam banyak hal anak-anak cenderung meniru perilaku orang dewasa dan selain orang tua si anak, guru di sekolah merupakan orang dewasa terdekat keduabagi mereka. Bahkan di zaman sekarang ini banyak terjadi kasus anak lebih mempunyai kepercayaan terhadap guru dibanding pada orang tua mereka sendiri. Maka dari itulah seorang guru harus bisa menunjukkan sikap dan keteladanan yang baik di hadapan murid-muridnya, biar dikemudian hari tidak akan ada istilah ‘guru kencing berdiri, murid kencing berlari’. Selain keteladanan, kewibawaan juga perlu. Dengan kewibawaan guru menegakkan disiplin demi kelancaran dan ketertiban proses belajar mengajar. Dalam pendidikan,
kewibawaan merupakan syarat mutlak mendidik dan membimbing anak dalam perkembangannya ke arah tujuan pendidikan. Bimbingan atau pendidikan hanya mungkin bila ada kepatuhan dari pihak anak dan kepatuhan diperoleh bila pendidik mempunyai kewibawaan.Kewibawaan dan kepatuhan merupakan dua hal yang komple-menter untuk menjamin adanya disiplin (S. Nasution, 1995).
C. Peranan Guru dalam Masyarakat
Peranan guru dalam masyarakat tergantung pada gambaran asyarakat tentang kedudukan guru dan ststus sosialnya di engan negara lain dan dari satu zaman ke zaman lain pula. Di egara-negara maju biasanya guru di tempatkan pada posisi sosial ang tinggi atas peranan-peranannya yang penting dalam proses encerdaskan bangsa. Namun keadaan ini akan jarang kita temui i negara-negara berkembang seperti Indonesia. ebenarnya peranan itu juga tidak terlepas dari kualitas ribadi guru yang bersangkutan serrta kompetensi mereka dalam ekerja. Pada masyarakat yang paling menghargai guru pun akan angat sulit untuk berperan banyak dan mendapatkan kedudukan osial yang tinggi jika seorang guru tidak memiliki kecakapan dan ompetensi di bidangnya. Ia akan tersisih dari persaingan dengan uru-guru lainnya. Apalagi guru-guru yang tidak bisa memberikan keteladanan bagi para muridnya, sudah barang tentu ia justru enjadi bahan pembicaraan orang banyak. Jika dihadapan para uridnya seorang guru harus bisa menjadi teladan, ia pun ituntut hal yang sama di dalam berinteraksi dengan masyarakat ekitar. enghargaan atas peranan guru di negara kita bisa dibedakan enjadi dua macam. Pertama, penghargaan sosial, yakni penghar- aan atas jasa guru dalam masyarakat. Dilihat dari sikap-sikap osial anggota masyarakat serta penempatan posisi guru dalam tratifikasi sosial masyarakat yang bersangkutan. Hal semacam ini kan tampak jelas kita amati pada mayarakat pedesaan yang mana ereka selalu menunjukkan rasa hormat dan santun terhadap ara guru yang menjadi pengajar bagi anak-anak mereka. Mereka masyarakat) lebih biasa memberi kata-kata sapaan santun erhadap guru seperti pak guru, mas guru dan sebagainya aripada profesi-profesi yang lain.
Kedua, adalah penghargaan ekonomis, yakni penghargaan tas peran guru dipandang dari seberapa besar gaji yang diterima leh guru. Dengan kondisi gaji guru-guru di Indonesia sampai ahun 2000 an ini, tidak mungkin menjadi sejahtera dalam hal konomi hanya dengan pekerjaan mangajarnya saja. Hal inilah ang menjadikan kurang maksimalnya peranan guru dalam enjalankan tugas mengajar apalagi melakukan pengabdian pada asyarakat.Dalam perspektif perubahan sosial, guru yang baik tidak saja arus mampu melaksanakan tugas profesionalnya di dalam kelas, amun harus pula berperan melaksanakan tugas-tugas pembelajaran di luar kelas atau di dalam masyarakat. Hal tersebut sesuai ula dengan kedudukan mereka sebagai agent of change yang erperan sebagai inovator, motivator dan fasilitator terhadap emajuan serta pembaharuan.Dalam masyarakat, guru adalah sebagai pemimpin yang enjadi panutan atau teladan serta contoh (reference) bagi masyarakat sekitar. Mereka adalah pemegang norma dan nilai-nilai yang arus dijaga dan dilaksanakan. Ini dapat kita lihat bahwa betapa capan guru dalam masyarakat sangat berpengaruh terhadap rang lain. Ki Hajar Dewantoro menggambarkan peran guru ebagai stake holder atau tokoh panutan dengan ungkapan-ungkapan Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madya Mangun Karso, Tut WuriHandayani.
Di sini tampak jelas bahwa guru memang sebagai “pemeranaktif”, dalam keseluruhan aktivitas masyarakat sercara holistik.Tentunya para guru harus bisa memposisikan dirinya sebagai gen yang benar-benar membangun, sebagai pelaku propagandayang bijak dan menuju ke arah yang positif bagi perkembangan asyarakat.
D. Peranan Guru terhadap Guru Lain
Kalimat di atas mengandung makna bahwa seorang guru arus bisa berperan untuk kepentingan komunitasnya sendiri,yakni komunitas para guru. Sebagai sebuah profesi, biasanyahubungan antar guru satu dengan guru lainnya diwadahi olehorganisasi yang menaungi dan mewadahi aspirasi mereka. Dinegara kita organisasi yang menaungi para guru, misalnya: PGT(Persatuan Guru TK), PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia)dan sebagainya. Lewat organisasi-organisasi ini para guru bisasaling berkomunikasi dan memperjuangkan kepentingan bersamamereka dengan semangatkebersamaan yang tinggi sehingga apayang menjadi keinginan para guru relatif lebih mudah dicapai.Pertanyaan yang mendasar sehubungan dengan jenis-jenisorganisasi profesi keguruan tersebut adalah sejauh mana programserta kegiatannya menyentuh kebutuhan diri guru serta pengembangan karirnya?. Secara operasional seharusnya perjuangan danpembinaan yang dilakukan oleh organisasi profesi keguruan tersebut dapat mengangkat martabat guru yang menjadi anggotanya,memberi perlindungan hukum bagi guru, meningkatkan kesejah-teraan hidup guru, memandu serta mengusahakan peluang untukpengembangan karir guru, dan membantu ikut memecahkankonflik-konflik dan masalah-masalah yang dialami atau yangdihadapi oleh para guru .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar