Apabila kita
menonton satu pertandingan sepakbola, maka lebih dahulu sekali kita mesti
pisahkan si pemain, mana yang masuk klub ini, mana pula yang masuk kumpulan
itu. Kalau tidak begitu bingunglah kita. Kita tak bisa tahu siapa yang kalah,
siapa yang menang. Mana yang baik permainannya, mana yang tidak.
Begitulah
kalau kita masuki pustaka filsafat yang mempunyai ratusan, ya, ribuan buku itu.
Kita lebih dahulu mesti pisahkan arah-pikiran para ahli filsafat. Kalau tidak,
niscaya bingunglah kita, tak bisa memisahkan siapa yang benar, siapa yang
salah. Seperti para pemain sepak bola tadi kacau balau di mata kita, tak tahu
apa maksudnya masing-masing, begitulah di mata kita para ahli filsafat berkata
semau-maunya saja, kalau tak ada pangkal tak ada ujung.
Tetapi
memakai Engels buat penunjuk jalan, bisalah kita terhindar dari kekacauan dan
membuang-buang waktu. Engels, sekarang terkenal sebagai co-creator, sama
membangun, dengan Marx, sebetulnya dalam filsafat banyak sekali meninggalkan
pusaka. Karl Marx terkenal sebagai bapak Dialektis Materialisme dan Surplus
Value, yakni Nilai-Ber-Lebih, nilai yang diterbitkan oleh buruh, tetapi
dimiliki oleh kapitalis. Engels, pendiam, pembelakang, selalu berdiri di
belakang kawannya Marx, tetapi setia dan jujur, meneruskan mengarang "Das
Kapital", yang belum habis ditinggalkan Marx, karena ia meninggal. Engels
sendiri menulis beberapa buku berhubung dengan filsafat "Anti
Duhring" dan "Ludwig Feurbach" sejarah dan ekonomi.
Sebagai
co-creator Engels melanjutkan dan mendalamkan paham Dialektis Materialisme dan
komunisme, dengan bahasa yang terang, populer, jitu dan merdu. Engels
memisahkan para ahli filsafat dari jaman Yunani sampai pada masa hidupnya
Marx-Engels dalam dua barisan. Pada satu barisan terdapat kaum Idealis yang
bertentangan dengan barisan kedua, kaum materialis. Kaum Idealis
"umumnya" memihak pada kaum yang berpunya dan berkuasa, sedangkan
kaum materialis berpihak pada proletar dan kaum tertindas. Kadang-kadang
perlawanan tinggal tersembunyi tetapi kadang-kadang terbuka terus-terang, cocok
dengan riwayatnya perjuangan proletar dan kapitalis dalam politik.
Kadang-kadang idealis di luarnya itu, materialis di dalamnya, sarinya; Spinoza,
kadang-kadang materialis di luarnya, tetapi di dalamnya idealis.
Menurut
pemisahan yang diadakan oleh Engels, maka pada barisan idealis, kita dapati
penganjur terkemuka sekali seperti Plato, Hume, Berkeley yang berpuncak pada
Hegel. Pada barisan materialis, kita dapati Heraklit, Demokrit dan Epikur, di
masa Yunani, Diderot, Lamartine di masa revolusi Perancis yang berpuncak pada
Marx-Engels. Di antaranya itu didapati banyak ahli filsafat campur aduk
scientists, setengah idealis setengah materialis.
Biasanya
musuh proletar, menerjemahkan dan menyamarkan "materialisme" itu
sebagai ilmu yang berdasar atas daya upaya mencari kesenangan hidup tak
terbatas; makan sampai muntah, minum sampai mabuk, kawin dan cerai sesukanya
saja. Sedangkan idealisme itu diterjemahkan dan dijunjung tinggi sebagai satu
ilmu berdasarkan kesucian yang paling tinggi, lebih memperhatikan berpikir dari
pada makan, dan kebudayaan yang sampai menjaduhi kaum ibu seperti seorang
santri, resi. Dalam keadaan yang benar, dalam kehidupan mereka, kita tidak
sekali dua kali berjumpa, dengan seorang yang memangku paham idealis berlaku
sebaliknya dari persangkaan itu, sedangkan dalam kalangan materialis banyak
kita dapati orang hidup dengan segala sederhana dan seperti suami dan bapak
yang setia.
Idealis dan
materialis yang dijadikan Engels sebagai ukuran buat memisahkan para ahli
filsafat dalam dua barisan, semata-mata berdasarkan atas sikap yang diambil si
pemikir, ahli filsafat dalam persoalan yang sudah kita tuliskan lebih dahulu,
yakni mana yang pertama, primus, mana yang kedua. Benda atau fikiran, matter
atau idea. Yang mengatakan pikiran lebih dahulu, itulah pengikut idealisme,
itulah yang idealis. Yang mengikut materialisme, itulah yang materialis. Hidup
segala sederhana, atau mau segala lebih dengan tiada memperdulikan kesehatan
diri sendiri, dan kebaikan buat masyarakat itu bergantung kepada watak
masyarakat, dan didikan masing-masing orang.
Dengan
memakai pemisahan yang diadakan oleh Engels, filsafat menjadi persoalan yang
mudah bagi kita. Dengan mengambil satu contoh, satu model saja, kita bisa
ketahui seluk beluknya perkara yang bersamaan dan bersangkutan. Dengan David
Hume sebagai ahli filsafat idealis, kita bisa gambarkan semua ahli filsafat
idealis dari Plato sampai Hegel.
"If I
go into myself", "kalau saya masuki diri saya sendiri", kata
Hume, maka saya jumpai "bundles of conceptions", bergulung-gulung
pengertian, bermacam-macam gambaran dari pada benda.
Kalau Hume hendak mengetahui apakah benda yang bernama buah jeruk itu umpamanya, maka yang ia insyafi cuma rasanya yang manis itu, kulitnya yang licin itu, beratnya yang 1/2 atau ¼ kilo itu, warnanya yang hijau atau kuning itu, bunyinya yang nyaring atau lembek itu. Bunyi itu ada di telinga, dalam badan Hume, bukan pada jeruk, beratnya di tangan Hume, bukan pada jeruk, rupanya pada mata, rasanya di lidah atau di ujung jari Hume. Semuanya bunyi, rupa dan rasa itu dengan perantaraan saraf, nerve, berjalan ke pusat ke centre, ke otak.
Kalau Hume hendak mengetahui apakah benda yang bernama buah jeruk itu umpamanya, maka yang ia insyafi cuma rasanya yang manis itu, kulitnya yang licin itu, beratnya yang 1/2 atau ¼ kilo itu, warnanya yang hijau atau kuning itu, bunyinya yang nyaring atau lembek itu. Bunyi itu ada di telinga, dalam badan Hume, bukan pada jeruk, beratnya di tangan Hume, bukan pada jeruk, rupanya pada mata, rasanya di lidah atau di ujung jari Hume. Semuanya bunyi, rupa dan rasa itu dengan perantaraan saraf, nerve, berjalan ke pusat ke centre, ke otak.
Otak
mencatat bunyi, rupa dan rasa tadi menjadi pengertian, conception, seperti
pengertian merdu, kuning, berat, lezat dan licin. Semua pengertian ini "
dalam" saya, kata Hume, bukan di luar saya. Jeruk itu sebagai benda, tak
ada bagi saya. Yang ada Cuma "ide", pikiran, pengertian, tentang
benda itu dalam otak saya. Otak saya penuh dengan pengertian "bundles of
conceptions" kata Hume. Jeruk sebagai benda, lembu sebagai benda, tak ada
buat saya. Yang ada cuma ide, pikiran, pengertian, gambaran dari jeruk, lembu,
bumi, bintang dan engkau. "Engkau" kata Hume, cuma "ide"
buat saya.
Tetapi
Engkau buat Hume adalah saya buat tuan Smith umpamanya, dan saya buat Hume,
adalah engkau buat Smith. Jadi engkau cuma ide, cuma gambaran buat Hume itu
mestinya juga gambaran buat Smith. Hume yang dipandang dari pihak Smith ialah
engkau mestinya satu gambaran, satu ide saja. Tak ada Hume itu buat Smith
sebagai orang, sebagai ahli filsafat. Yang ada cuma gambaran dalam otak Smith.
Dengan
begitu Hume yang membatalkan benda dan mengaku ide saja, membatalkan adanya
dirinya sendiri, mengakui bahwa sebetulnya dia sendiri tak ada. Beginilah
akibatnya yang konsekwen dari Idealisme, dengan membatalkan adanya benda, ia
membatalkan dirinya sendiri.
Demikianlah
David Hume dengan memisahkan ide dari benda, abstraction dan menganggap ide
yang pertama, dalam menentang benda sebagai dasar yang pertama, tewas dalam tentangannya
membatalkan adanya diri sendiri. Dengan begitu ia sebetulnya membatalkan
filsafat idealisme itu.
Sesudah
Hume, boleh dibilang filsafat idealisme sudah mati. Tetapi barang yang mati itu
acapkali menjelma hidup kembali dengan memakai bentuk baru, seperti Pharao Rah
dan Ptah tadi, sekarangpun masih ada bentuknya.
Emmanuel
Kant ahli filsafat Jerman kesohor itu, mengangkat naik kembali bendera Hume,
tetapi tidak dengan konsekwensi Hume. Kant tidak berjalan terus jujur seperti
Hume, tetapi maju mundur. Seperti kata Lenin, filsafat Kant tidak boleh dipakai
buat berkelahi, bukan filsafat berkelahi. Menurut Kant, kita bisa ketahui
dengan pancaindera kita sesuatu benda, tetapi "Ding an Sich" benda
sendirinya, kita tidak bisa ketahui.
"Kalau
sudah kita ketahui sesuatu barang dengan pancaindera apa juga lagi yang mesti
kita ketahui tentang barang itu“ begitulah kaum materialis bertanya. Buat kaum
materialis hal itu sudah cukup. Tetapi buat Kant itu belum cukup. Ia tak
sepenuhnya memihak pada Hume dan bilang terus terang, bahwa benda itu buat dia
tak ada, yang ada cuma gambaran dalam otaknya. Tetapi ia cari rumput buat
sembunyi dengan memakai "Ding an Sich" benda itu sendiri.
Jawab Engles
dalam hal ini, pendek dan jitu. Kata Engels: dari hari ke sehari "Ding an
Sich" itu, sudah menjadi "Ding an Furuns". Benda yang sendirinya
itu tidak diketahui, dari sehari ke sehari sudah menjadi "benda
kita". Keterangan Engels tentang "Ding Fur Uns" itu dulu banyak
saya cari tapi tak berjumpa. Tetapi menurut pikiran saya, jawab Engels yang
pendek ini mesti diterjemahkan sebagai berikut:
"Air"
umpamanya, yang dahulu kala dianggap oleh nenek moyang kita seperti suatu
barang yang ajaib, sekarang kita sudah ketahui "zat asalnya", ialah
Hydrogen dan oxygen. Sudah diketahui, menurut undang mana dia berpadu, ialah
menurut Undang Dalton. Apa rasanya air itu kalau diraba atau diminum. Berapa
beratnya 1 L. Apa gunanya buat kita, buat tumbuhan dan hewan. Bagaimana
sifatnya, dsb. Apa juga lagi yang mesti di "Ding an Sich"kan tentang
air, nenek moyang kita cuma mengetahui 4 zat saja di alam ini ialah :tanah,
air, api, udara. Sekarang sudah diketahui 92 zat asli, elementen. Yang
diketahui sudah boleh kita periksa dengan pancaindera kita, dengan perkakas
yang kita bikin, seperti microoskop, telescoop dan teropong, perkakas yang bisa
membesarkan kuman, beratus ribu kali dan mendekatkan bintang beratus ribu kali.
Perkakas yang dari tahun ke tahun, dari abad ke abad, bisa ditambah
kepastiannya dan kejituannya. Semua zat yang kita ketahui itu boleh kita pada
satu sama lainnya, kita buat makanan dan kesehatan kita, kita pakai kodratnya
buat kehidupan dan kesenangan kita. Kaum penakluk memakai buat menerpedo dan
membom. Yang belum kita ketahui, sedang kita cari dengan giat dan dengan lebih
besar pengharapan mendapatkannya karena teori, cara berpikir dan perkakas kita
makin banyak, makin baik.
Dimana lagi
"Ding an Sich" itu tempatnya, pada zaman, di mana alam yang dahulu
kala, dianggap gaib itu, sebagian besar sudah diketahui dan dikontrole,
dikemudikan dipakai menjadi "Sing fur Uns", yakni benda kita, seperti
kata Engels tadi. Idealis yang lebih licin, karena ia memakai Dialektika dan
Logika dengan cara dan bahasa yang tiada ada bandingnya selama ini, ialah
Hegel. Lama Marx, walaupun ia sudah Marxis, sesudah meninggalkan gurunya,
Hegel, dilekati Hegelisme.
Dengan dua sayap thesis di kanan, anti thesis di kiri dan badan synthesis di tengah, Hegel terbang makin lama makin tinggi sampai silau mata si pemandang.
Buat Hegel "absolute Idee" ialah, yang membikin benda "Realitat". "Die absolute Idee macht die Gesichte" absolute idee yang membikin sejarah, histori, dan membayang pada filsafat. Bukan filsafat yang membikin sejarah, katanya, melainkan Absolute Idee "deren nachdrucklichen Ausdruck, die Philosophie ist" yang tergambar nyata pada filsafat. Jadi menurut Hegel, sejarah ialah sejarah dunia dan masyarakat dibikin Absolute Idee, dan hal ini tergambar pada filsafat. Pada lain tempat Hegel mengatakan, bahwa Negara dan Saat ialah "verwieklichung" penjelmaan, absolute idee itu. Absolute Idee itu sama dengan Metaphysik, Idee sendirinya, idee yang tak dibikin, yang tunggal tak jatuh pada undang sebab dan akibat, hidup dan mati, tak melahirkan atau dilahirkan, tak takluk pada tempo dan tempat, melainkan tunggal, terkuasa dan sempurna. Absolute Idee itu tergambar jitu dan pasti pada filsafat. Absolute Idee akhirnya sama dengan metaphysik, yakni gaib di luar Ilmu Alam, rohani, Ammon kata Egypte purbakala, Dewa Rah.
Dengan dua sayap thesis di kanan, anti thesis di kiri dan badan synthesis di tengah, Hegel terbang makin lama makin tinggi sampai silau mata si pemandang.
Buat Hegel "absolute Idee" ialah, yang membikin benda "Realitat". "Die absolute Idee macht die Gesichte" absolute idee yang membikin sejarah, histori, dan membayang pada filsafat. Bukan filsafat yang membikin sejarah, katanya, melainkan Absolute Idee "deren nachdrucklichen Ausdruck, die Philosophie ist" yang tergambar nyata pada filsafat. Jadi menurut Hegel, sejarah ialah sejarah dunia dan masyarakat dibikin Absolute Idee, dan hal ini tergambar pada filsafat. Pada lain tempat Hegel mengatakan, bahwa Negara dan Saat ialah "verwieklichung" penjelmaan, absolute idee itu. Absolute Idee itu sama dengan Metaphysik, Idee sendirinya, idee yang tak dibikin, yang tunggal tak jatuh pada undang sebab dan akibat, hidup dan mati, tak melahirkan atau dilahirkan, tak takluk pada tempo dan tempat, melainkan tunggal, terkuasa dan sempurna. Absolute Idee itu tergambar jitu dan pasti pada filsafat. Absolute Idee akhirnya sama dengan metaphysik, yakni gaib di luar Ilmu Alam, rohani, Ammon kata Egypte purbakala, Dewa Rah.
Rohani
inilah yang dicari oleh mystikus, murid tarekat Hindu, kalau ia memandang
puncak hidungnya saja, menyebut omm, omm, omm, lepas dari semua yang lahir,
pikiran pada perempuan, pada badannya sendiri, lepas dari makanan, ya, lepas
dari suaranya sendiri, omm, omm, omm tadi. Kalau beruntung seperti Gautama Budha,
maka leburlah Rohani, Jiwanya dengan Rohani yang mengisi Alam ini.
Feurbach,
materialis besar, yang dianggap jembatan antara Hegel dan Marx, mula-mula
memakai Dialektika juga. Buah pikirannya ketika itu banyak memberi alat
pelajaran pada Marx dan Engles. Tetapi setelah Feurbach melemparkan Dialektika
sebagian besar disebabkan hidup terpencil, seolah-olah terbuang dari pergaulan,
maka hasil pemeriksaannya jauh terbelakang dari Hegel. Hegel dianggap oleh kaum
materialis sebagai ujung filsafat yang negatif, yakni ujung yang membatalkan,
ujung yang buntu. Feurbach dianggap sebagai ujung yang positif, yakni pembuka
jalan yang baru ke jalan Dialektis Materialistis. Kaum Marxis sepenuh-penuhnya
mengakui kemanjuran senjata Dialektika, tetapi membuang Idealisme Hegel.
Marx,
sesudah beberapa lama dikagumi dan dipengaruhi Hegel, (sebagai pelajar ia bisa
hapalkan pasal-pasal yang penting dari Hegelisme), akhirnya memasang Hegelisme
di atas kakinya. Hegelisme yang selama ini dianggap berkepala di kaki dan
berkaki di kepala, dibalikkan sebagai mana mestinya. Bukan pikiran yang
menentukan pergaulan, melainkan pergaulan yang menentukan pikiran.
"Negara
kata", kata Marx "ialah satu akuan dan hasil dari perjuangan
klas". Perjuangan klaslah yang menjadi "Motive-Force", kodrat
pergerakan sejarah masyarakat, kodrat mengubah bentuk Negara, jadi bukanlah
"Absolute Idee", seperti kata Hegel. Zaman berbudak bertukar menjadi
Zaman Feodal, Zaman Ningrat. Zaman Feodal itu sesudah Revolusi Perancis pada
tahun 1789 bertukar menjadi Zaman-Kuno dalam pandangan sekarang. Dialektika,
yakni pertentangan yang berlaku pada zaman Berbudak, ialah pertentangan budak
dan tuan. Pada zaman feodal, pertentangan Ningrat dan Tani, pertentangan
pemimpin gilde dengan anggota gilde. Pada zaman Kapitalisme sekarang
pertentangan buruh dan kaum modal. Pertentangan klas yang berdasar atas
pertentangan ekonomi itulah yang menjadi kodrat buat menumpu masyarakat pada
satu bentuk ke bentuk yang lain, dari satu tingkat ke tingkat yang lain. Dari
masyarakat berdasarkan perbudakan ke masyarakat berdasar keningratan, ke
masyarakat berdasar kemodalan. Jadi pertentangan itu bukan pertentangan ide
saja, seperti menurut paham Hegel – nanti akan diteruskan – tetapi pertentangan
barang yang nyata, pertentangan antara dua klas besar yang berjuang, yang
sekarang terus berjuang.
Pertentangan
klas, ialah klas manusia, ialah barang yang nyata itu, berdasar atas
pertentangan ekonomi yang dipertajam oleh kemajuan tehnik. Tehnik yakni
perkakas yang dipakai dalam pergaulan, perkakas yang pada zaman ini dimiliki
oleh kaum berkuasa dan kaum berpunya, menjadi alat adanya perjuangan klas itu.
Semua perkakas dan klas manusia, yang menjalankan peranan dalam sejarah kita
manusia ini adalah barang yang nyata semuanya. Peranan sejarah itu, tiadalah
dibikin dan dikemudikan oleh Absolute Idee itu, sebagaimana juga sejarah
tumbuhan-hewan-manusia, bumi dan binatang tidak dikemudikan oleh Dewa
Rah, Rohani, Ahimsa dsb.
Sebagaimana
bumi dan bintang berjalan, bersejarah, menurut undang tarik menarik yang
didapat oleh Newton, sebagaimana tumbuhan-hewan dan manusia bersejarah menurut
undang-evolusinya Darwin, beginilah sejarahnya masyarakat manusia bersejarah
menurut undangnya Historisch-Materialisme (Sejarah Materialisme), yang juga
dinamai Dialektika Materialisme.
Dengan
lahirnya Marxisme, maka Hegelisme berbelah dua: Dialektika Idealistis dan
Dialektika Materialistis. Yang pertama dipegang oleh kaum yang bermodal dan
berkuasa dengan pengikutnya, yang kedua, oleh kaum proletar yang revolusioner.
Di antara dua filsafat bertentangan tadi, sudah tentu ada bermacam-macam
filsafat bukan buat bertarung. Hegelisme yang memang revolusioner terhadap kaum
Ningrat Jerman, tetapi kontra revolusioner terhadap kaum Proletar, sudah tentu
baik buat tempat berlindungnya kaum reaksioner seperti kata Marx: "Dalam
bentuknya yang reaksioner, Hegelisme menjadi adat, sebab bentuk ini
menerjemahkan keadaan yang ada".
Idealisme
tak akan mati selama masih ada perjuangan klas ini, selama ada kaum yang
menghisap dan menindas. Kaum hartawan yang berkuasa pada satu pihak,
mengemukakan ide, intelek, pikiran, terhadap kaum terhisap dan tertindas, pada
lain pihak ia memakai kemegahan, majiat rohani buat meninabobokan kaum pekerja,
supaya nanti mendapat nikmat, bidadari, yang matanya seperti mata burung
merpati dan kesenangan kekal akhirat.
Demikianlah
sesuai dengan perjuangan kelas, idealisme atau tak berdialektika, membentuk
dirinya supaya cocok dengan keadaan klas yang memegangnya. Dimana Kapitalisme
masih muda, kokoh karena sedang naik seperti Amerika, maka lahirlah idealisme
berupa "pragmatisme" yang dikemukakan oleh John Dewey. Filsafat
pemikir dari negara yang mempunyai "the biggest of all", semuanya
paling jempol, ini katanya berdasarkan "objective truth", hakekat
yang obyektif, yang tenang, tetapi kalau diperiksa lebih dalam, maka nyatalah
bahwa "objective truth", tadi bergantung pada paham, cita-cita dan
perasaan borjuasi Amerika "the country of the free", negara merdeka
ialah buat borjuasi amerika. John Dewey mengambil masyarkat borjuis dan paham
borjuis sebagai titik permulaan berpikir, ketika Amerika dalam kaya raya.
Sekarang, sampai sebelum perang ini kemakmuran Amerika, yang disangka akan
tinggal kekal tadi, sudah menyusuli kawannya di Eropa Barat. Krisis sudah
bersimaharajalela dan tetap.
Sekarang
buat 11.000.000 buruh, jadi buat kira-kira 33.000.000 buruh dengan anak
bininya, "obyective truth" tadi, tidaklah begitu
"obyective", tidaklah begitu tenang. Semua barang yang memberi
ketenangan buat borjuis seperti harta benda, justisi, polisi dan hak milik
turun menurun, adalah benda yang mengacaukan paham, perasaan dan penghidupan
kaum proletar Amerika sekarang.
Dimana
pergerakan buruh berpengaruh sekali seperti di Jerman sebelum perang 1914-1918,
maka dalam kalangan proletar sendiri idealisme itu tiadalah berani keluar
terang-terangan. Dalam kalangan kaum proletar sendiri masuk bermacam-macam
isme, yang diluarnya berupa materialisme, tetapi pada dasarnya terdapat
idealisme. Lenin dalam bukunya: "Empiris-Critism" dengan terang dan
jitu mengemukakan, pemisahan kaum ahli filsafat atas dua partai, seperti
pertama kali dikemukakan oleh Engels, ialah partai ahli filsafat idealis dan
partai materialis. Dengan sempurnanya Lenin membuka kedok yang dipakai oleh
Empiris-Critism, Machinisme Neo Vitalisme, dll. Dan memperlihatkan idealisme
yang sebetulnya jadi dasar filsafat mereka.
Di Rusia
usahanya Lenin dan Plechanoff, (yang dalam kalangan Marxisten di Rusia sendiri
sering saya dengar bahwa Plechanoff lebih besar dalam ilmu filsafat dari pada Lenin),
usahanya dua ahli filsafat Materialis ini akhirnya menjatuhkan kekuasaan
filsafat Idealisme di Rusia dan memaksa dia bekerja diam-diam. Dialektis
Materialisme ialah Ilmu Pemandangan Dunia, “Weltanschauung" yang resmi,
opisil di Sovyet Rusia.
Di sebelah
Barat Eropa, idealisme masih sangat berkuasa dan pada masa ini idealisme-lah
yang resmi. Idealisme Barat mendapat bentuk baru, dan pakaian baru, ialah
anarchisme palsu, dari ahli filsafat Bergson dan syndikalisme dari Serel.
Anachisme Bergson bukanlah anarchisme beraksi, seperti ilmu yang dipeluk oleh
anarchis besar, ialah Bakunin. Bergson, Spengler dan Nietsche (yang belakang
ini ialah satu filosoof krachtpatser, siapa kuat, siapa raja, Ubermensch)
inilah yang dipeluk oleh Adolf Hitler dan Nazi. Filsafat Fasisme dianjurkan
oleh pemikir Geovani Gentile.
"Facisme",
kata pemikir ini "bukanlah New System, tata filsafat yang baru, melainkan
aksi-baru dan paham-baru". "Manusia" katanya pada hakekatnya
beragama. Manusia dan Tuhan selalu dalam "ewige Bewegung der
Selbstverwirklichung", pergerakan kekal buat berpaduan.
Sedikit kita
selidiki, filsafat partai fasis, yang sebetulnya pertama sekali menaikkan
bendera reaksi di Eropa Barat, apabila partai Bojuis liberal kacau, partai
Sosialis maju-mundur dan partai Komunis sebagian tak berpengalaman, tetapi
terutama juga "sangsi" sebab negara Italia, kalau dikomuniskan
gampang dikepung dan dijauhkan oleh Kapitalisme Eropa Barat dan Amerika.
Fasisme kata
Geovani Gentile, bukan tata filsafat baru memang tidak, kalau dipandang dari
kaca-mata idealisme. "aksi-baru dan paham-baru" katanya pula. Aksi
kaum tengah dan paham kaum tengah terhadap proletar dengan pertolongan
kapitalis, memang baru dalam perjuangan proletar – kapitalis model baru. Tetapi
kalau kita baca Marx dalam buku "18th Brumaire of Louise Bonaparte",
tentang aksi dan paham Louise Bonaparte di Perancis, maka aksi dan paham
Facisme Italia tadi cuma bentuk baru dari aksi dan paham tua. Mussolini, bapak
fasisme juga amat tertarik oleh Napoleon Besar "ommpya" dari Louse
Bonaparte sampai ia mentonilkan Napoleon, yang katanya orang Italia itu.
Bahwa
manusia dalam batinnya beragama, ini dibatalkan oleh beberapa penyelidikan yang
tenang, yang membuktikan beberapa bangsa di dunia tak mengetahui agama.
Akhirnya kalau kita baca "pergerakan kekal buat perpaduan manusia dan
Tuhan" menurut filsafat fasis itu, kita ditarik lagi ke negara
Kapilawastu, ke kaki gunung Himalaya; mengagumkan percobaan Gautama Budha,
mempersatukan rohnya dengan roh Alam buat masuk ke Nirwana. Cuma Gautama Budha
tak seperti Mussolini memakai tongkat dan "kastor-olie" buat
mematahkan semangat dan paham musuhnya Mateotti, pemimpin sosialis Italia,
musuh besar Mussolini yang hilang lenyap selama-lamanya buat melakukan
"paduan dengan Tuhan itu" dengan lekas.
Perjuangan
klas tertutup dan terbuka. Inilah arti filsafat yang sebenarnya dari arti
Dialektika yang sebetulnya. Ia boleh melayang tinggi seperti Hegelis dan
tinggal di tanah, di perut, seperti dialektis materialisme (orang mesti makan
dahulu sebelum berpikir, kata Engels), tetapi filsafat itu adalah bayangan
masyarakat yang bertentangan, bukan bayangan Absolute Idee seperti kata Hegel.
Pada
permulaan, filsafat itu timbul pokok, yang jadi persoalan, ialah "semua
ini". Ahli filsafat bertanya: "semuanya ini, bumi, langit dan pikiran
itu sendiri, apakah artinya?" Lama-lama persoalan "semua ini"
cerai-berai. Bumi dan langit sudah jatuh menjadi ilmu Bintang, yang sesudah
Galilei, Copernicus, Newton, Einsten dll. Mendapat undang yang sementara boleh
dikatakan sempurna.
Bumi kita
ini jatuh kepada Ilmu Bumi, Geography dan Ilmu Tanah, Geology, yang sendirinya
mempunyai daerah dan mempunyai undang pula. Perkara yang berhubungan dengan Zat
dan Kodrat, jatuh pada Ilmu Alam. Perkara yang berhubungan dengan berpaduan beberapa
zat, sehingga mendapatkan sifat baru, termasuk pada Ilmu Kimia. Ilmu Alam yang
mulanya memeluk Ilmu Kimia, sekarang menceraikan dirinya dari Ilmu Listrik,
yang sekarang karena besar daerahnya dan dalam artinya mesti dipelajari
sendirinya.
Pemeriksaan
atas tumbuhan jatuh pada Ilmu Tumbuhan, dan pemeriksaan atas hewan dan manusia
jatuh pada Ilmu Hewan dan Ilmu Manusia. Ilmu Hidupnya asal dan penjelmaannya
Tumbuhan, Hewan dan Manusia, jatuh pula pada Biology, satu Ilmu yang boleh
dikatakan muda, dan banyak sekali mengandung arti buat kita. Umpamanya perkara
evolusi atau pertumbuhan otak dan Pikiran dari otak binatang sampai ke otak
manusia.
Sudahlah
tentu satu Ilmu dengan yang lain, ada seluk beluk dan perhubungannya, Ilmu Alam
dan Ilmu Kimia, mesti diketahui ahli yang mempelajari Ilmu Kedokteran. Begitu
pula agriculture, Ilmu Pertanian tak bisa berpisah dari Ilmu Alam dan Ilmu
Kimia tadi. Demikianlah pula seorang Insinyur, jatuh dan berdiri dengan Ilmu
Alam dan Matematika.
Syahdan,
maka masing-masing Ilmu di atas tadi, disebabkan kemajuan pergaulan kita,
kemajuan industri, perniagaan dan pesawat terpaksa dipecah-pecah lagi, terpaksa
di-"specialiceer" lagi, terpaksa dipencilkan dan diistimewakan lagi.
Dengan begitu perkara yang tiada berkenaan bisa disingkirkan dan waktu itu
boleh dipakai buat memeriksa dan memperdalam perkara yang diistimewakan itu.
Ilmu Kedokteran sudah pecah menjadi kedokteran umum, perkara gigi, telinga,
mata, kanak-kanak dsb. Adalah bahaya buat Science, kalau pecah-pecahan itu
(pada Ilmu yang sudah banyak itu) akan pecah terus, dengan tidak lagi
mengetahui perhubungan satu Ilmu dengan Ilmu yang lain.
Bahaya itu
kebetulan sudah diketahui dan amat dipelajari muslihat buat menjauhkannya.
Kalau saya tak salah, maka perkataan filsafat sekarang diterjemahkan juga buat
menggambarkan daya upaya mempersatukan Ilmu bermacam-macam itu, jadi buat
memeriksa seluk beluk dan perhubungannya. Dengan begitu, maka si Scientist, si
Ahli mungkin kehilangan hutan, karena sangat memperhatikan pohon-pohon saja.
Lupa garis
besar, karena senantiasa memperhatikan garis yang kecil-kecil saja. Daya upaya
semacam inilah sekarang yang sering diartikan oleh perkataan filsafat. Bukan
lagi sikap yang diambil oleh ahli filsafat purbakala, yang dengan memangku
tangan dan tafakur, bertanyakan: "Apakah artinya Alam dan apakah artinya
pikiran itu?" Demikianlah kalau kita peramati kemajuan Ilmu Filsafat tadi,
maka kita lihat pada Zaman Tengah tahun 478-1492 si pencari Hakekat dilekati
oleh Ketuhanan. Kaum Scolastic, namanya di Eropa Barat tak bisa mencari hakekat
itu, kalau persoalan itu tiada digarami, dilimaui (dijeruki) dan dimasak dengan
God dan agama ialah agama Nasrani. Sesudah itu, pada zaman borjuis filsafat
tadi sudah susut pada persoalan "Jasmani dan Rohani", badan dan pikiran.
Sudah lama pula filsafat ini jatuh ke tangan psychology, Ilmu jiwa, Ilmu yang
memeriksa "the working of the mind" kerjanya otak. Ilmu ini tidak
lagi direnungkan oleh si pemikir di atas kursi malas dalam otaknya saja,
melainkan sudah dimasukkan ke laboratorium. Disinilah otak binatang dan manusia
dipisah, diperiksa, diexperimentkan, diperalamkan. Disinilah instinct, yakni
pikiran hewan, perasaan, kemauan hewan dan kecakapan hewan dalam belajar,
diperiksa, diperalamkan, diuji dan dibandingkan dengan akal, perasaan dan
kemauan manusia. Experimentalis William James dan Thorndyke di Amerika, Pavlov
di Rusia dan experimentalis yang lain, banyak mengumpulkan pengalaman yang
berharga dan masih banyak persoalan yang mesti diperalamkan dan diuji oleh Ilmu
yang muda tetapi sangat menarik hati. "Ketahuilah dirimu sendiri “. Inilah
sari persoalan dari seorang ahli filsafat Yunani yang terkenal ialah Socrates.
Sekarang
persoalan ini sudah menjelma menjadi pemeriksaan atas "the working of the
mind", kerjanya otak, yang sudah dimasukkan ke laboratorium bersama dengan
Ilmu lain-lain yang berdasarkan experiment, pengalaman.
Filsafat
bertukar, artinya bertukar rupanya dan pecah belah menjadi beberapa ilmu yang
berdasarkan experiment.
Engels sudah
mendapat kesimpulan, bahwa sisanya filsafat ialah Dialektika dan Logika. Semua
cabangnya yang lain jatuh pada bermacam-macam Ilmu Alam dan sejarah, ialah
sejarah masyarakat Indonesia.
Marx
memandang dari sudut pertarungan klas, berkata dalam 11 thesis : Die
Phylosophen haben die Welt nur verschienden interpretiert. Es komt aber
daraufan die Welt zu veraendern. Para ahli filsafat sudah memberi
bermacam-macam pemandangan tentang dunia itu. Yang perlu ialah menukar
(merubah) dunia itu!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar