Melalui
unsur-unsur kebudayaan, kiranya dapat digambarkan keberadaan Banten dari masa
pertama dan perkembangannya kini. Secara deskriptif dapat dikemukakan sbb :
A.
Bahasa
Sebelum kedatangan
Syarif Hidayatullah di Banten bahasa penduduk yang pusat kekuasaan politiknya
di Banten Girang, adalah bahasa Sunda. Sedangkan bahasa Jawa, dibawa oleh
Syarif Hidayatullah, kemudian oleh puteranya, Hasanuddin, berbarengan dengan
penyebaran agama Islam. Dalam kontak budaya yang terjadi, bahasa Sunda dan
bahasa Jawa itu saling mempengaruhi yang pada gilirannya membentuk bahasa Jawa
dengan dialek tersendiri dan bahasa Sunda juga dengan dialeknya sendiri.
Artinya, bahasa Jawa lepas dari induknya (Demak, Solo, dan Yogya) dan bahasa
Sunda juga terputus dengan pengembangannya di Priangan sehingga membentuk
bahasa sunda dengan dialeknya sendiri pula; kita lihat misalnya di
daerah-daerah Tangerang, Carenang, Cikande, dan lain-lain, selain di Banten
bagian Selatan.
Bahasa Jawa
yang pada permulaan abad ke-17 mulai tumbuh dan berkembang di Banten, bahkan
menjadi bahasa resmi keraton termasuk pada pusat-pusat pemerintahan di
daerah-daerah. Sesungguhnya pengaruh keraton itulah yang telah menyebabkan
bahasa Jawa dapat berkembang dengan pesat di daerah Banten Utara. Dengan
demikian lambat laun pengaruh keraton telah membentuk masyarakat berbahasa
Jawa. Pada akhirnya, bahasa Jawa Banten tetap berkembang meskipun keraton tiada
lagi.
Bahasa Jawa
dimaksud dalam pengungakapannya menggunakan tulisan Arab (Pegon) seperti
kita temukan pada manuskript, babad, dan dokumen-dokumen tertentu. Penggunaan
huruf Arab (Pegon) didorong oleh dan disebabkan karena :
Penggunaan
aksara lama terdesak oleh huruf Arab setelah Islamisasi.
Huruf Arab
menjadi sarana komunikasi kaum maju, sedangkan aksara menjadi alat komunikasi
kaum elit/lama/feodal, ditambah pihak kolonial yang mengutamakan aksara Ijawa).
Kaum maju tersebut adalah masyarakat pemberontak, atau setidak-tidaknya tidak
setuju dengan adanya penguasaan asing sehingga huruf Arab dipergunakan sebagai
sarana lebih aman dan juga rahasia.
Di lain
pihak, terutama kaum lama, penggunan huruf Pegon memberikan corak Islam dalam
tulisan yang tidak selalu bersifat Islam, sehingga lebih aman beredar/mengisi
permintaan rakyat. Untuk mempermudah kajian dan penelitian isi, terutama
masalah-masalah hukum, huruf Arab lalu disalin ke dalam tulisan (huruf) latin
sebelum kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa lain, terutama Belanda. Bahasa
Jawa dengan tulisan latin itu merupakan perkembangan kemudian karena pada
aslinya menggunakan tulisan Arab. Demikian pula perkembangan perbendaharaan
kata dipengaruhi oleh lingkungan bahasa Sunda, bahasa Arab, dan bahasa lain.
Pada jaman penjajahan Belanda, ada juga pengaruh bahasa Belanda yang masuk ke
dalam bahasa Jawa, misalnya sekola, yang semula ginau. Pada perkembangan
sekarang, bahasa Jawa Banten ternyata juga dipengaruhi oleh bahasa Indonesia;
mungkin demikian seterusnya, tetapi bahasa ini akan tetap ada sesuai dengan
keberadaan pendukungnya.
B.
Sistem Pengetahuan
Pengetahuan
manusia merupakan akumulasi dari tangkapannya terhadap nilai-nilai yang diacu
dan dipahami, misalnya agama, kebiasaan, dan aturan-aturan. Pengetahuan manusia
tidak berdiri sendiri melainkan berhubungan dengan elemen-elemen lain, dan
karena itu maka disebut sistem pengetahuan. Salah satu (sistem) pengetahuan
sebagai salah
satu unsur
kebudayaan Banten adalah misalnya pengetahuan tentang kosmologi (alam semesta).
Pada fase perkembangan awal pengetahuan tentang kosmologi orang Banten adalah
bahwa alam ini milik Gusti Pangeran yang dititipkan kepada Sultan yang
berpangkat Wali setelah Nabi. Karena itu hierarchi Sultan adalah suci.
Gusti
Pangeran itu mempunyai kekuatan yang luar biasa yang sebagian kecil dari
kekuatannya itu diberikan kepada manusia melalui pendekatan diri. Yang
mengetahui formula-formula pendekatan diri untuk memperoleh kekuatan itu adalah
para Sultan dan para Wali, karena itu Sultan dan para Wali itu sakti. Kesaktian
Sultan dan para wali itu dapat disebarkan kepada keturunan dan kepada siapa
saja yang berguru (mengabdi).
Pengetahuan
yang berakar pada kosmologi tersebut masih ada sampai kini sehingga
teridentifikasi dalam pengetahuan magis. Mungkin dalam perkembangan kelak tidak
bisa diprediksi menjadi hilang, bahkan mungkin menjadi alternartif bersama-sama
dengan (sistem) pengetahuan yang lain.
C.
Organisasi Sosial
Yang
dimaksud dengan organisasi sosial adalah suatu sistem dimana manusia sebagai
mahluk sosial berinteraksi. Adanya organisasi sosial itu karena ada ketundukan
terhadap pranata sosial yang diartikan oleh Suparlan sebagai seperangkat
aturan-aturan yang berkenaan dengan kedudukan dan penggolongan dalam suatu
struktur yang mencakup suatu satuan kehidupan sosial, dan mengatur peranan
serta berbagai hubungan kedudukan, dan peranan dalam tindakan-tindakan dan
kegiatan-kegiatan yang dilakukan.
Di antara
bentuk organisasi sosial di Banten adalah stratifikasi sosial. Pada awal di
jaman Kesultanan, lapisan atas dalam stratifikasi sosial adalah pada Sultan dan
keluarganya/keturunannya sebagai lapisan bangsawan. Kemudian para pejabat
kesultanan, dan akhirnya rakyat biasa. Pada perkembangan selanjutnya, hilangnya
kesultanan, yang sebagian peranannya beralih pada Kiyai (kaum spiritual), dalam
stratifikasi sosial merekalah yang ada pada lapisan atas. Jika peranan itu
berpindah kepada kelompok lain, maka berpindah pulalah palisan itu.
D.
Sistem Religi
Yang
dimaksud dengan sistem religi adalah hubungan antar elemen-elemen dalam upacara
agama. Agama Islam sebagai agama resmi keraton dan keseluruhan wilayah
kesultanan, dalam upacara-upacaranya mempunyai sistem sendiri, yang meliputi
peralatan upacara, pelaku upacara, dan jalannya upacara. Misalnya dalam upacara
Salat, ada peralatan-peralannya dari sejak mesjid, bedug, tongtong, menara,
mimbar, mihrab, padasan (pekulen), dan lain-lain. Demikian pula ada pelakunya,
dari sejak Imam, makmum, tukang Adzan, berbusana, dan lain-lain; sampai
kemudian tata cara upacaranya.
Di jaman
kesultanan, Imam sebagai pemimpin upacara Salat itu adalah Sultan sendiri yang
pada transformasinya kemudian diserahkan kepada Kadi. Pada perubahan dengan
tidak ada sultan, maka upacara agama berpindah kepemimpinannya kepada kiyai.
Perkembangan selanjutnya bisa jadi berubah karena transformasi peranan yang
terjadi.
E.
Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi
Kehidupan
masyarakat memang memerlukan peralatan dan teknologi. Memperhatikan paralatan
hidup dan teknologi dalam kebudayaan Banten, dapat diperoleh informasinya dari
peninggalan masa lalu. Salah satu diantaranya misalnya relief, penemuan
benda-benda arkeologis, dan catatan-catatan masa lalu. Di jaman kesultanan,
kehidupan masyarakat ditandai dengan bertani, berdagang, dan berlayar termasuk
nelayan. Dari corak kehidupan ini terlihat bahwa peralatan hidup bagi petani
masih terbatas pada alat-alat gali dan lain-lain termasuk pemanfaatan hewan
sebagai sumber energi.
Angkutan dan
teknologi pelayaran masih memanfaatkan energi angin yang karenanya berkembang
pengetahuan ramalan cuaca secara tradisional, misalnya dengan memanfaatkan
tanda-tanda alam. Demikian pula teknik pengolahan logam, pembuatan bejana, dan
lain-lain, memanfaatkan energi alam dan manusia. Tentu saja aspek (unsur
kebudayaan) ini secara struktural mengalami perubahan pada kini dan nanti,
meski secara fungsional mungkin tetap.
G.
Sistem Mata Pencaharian Hidup
Gambaran
perkembangan mengenai hal ini untuk sejarah manusia, akan tersentuh dengan
kehidupan primitif, dari hidup berburu sampai bercocok tanam. Hubungannya
dengan kebudayaan Banten, sistem mata pencaharian hidup sebagai salah satu
unsur kebudayaan, terlihat dari jaman kesultanan. Mata pencaharian hidup dari
hasil bumi menampilkan adanya pertanian. Dalam sistem pertanian itu ada tradisi
yang masih nampak, misalnya hubungan antara pemilik tanaman (petani) dan
orang-orang yang berhak ikut mengetam dengan pembagian tertentu menurut
tradisi.
Dalam
nelayan misalnya ada sistem simbiosis antara juragan dan pengikut-pengikutnya
dalam usaha payang misalnya. Kedua belah pihak dalam mata pencaharian hidup itu
terjalin secara tradisional dalam sistem mata pencaharian. Mungkin pula
hubungan itu menjadi hubungan kekerabatan atau hubungan Patron-Clien. Pada masa
kini kemungkinan sistem tersebut sudah berubah, disamping karena perubahan mata
pencaharian hidup, juga berubah dalam sistemnya karena penemuan peralatan
(teknologi) baru. Demikian pula kemungkinan di masa yang akan datang.
H.
Kesenian
Kesenian
adalah keahlian dan keterampilan manusia untuk menciptakan dan melahirkan
hal-hal yang bernilai indah. Ukuran keindahannya tergantung pada kebudayaan
setempat, karena kesenian sebagai salah satu unsur kebudayaan. Dari segi
macam-macamnya, kesenian itu terdapat banyak macamnya, dari yang bersumber pada
keindahan suara dan pandangan sampai pada perasaan, bahkan mungkin menyentuh
spiritual.
Ada
tanda-tanda kesenian Banten itu merupakan kesenian peninggalan sebelum Islam
dan dipadu atau diwarnai dengan agama Islam. Misalnya arsitektur mesjid dengan
tiga tingkat sebagai simbolisasi Iman, Islam, Ihsan, atau Syari’at, tharekat,
hakekat. Arsitektur seperti ini berlaku di seluruh masjid di Banten. Kemudian
ada kecenderungan berubah menjadi bentuk kubah, dan mungkin pada bentuk apa lagi,
tapi yang nampak ada kecenderungan lepas dari simbolisasi agama melainkan pada
seni itu sendiri.
Arsitektur
rumah adat yang mengandung filosofi kehidupan keluarga, aturan tabu, dan
nilai-nilai prifasi, yang dituangkan dalam bentuk ruangan paralel dengan atap
panggung Ikan Pe, dan tiang-tiang penyanggah tertentu. Filosofi itu telah
berubah menjadi keindahan fisik sehingga arsitekturnya hanya bermakna aestetik.
Mengenai kesenian lain, ada pula yang teridentifikasi kesenian lama (dulu) yang
belum berubah, kecuali mungkin kemasannya. Kesenian-kesenian dimaksud ialah :
- Seni Patingtung
- Seni Wayang Golek
- Seni Saman
- Seni Sulap-Kebatinan
- Seni Angklung Buhum
- Seni Beluk
- Seni Wawacan Syekh
- Seni Mawalan
- Seni Kasidahan
- Seni Gambus
- Seni Reog
- Seni Calung
- Seni Marhaban
- Seni Dzikir Mulud
- Seni Terbang Genjring
- Seni Bendrong Lesung
- Seni Gacle
- Seni Buka Pintu
- Seni Wayang Kulit
- Seni Tari Wewe
- Seni Adu Bedug
- Dan lain-lain
Kesenian-kesenian
tersebut masih tetap ada, mungkin belum berubah kecuali kemasan-kemasannya,
misalnya pada kesenian kasidah dan gambus. Relevansi kesenian tradisional ini
mungkin, jika berkenaan dengan obyek kajian penelitian maka yang diperlukan
adalah orsinilitasnya. Tetapi jika untuk kepentingan pariwisata maka perlu
kemasan yang menarik tanpa menghilangkan substansinya.Walaupun mungkin, secara
umum kesenian-kesenian tersebut akan tunduk pada hukum perubahan sehubungan
dengan pengaruh kebudayaan lain. Mungkin karena tidak diminati yang artinya
tidak ada pendukung pada kesenian itu, bisa jadi lama atau tidak, akan punah.
Karena itu, mengenai kesenian yang tidak boleh lepas dari nilai-nilai
Kebudayaan Banten, bisa jadi atau malah harus ada perubahan kemasan.
Banten
sebagai komunitas kutural memang mempunyai kebudayaannya sendiri yang
ditampilkan lewat unsur-unsur kebudayaan. Dilihat dari unsur-unsur kebudayaan
itu, masing-masing unsur berbeda pada tingkat perkembangan dan perubahannya.
Karena itu terhadap unsur-unsur yang niscaya harus berkembang dan bertahan,
harus didorong pula bagi pendukungnya untuk terus menerus belajar (kulturisasi)
dalam pemahaman dan penularan kebudayaan.
Kalau boleh
dikatakan, menangkap potret budaya Banten adalah upaya yang harus serius, kalau
tidak ingin menjadi punah. Kepunahan suatu kebudayaan sama artinya dengan
lenyapnya identitas. Hidup tanpa identitas berarti berpindah pada identitas
lain dengan menyengsarakan identitas semula.
Sumber : http.wikipedia.org/wiki/banten
Tidak ada komentar:
Posting Komentar