Guru yang
memiliki hati yang bersih dan suci disertai dengan ilmu yang baik akan
menghasilkan anak-anak didik yang berkualitas dan berakhlak mulia. Guru
demikian adalah mereka yang mampu mensinkronkan antara hati dengan ilmu. Guru
yang cerdas dan berilmu tahu bahwa antara ilmu dan hati adalah satu kesatuan
yang tidak dapat terpisahkan.
Hubungan hati dngan ilmu adalah seperti buku dan lembaran kertas, atau juga mengajar dan belajar. Jika sekiranya hati diumpamakan cermin, maka ilmu adalah bayangannya. Jika cerminnya berdebu dan tidak jelas maka bayangannya pun tidak akan mampu terlihat dengan baik.
Al-Ghazali
mengatakan, "Barang siapa kehilangan ilmu, maka hatinya sakit dan biasanya
mati". Kebanyakan manusia tidak menyadarinya, karena kelalaiannya pada
dunia. Jika kelalaliannya menampakan kematian hatinya, maka manusia akan
merasakan rasa sakit yang teramat pedih. Dan pada akhirnya berujung pada
penyesalan.
Seperti yang
dipaparkan di atas, hati jika tidak diberikan suntikan ilmu akan menyebabkan
hati menjadi sakit atau bahkan mati. Kondisi ini jelas sangat buruk dan
menyebabkan kerusakan yang berbahaya. Bukan dari segi kebugarannya melainkan
mental dan prilakunya dalam kehidupan. Apabila ada seorang guru yang menderita
penyakit ini maka hal tersebut sangatlah merugikan, tidak hanya bagi gurunya
saja melainkan akan merambat ke anak-anak didiknya, yang mana mereka adalah
generasi penerus bangsa. Koruptor dan penipu adalah beberapa produk yang
dihasilkannya.
Pernah
dikisahkan ada seorang pemuda yang memiliki hati bersih dan berilmu tak sengaja
menemukan sebuah apel yang terbawa arus aliran sungai. Kebetulan pada saat itu
dia tengah kelaparan dan sedang melakukan perjalanan. Tak pikir panjang dia pun
langsung mengambil dan melahap buah apel tersebut sampai habis.
Namun
seketika dia teringat sesuatu, sang pemuda baru teringat bahwa dia telah
memakan apel yang mana dia tidak memiliki hak atasnya. Karena rasa takut dan
bersalahnya dia pun berusaha mencari si pemilik apel tersebut dengan menelusuri
sungai ke arah hulu. Sampai pada akhirnya sang pemuda berhasil menemukan pohon
apel besar yang berada dipipir sungai. Ia pun berfikir bahwa apel tersebut
pasti berasal dari pohon tersebut.
Tak mau
berlama-lama sang pemuda langsung mencari si pemiliki pohon yang pasti tidak
jauh dari pohon tersebut. Akhirnya ia pun berhasil menjumpai seorang laki-laki
tua yang mengaku sebagai pemilik dari pohon apel tersebut. Di dalam
percakapannya ia mengaku telah memakan apel dan bersedia melakukan apapun agar
si orang tua mau meridhoinya.
Mendengar
pengakuan dari sang pemuda, si orang tua pun terkagum - kagum. Didepannya ada
sesosok manusia jujur dan berilmu. "Alangkah bahagianya jika ia memiliki
menantu seperti ini" katanya dalam hati.
"Wahai
anaku hatimu sangat mulia dan ilmu mu sangat luas, ketahuilah aku sudah sangat
bersusah payah memelihara pohon apel ini. Tidak ridho aku jika engaku memakan
buah apel itu, kecuali engkau mau menikahi anak gadis ku yang bisu, tuli, buta
dan kakinya lumpuh" . Wajah sang pemuda tidak berubah, tanpa fikir panjang
sang pemuda langsung menyanggupi permintaan di bapak tua.
"Anaku
tidak cantik, wajahnya biasa saja. Apakah kamu benar- benar menyanggupi?"
kata bapak menegaskan.
Dia tetap
pada kesediaannya. Sang pemuda siap melakukan apapun demi mendapatkan
keridhoannya. Ketentraman hati dan kesucian jiwa adalah hal yang lebih penting
baginya.
Akhirnya,
mereka sepakat untuk melakukan pernikahan dan si bapak tua memanggil anaknya
keluar rumah. Tanpa diluar dugaan, anaknya sangat cantik dan sehat. Tidak ada sedikipun
kecacatan yang melekat pada dirinya. Keadaan ini menjadi suatu keanehan bagi si
pemuda, dan ia pun bertanya kepada bapak tua,"Wahai bapak, katamu anakmu
tuli, but, bisu dan lumpuh. Tapi kenyataannya tidak demikian, bahkan dimataku
dia sempurna dan sangatlah cantik"
Sang bapak
tersenyum, "Begini anaku, ketahuilah kukatakan anaku tuli dan bisu karena
dia tidak pernah berkata dan mendengarkan sesuatu yang dilarang Agama. Dia buta
dan lumpuh, karena dia tidak suka melihat dan berpergian ke tempat yang
dilarang Agama."
Pemuda yang
jujur dan istrinya yang 'cacat' akhirnya melakukan pernikahan dan memiliki
anak. Dengan penuh dedikasi dan teladan yang diberikan orang tuanya, sang anak
pun tumbuh menjadi anak yang berilmu dan berhati mulia. Persis seperti yang
dimiliki oleh orang tuanya. Dan siapakan anak tersebut? anak tersebut tidak
lain dan tidak bukan adalah Imam Asy-Syafi'i, seorang ulama besar yang sangat
besar peranannya dalam dunia Islam sampai saat ini.
Itulah salah
satu kisah nyata yang merupakan bentuk dari pentingnya kesucian hati dan ilmu
yang dimiliki orang tua terhadap perkembangan sang anak. Sama halnya seperti
guru terhadap anak didiknya. Semakin tinggi ilmu dan kesucian hati seorang guru
maka akan semakin besar pula kesempatan anak didiknya untuk berkembang menjadi
lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar