·
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan
masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu
yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan,
pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk
mengajar kebudayaan melewati generasi.
Pendidikan
anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak
sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan
rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Pendidikan anak usia dini mulai lahir sampai baligh (kalau perempuan ditandai
menstruasi sedangkan laki-laki sudah mimpi sampai mengeluarkan air mani) adalah
tanggung jawab sepenuhnya orang tua. Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 1 butir 14, pendidikan anak usia
dini didefinisikan sebagai suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak
sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan
rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Pendidikan
anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang
menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik
(koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta,
kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku
serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap
perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Ada dua
tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yaitu:
1. Tujuan
utama: untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh
dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan
yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di
masa dewasa.
2. Tujuan
penyerta: untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik)
di sekolah. Rentangan anak usia dini menurut Pasal 28 UU Sisdiknas No.20/2003
ayat 1 adalah 0-6 tahun. Sementara menurut kajian rumpun keilmuan PAUD dan
penyelenggaraannya di beberapa negara, PAUD dilaksanakan sejak usia 0-8 tahun.
Ruang
Lingkup Pendidikan Anak Usia Dini
- Infant
(0-1 tahun)
- Toddler
(2-3 tahun)
- Preschool/
Kindergarten children (3-6 tahun)
- Early
Primary School (SD Kelas Awal) (6-8 tahun)
Hal-hal yang
harus dipahami dalam Karakteristik Anak Usia Dini adalah sebagai berikut:
- Mengetahui
hal-hal yang dibutuhkan oleh anak, yang bermanfaat bagi perkembangan hidupnya.
- Mengetahui
tugas-tugas perkembangan anak, sehingga dapat memberikan stimulasi kepada anak,
agar dapat melaksanakan tugas perkembangan dengan baik.
- Mengetahui
bagaimana membimbing proses belajar anak pada saat yang tepat sesuai dengan
kebutuhannya.
- Menaruh
harapan dan tuntutan terhadap anak secara realistis.
- Mampu
mengembangkan potensi anak secara optimal sesuai dengan keadaan dan
kemampuannya. fisik dan psikologis ( hall & lindzey, 1993).
Adapun
pentingnya pelayanan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah sebagai berikut:
- PAUD
sebagai titik sentral strategi pembangunan sumber daya manusia dan sangat
fundamental.
- PAUD
memegang peranan penting dan menentukan bagi sejarah perkembangan anak
selanjutnya, sebab merupakan fondasi dasar bagi kepribadian anak.
- Anak yang
mendapatkan pembinaan sejak dini akan dapat meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan fisik maupun mental yang akan berdampak pada peningkatan prestasi
belajar, etos kerja, produktivitas, pada akhirnya anak akan mampu lebih mandiri
dan mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.
- Merupakan
Masa Golden Age (Usia Keemasan). Dari perkembangan otak manusia, maka tahap
perkembangan otak pada anak usia dini menempati posisi yang paling vital yakni
mencapai 80% perkembangan otak.
- Cerminan
diri untuk melihat keberhasilan anak dimasa mendatang. Anak yang mendapatkan
layanan baik semenjak usia 0-6 tahun memiliki harapan lebih besar untuk meraih
keberhasilan di masa mendatang. Sebaliknya anak yang tidak mendapatkan
pelayanan pendidikan yang memadai membutuhkan perjuangan yang cukup berat untuk
mengembangkan hidup selanjutnya.
Pendidikan
Anak Usia Dini merupakan Komitmen Dunia seperti yang tertera dalam kutipan
sebagai berikut:
- Komitmen
Jomtien Thailand (1990) "Pendidikan untuk semua orang, sejak lahir sampai
menjelang ajal."
- Deklarasi
Dakkar (2000) "Memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan
pendidikan anak usia dini secara komprehensif terutama yang sangat rawan dan
terlantar."
- Deklarasi
”A World Fit For Children” di New York (2002)(Penyediaan Pendidikan yang
berkualitas)
·
Landasan Yuridis Tentang PAUD
Pembukaan
UUD 1945 ; "Salah satu tujuan kemerdekaan adalah mencerdaskan kehidupan
bangsa."
Amandemen
UUD 1945 pasal 28 C
"Setiap
anak berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak
mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi,
seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat
manusia."
UU No.
23/2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 9 ayat (1)
"Setiap
anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan
pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minta dan bakat."
UU No
20/2003 pasal 28
- Pendidikan
anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
- Pendidikan
anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, non
formal, dan/atau informal.
- Pendidikan
anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-Kanak (TK),
Raudhatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.
- Pendidikan
anak usia dini pada jalur pendidikan non formal berbentuk kelompok bermain
(KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.
- Pendidikan
anak usia dini pada jalur informal berbentuk pendidikan keluarga atau
pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
·
Perkembangan Anak
Ditinjau dari
psikologi perkembangan, usia 6-8 tahun memang masih berada dalam rentang usia
0-8 tahun. Itu berarti pendidikan yang diberikan dalam keluarga maupun di
lembaga pendidikan formal haruslah kental dengan nuansa pendidikan anak usia
dini, yakni dengan mengutamakan konsep belajar melalui bermain. Perkembangan
anak sebagai perubahan psikologis menurut Kartini Kartono ditunjang oleh faktor
lingkungan dan proses belajar dalam fase tertentu.
Nana Syaodah
Sukmadinata mengemukakan ada tiga pendekatan perkembangan individu, yaitu
Pendekatan Pentahapan, diferensial dan isaptif. Khususnya pada pendekatan
isaptif pada perkembangan anak mencakup perkembangan psikososial, perkembangan
motorik, perkembangan kognitif, perkembangan sosial, perkembangan bahasa,
perkembangan moral dan perkembangan emosional.
Tahapan
perkembangan psikososial anak menurut Erik Erikson dalam Malcolm Knowles adalah
sebagai berikut:
Tahap
kepercayaan dan ketidak percayaan (trust versus misstrust), yaitu tahap
psikososial yang terjadi selama tahun pertama kehidupan. Pada tahap ini,bayi
mengalami konflik anatara percaya dan tidak percaya. Rasa percaya menuntut
perasaan nyaman secara fisik dan sejumlah kecil ketakutan serta kekhawatiran
akan masa depan.
Tahap
otonomi dengan rasa malu dan ragu (autonomi versus shame and doubt), yaitu
tahap kedua perkembangan psikososial yang berlangsung pada akhir masa bayi dan
masa baru pandai berjalan. Setelah memperoleh kepercayaan dari pengasuh mereka,
bayi mulai menemukan bahwa perilaku mereka adalah milik mereka sendiri. Mereka
mulai menyatakan rasa mandiri atau atonomi mereka dan menyadari kemauan mereka.
Jika orangtua cenderung menuntut terlalu banyak atau terlalu membatasi anak
untuk menyelidiki lingkungannya, maka anak akan mengalami rasa malu dan ragu-ragu.
Tahap
prakarsa dan rasa bersalah (initiatif versus guilt), yaitu tahap perkembangan
psikososial ketiga yang berlangsung selama tahun pra sekolah. Pada tahap ini
anak terlihat sangat aktif, suka berlari, berkelahi, memanjat-manjat, dan suka
menantang lingkungannya. Dengan menggunakan bahasa, fantasi dan permainan
khayalan, dia memperoleh perasaan harga diri. Bila orangtua berusaha memahami,
menjawab pertanyaan anak, dan menerima keaktifan anak dalam bermain, maka anak
akan belajar untuk mendekati apa yang diinginkan, dan perasaan inisiatif
semakin kuat. Sebaliknya, bila orangtua kurang memahami, kurang sabar, suka
memberi hukuman dan menganggap bahwa pengajuan pertanyaan, bermain dan kegiatan
yang dilakukan anak tidak bermanfaat maka anak akan merasa bersalah dan menjadi
enggan untuk mengambil inisiatif mendekati apa yang diinginkannya.
Tahap
kerajinan dan rasa rendah diri (industry versus inferiority),yaitu perkembangan
yang berada langsung kira-kira tahun sekolah dasar. Pada tahap ini, anak mulai
memasuki dunia yang baru, yaitu sekolah dengan segala aturan dan tujuan. Anak
mulai mengarahkan energi mereka menuju penguasaan pengetahuan dan keterampilan
intelektual.perasaan anak akan timbul rendah diri apabila tidak bisa menguasai
keterampilan yang diberikan disekolah.
Tahap
identitas dan kekacauan identitas (identity versus identity confusion), yaitu
perkembangan yang berlangsung selama tahun-tahun masa remaja. Pada tahap ini,
anak dihadapkan pada pencarian jati diri. Ia mulai merasakan suatu perasaan
tentang identitasnya sendiri, perasaan bahwa ia adalah individu unik yang siap
memasuki suatu peran yang berarti ditengah masyarakat baik peran yang bersifat
menyesuaikan diri maupun memperbaharui. Apabila anak mengalami krisis dari masa
anak kemasa remaja maka akan menimbulkan kekacauan identitas yang mengakibatkan
perasaan anak yang hampa dan bimbang.
Tahap
keintiman dan isolasi (intimacy versus isolation), yaitu perkembangan yang
dialami pada masa dewasa. Pada masa ini adalah membentuk relasi intim dengan oranglain.
Menurut erikson, keintiman tersebut biasanya menuntut perkembangan seksual yang
mengarah pada hubungan seksual dengan lawan jenis yang dicintai. Bahaya dari
tidak tercapainya selama tahap ini adalah isolasi, yakni kecenderungan
menghindari berhubungan secara intim dengan oranglain kecuali dalam lingkup
yang amat terbatas.
Tahap
generativitas dan stagnasi (generativity versus stagnation), yaitu perkembangan
yang dialami selama pertengahan masa dewasa. Ciri utama tahap generativitas
adalah perhatian terhadap apa yang dihasilkan (keturunan, produk, ide-ide, dan
sebagainya) serta pembentukan dan penetapan garis-garis pedoman untuk generasi
mendatang. Apabila generativitas tidak diungkapkan dan lemah maka kepribadian
akan mundul mengalami pemiskinan dan stagnasi.
Tahap
integritas dan keputusasaan (integrity versus despair), yaitu perkembangan
selama akhir masa dewasa. Integritas terjadi ketika seorang pada tahun-tahun
terakhir kehidupannya menoleh kebelakang dan mengevaluasi apa yang telah
dilakukan dalam hidupnya selama ini, menerima dan menyesuaikan diri dengan
keberhasilan dan kegagalan yang dialaminya, merasa aman dan tentram, serta
menikmati hidup sebagai yang berharga dan layak. Akan tetapi, bagi orangtua
yang dihantui perasaan bahwa hidupnya selama ini sama sekali tidak mempunyai
makna ataupun memberikan kepuasan pada dirinya maka ia akan merasa putus asa.
Perkembangan
Kognitif Anak Menurut PIAGET tahapan perkembangan ini dibagi dalam 4 tahap
yaitu sebagai berikut:
1. Sensori
Motor (usia 0-2 tahun)
Dalam tahap
ini perkembangan panca indra sangat berpengaruh dalam diri anak.
Keinginan
terbesarnya adalah keinginan untuk menyentuh/memegang, karena didorong oleh
keinginan untuk mengetahui reaksi dari perbuatannya.
Dalam usia
ini mereka belum mengerti akan motivasi dan senjata terbesarnya adalah
'menangis'.
Menyampaikan
cerita/berita Injil pada anak usia ini tidak dapat hanya sekedar dengan
menggunakan gambar sebagai alat peraga, melainkan harus dengan sesuatu yang
bergerak (panggung boneka akan sangat membantu).
2.
Pra-operasional (usia 2-7 tahun)
Pada usia
ini anak menjadi 'egosentris', sehingga berkesan 'pelit', karena ia tidak bisa
melihat dari sudut pandang orang lain. Anak tersebut juga memiliki
kecenderungan untuk meniru orang di sekelilingnya. Meskipun pada saat berusia
6-7 tahun mereka sudah mulai mengerti motivasi, namun mereka tidak mengerti
cara berpikir yang sistematis - rumit. Dalam menyampaikan cerita harus ada alat
peraga.
3.
Operasional Kongkrit (usia 7-11 tahun)
Saat ini
anak mulai meninggalkan 'egosentris'-nya dan dapat bermain dalam kelompok
dengan aturan kelompok (bekerja sama). Anak sudah dapat dimotivasi dan mengerti
hal-hal yang sistematis.
Namun dalam
menyampaikan berita Injil harus diperhatikan penggunaan bahasa.
Misalnya: Analogi
'hidup kekal' - diangkat menjadi anak-anak Tuhan dengan konsep keluarga yang
mampu mereka pahami.
4.
Operasional Formal (usia 11 tahun ke atas)
Pengajaran
pada anak pra-remaja ini menjadi sedikit lebih mudah, karena mereka sudah
mengerti konsep dan dapat berpikir, baik secara konkrit maupun abstrak,
sehingga tidak perlu menggunakan alat peraga.
Namun
kesulitan baru yang dihadapi guru adalah harus menyediakan waktu untuk dapat
memahami pergumulan yang sedang mereka hadapi ketika memasuki usia pubertas.
Pada umumnya
dalam perkembangan Emosional seorang anak terdapat empat kunci utama emosi pada
anak yaitu :
1. Perasaan
marah
Perasaan ini
akan muncul ketika anak terkadang merasa tidak nyaman dengan lingkungannya atau
ada sesuatu yang mengganggunya. Kemarahan pun akan dikeluarkan anak ketika
merasa lelah atau dalam keadaan sakit. Begitu punketika kemauannya tidak
diturutioleh orangtuanya, terkadang timbulrasa marah pada sianak.
2. Perasaan
takut
Rasa takut
ini di rasakan anak semenjak bayi. Ketika bayi merekatakut akan suara-suara
yang gaduh atau rebut. Ketika menginjak masa anak-anak, perasaan takut mereka
muncul apabila di sekelilingnya gelap. Mereka pu mulai berfantasi dengan adanya
hantu, monster dan mahluk-mahluk yang menyeramkan lainnya.
3. Perasaan
gembira
Perasaan
gembira ini tentu saja muncul ketika anak merasa senang akan sesuatu. Contohnya
ketika anakdiberi hadiaholeh orang tuanya, ketika anak juara dalam mengikuti
suatu lomba, atau ketika anak dapat melakukan apa yang diperintahkan orang tuanya.
Banyak hal yang dapat membuat anak merasa gembira.
4. Rasa
humor
Tertawa
merupakan hal yang sangat universal. Anak lebih banyak tertawa di bandingkan
orang dewasa. Anak akan tertawa ketika melihat sesuatu yang lucu.
Keempat
perasaan itu merupakan emosi negative dan positif. Perasaan marah dan ketakutan
merupakan sikap emosi yang negative sedangkan perasaan gembira dan rasa lucu
atau humor merupakan sikap emosi yang positif.
Menurut
Kohlberg Perkembangan moral (moral development) berhubungan dengan
peraturan-peraturan dan nilai-nilai mengenai apa yang harus dilakukan seseorang
dalam interaksinya dengan orang lain. Anak-anak ketika dilahirkan tidak
memiliki moral (imoral). Tetapi dalam dirinya terdapat potensi yang siap untuk
dikembangkan. Karena itu, melalui pengalamannya berinteraksi dengan orang lain
(dengan orang tua, saudara dan teman sebaya), anak belajar memahami tentang
perilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan tingkah laku mana yang
buruk, yang tidak boleh dikerjakan.
·
Peranan keluarga
Keluarga
adalah institusi pertama yang melakukan pendidikan dan pembinaan terhadap anak
(generasi). Disanalah pertama kali dasar-dasar kepribadian anak dibangun. Anak
dibimbing bagaimana ia mengenal Penciptanya agar kelak ia hanya mengabdi kepada
Sang Pencipta Allah SWT. Demikian pula dengan pengajaran perilaku dan budi
pekerti anak yang didapatkan dari sikap keseharian orangtua ketika bergaul
dengan mereka. Bagaimana ia diajarkan untuk memilih kalimat-kalimat yang baik,
sikap sopan santun, kasih sayang terhadap saudara dan orang lain. Mereka
diajarkan untuk memilih cara yang benar ketika memenuhi kebutuhan hidup dan
memilih barang halal yang akan mereka gunakan. Kesimpulannya, potensi dasar
untuk membentuk generasi berkualitas dipersiapkan oleh keluarga.
Keluarga
dalam hal ini adalah aktor yang sangat menentukan terhadap masa depan
perkembangan anak. Dari pihak keluarga perkembangan pendidikan sudah dimulai
semenjak masih dalam kandungan. Anak yang belum lahir sebenarnya sudah bisa
menangkap dan merespons apa-apa yang dikerjakan oleh orang tuanya, terutama
kaum ibu.
Tidak heran
kemudian apabila anak yang dibesarkan dalam situasi dan kondisi yang kurang
membaik semasa masih dalam kandungan berpengaruh terhadap kecerdasan anak
ketika lahir. Dengan demikian, pihak keluarga sejatinya banyak mengetahui
perkembangan-perkembangan anak. Pada saat anak masih dalam kandungan, pihak
orang tua harus lebih memperbanyak perkataan, perbuatan, dan tindakan-tindakan
yang lebih edukatif.
Ketika anak
itu sudah lahir, maka tantangan terberat adalah bagaimana orang tua dapat
mengasihi dan menyayangi anak sesuai dengan dunianya. Poin yang kedua ini
ketika anak-anak (usia bayi hingga dua tahun) mempunyai tahap perkembangan yang
cukup potensial. Anak-anak mempunyai imajinasi dengan dunianya yang bisa
membuahkan kreativitas dan produktivitas pada masa depannya. Tapi, pada
fase-fase tertentu banyak orang tua tidak memberikan kebebasan untuk
berekspresi, bermain, dan bertingkah laku sesuai dengan imajinasinya. Banyak
orang tua yang terjebak pada pembuatan peraturan yang ketat. Ini memang
tujuannya untuk kebaikan anak.
Pengekangan
dan pengarahan menurut orang tua tidak baik untuk memompa kecerdasan dan
kreativitas anak. Bahkan, malah berakibat sebaliknya, yakni anak-anak akan
kehilangan dunianya sehingga daya kreativitas anak dipasung dan dipaksa masuk
dalam dunia orang tua. Paradigma semacam inilah yang sejatinya diubah oleh
pihak orang tua dalam proses pendidikan anak usia dini.
Menarik
salah satu pernyataan seorang pujangga Lebanon, Kahlil Gibran (1883).
"Anak kita bukanlah kita, pun bukan orang lain. Ia adalah ia. Dan hidup di
zaman yang berbeda dengan kita. Karena itu, memerlukan sesuatu yang lain dengan
yang kita butuhkan. Kita hanya boleh memberi rambu-rambu penentu jalan dan
menemaninya ikut menyeberangi jalan. Kita bisa memberikan kasih sayang, tapi
bukan pendirian. Dan sungguh pun mereka bersamamu, tapi bukan milikmu.
Pernyataan
tersebut cukup tepat untuk mewakili siapa sebenarnya anak-anak kita dan
bagaimana seharusnya kita berbuat yang terbaik untuknya. Untuk itu pernyataan
di atas sejatinya dijadikan referensi dalam memandang anak-anak oleh keluarga,
terutama orang tua, yang ingin menjadikan anaknya berkembang secara kreatif,
dinamis, dan produktif.
Keluarga
yang selama ini masih cenderung kaku dalam mendidik anaknya pada masa kecil
sejatinya diubah pada pola yang lebih bebas. Anak adalah dunia bermain. Dunia
anak adalah dunia di mana keliaran imajinasi terus mengalir deras.
Anak sudah
mempunyai dunianya tersendiri yang beda dengan orang dewasa. Hanya dengan
kebebasan bukan pengerangkengan anak-anak akan bisa memfungsikan keliaran dan
kreativitasnya secara lebih produktif. Hanya dengan dunianya anak-anak akan
mampu mengaktualisasikan segenap potensi yang ada dalam dirinya.
Oleh karena
begitu besarnya peranan orang tua dalam perkembangan anak maka orang tua
dituntut untuk dapat memahami pola-pola perkembangan anak sehingga mereka dapat
mengarahkan anak sesuai dengan masa perkembangan anak tersebut. Selanjutnya
orangtua berkewajiban untuk menciptakan situasi dan kondisi yang memadai untuk
menunjang perkembangan anak-anaknya. Dengan tercapainya perkembangan anak
kearah yang sempurna maka akan terciptanya keluarga yang sejahtera. Menurut
Siregar dalm makalahnya 2 agustus 1996 pada seminar hari anak Indonesia di
Bandung mengemukakan tentang keluarga sejahtera yaitu bahwa keluarga sejahtera
selalu didambakan setiap individu. Tujuan utama dari keluarga sejahtera adalah
keluarga hendaknya merupakan wadah pengembangan anak seoptimal mungkin,
sehingga mereka berkembang menjadi pribadi dewasa yang penuh tanggung jawab dan
matang dikemudian hari.
·
Menumbuhkan Kecerdasan Anak Usia Dini
Seorang anak
yang baru lahir, ia masih berada dalam keadaan lemah, naluri dan fungsi-fungsi
fisik maupun psikisnya belum berkembang dengan sempurna. Namun secara pasti
berangsur-angsur anak akan terus belajar dengan lingkungannya yang baru dan
dengan alat inderanya, baik itu melalui pendengaran, penglihatan, penciuman,
perabaan mapun pengecapan. Anak berkemungkinan besar untuk berkembang dan
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Bahkan anak bisa meningkat pada
taraf perkembangan tertinggi pada usia kedewasaannya sehingga ia mampu tampil
sebagai pionir dalam mengendalikan alam sekitar. Hal ini karena anak memiliki
potensi yang telah ada dalam dirinya.
Hal yang
dibutuhkan anak agar tumbuh menjadi anak yang cerdas adalah adanya upaya-upaya
pendidikan sepertiu terciptanya lingkungan belajar yang kondusif, memotivasi
anak untuk belajar, dan bimbingan serta arahan kearah perkembangan yang
optimal. Dengan begitu menumbuhkan kecerdasan anak yaitu mengaktualisasikan
potensi yang ada dalam diri anak. Sebab jika potensi kecerdasannya tidak
dibimbing dan diarahkan dengan rangsangan-rangsangan intelektual, maka walaupun
dia memiliki bakat jenius aakan tidak ada artinya sama sekali. Sebaliknya jika
seorang anak yang memiliki kecerdasan rata-rata atau normal bila didukung
lingkungan yang kondusif maka ia akan dapat tumbuh menjadi anak yang cerdas
diatas rata-rata atau superior. Hal ini berarti lingkungan memegang peranan
penting bagi pendidikan anak selain bakat yang telah dimiliki oleh anak itu
sendiri.
·
Karakteristik Belajar Anak
Menurut
konsep PAUD yang sebenarnya, anak-anak seharusnya dikondisikan dalam suasana
belajar aktif, kreatif, dan menyenangkan lewat berbagai permainan. Dengan
demikian, kebutuhannya akan rasa aman dan nyaman tetap terpenuhi. Kalaupun
kepada siswa SD kelas awal ingin diajarkan konsep berhitung, contohnya, pilihlah
sarana pembelajaran melalui nyanyian atau cara lain yang mudah dipahami dan
menyenangkan.
Hanya saja,
meski sama-sama melalui cara yang menyenangkan, tujuan pendidikan anak usia
prasekolah berbeda dari pendidikan anak usia sekolah dasar awal. Kalau pendidikan
bagi anak usia prasekolah bertujuan mengoptimalkan tumbuh kembang anak, maka
konsep pendidikan di awal sekolah dasar bertujuan mengarahkan anak agar dapat
mengikuti tahapan-tahapan pendidikan sesuai jenjangnya. Selain tentu saja untuk
mengembangkan berbagai kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan guna
mengoptimalkan kecerdasannya.
Proses
pembelajaran kepada anak harus sesuai dengan konsep pendidikan anak usia dini.
Mengajarkan konsep membaca dan berhitung, contohnya, haruslah dengan cara yang menarik
dan bisa dinikmati anak. Yang tidak kalah penting, selama proses belajar,
jadikan anak sebagai pusatnya dan bukannya guru yang mendominasi kelas. Dalam
pelaksanaannya, inilah yang disebut CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif). Jadi
bukannya "CBSA" yang kerap diplesetkan sebagai "Catat Buku
Sampai Abis".
Sementara
pendidikan usia dini yang diberikan dalam keluarga juga harus berpijak pada
konsep PAUD. Artinya, pola asuh yang diterapkan orang tua hendaknya cukup
memberi kebebasan kepada anak untuk mengembangkan aneka keterampilan dan
kemandiriannya. Ingat, porsi waktu terbesar yang dimiliki anak adalah bersama
keluarganya dan bukan di sekolah.
·
Program Pendidikan Bagi Anak Usia Dini
Peraturan
Pemerintah Nomor 27 tahun 1992 tentang pendidikan pra-sekolah, pasal 4 ayat (1)
disebutkan bahwa “bentuk satuan pendidikan pra-sekolah meliputi Taman
Kanak-kanak, Kelompok Bermain dan Penitipan Anak serta bentuk lain yang
diterapkan oleh Menteri.
Kelompok
Bermain
Pendidikan
dini bagi anak-anak usia pra-sekolah (3-6 tahun) merupakan hal yang penting,
karena pada usia ini merupakan masa membentuk dasar-dasar kepribadian manusia,
kemampuan berfikir, kecerdasan, keterampilan serta kemandirian maupun kemampuan
bersosialisasi. Pada dasarnya dunia anak adalah dunia fundamental dari
perkembangan manusia menuju manusia dewasa yang sempurna. Disadari bahwa
generasi merupakan generasi penerus yang perlu dibina sejak dini, karenanya
pembinaan sejak dini merupakan tanggung jawab keluarga dan masyarakat.
Pembinaan anak usia pra-sekolah terutama peranan keluarga sangat menentukan.
Menurut
Peraturan Pemerintah No 27 tahun 1990 tentang pendidikan pra-sekolah, Kelompok
Bermain adalah salah satu bentuk usaha kesejahteraan anak dengan mengutamakan
kegiatan bermain, yang juga menyelenggarakan pendidikan pra-sekolah bagi anak
usia 3 tahun sampai memasuki pendidikan dasar.
Selama tahun
pra-sekolah, taman kanak-kanak, pusat penitipan anak-anak dan kelompok bermain
semuanya menekankan permainan yang memakai mainan. Akibatnya baik sendiri atau
berkelompok mainan merupakan unsure yang penting dari aktivitas bermain anak.
Bermain dengan teman-teman sebayanya, anak dirangsang dalam kemampuan mental
seperti kecerdasan, kreativitas, kemampuan sosial yang sangat bermanfaat pada
masa kini dan masa yang akan datang. Kegiatan bermain memiliki arti positif
terhadap perkembangan sosial anak. Seperti yang dikemukakan oleh Zulkifli bahwa
dengan berman mereka lebih banyak mengenal benda-benda yang berguna bagi
perkembangan sosialnya. Hal ini dapat terlihat dengan mengenal benda seperti
mobil dapat mengembangkan rasa sosial anak dimana benda tersebut dapat membantu
orang lain eprgi kesuatu tempat tertentu. Secara lebih jauh dapat dilihat
dengan adanya perkembangan teknologi menunjukan makin menariknya teknis dan permainan
elektronik bagi anak yang ditunjang oleh situasi dan kondisi dimana anak-anak
sulit mendapat teman sebaya untuk bersosialisasi sehingga anak dapat menonton
atau bermain sendiri tanpa memerlukan oranglain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar